Ilustrasi ruang praktik Hanna
Aku masih berdebat dengan Rafi. Seharusnya dia mengerti dengan apa yang sudah aku katakan. Tapi dia selalu menyangkalnya. Sampai rasanya lelah mulut ini berbicara dengannya. Aku pusing mendengar dia mengulang kata-kata maaf, kesempatan untuknya memperbaiki hubungan, memisah kan ku dengan mas Adithya sampai rasanya aku ingin memakinya dan menampar wajahnya supaya sadar kalau apa yang dia katakan itu sudah membuat hati ku kecewa dan sakit hati.
" Masih mau bicara lagi? Aku capek kalau kamu terus seperti ini. Kamu nggak tahu betapa sakit nya aku saat kamu pergi begitu saja. Padahal kamu tahu kalau aku selama ini menyimpan rasa sama kamu. "
" Maafin aku, Han. Maka dari itu kita perbaiki hubungan semuanya dari awal. "
" Mudah sekali kamu mengatakan itu. Kamu nggak tahu bagaimana aku berjuang untuk melupakan dan menghapus perasaan cinta yang aku miliki untuk kamu. Aku sampai melakukan terapi kognitif untuk bisa mulai berhenti berharap sama kamu. "
" Apa separah itu sampai kamu melakukan terapi? " tanya Rafi penasaran.
" Menurut kamu? Apa kamu lupa kalau kita selalu satu sekolah bahkan kuliah pun kita satu kampus. Coba kamu hitung berapa tahun kita bersama. Lima belas tahun lebih Rafi. Aku menunggu dan berharap kamu mau membuka hati untuk aku. " jawab ku.
" Han, aku memang salah karena telat menyadari kehadiran kamu. "
" Bukan telat tapi memang kamu yang nggak mau memberi aku kesempatan. Kamu merasa kalau aku ini nggak sebanding sama kamu yang pintar dan berprestasi. Tapi bodohnya aku malah jatuh cinta sama kamu. "
" Maafin aku yang egois saat itu. Maaf karena aku melewatkan kamu yang memang mencintai ku dengan tulus. "
" Kata maaf mu sudah terlambat. Sekarang aku sudah menikah dan kamu tahu bukan kalau suami aku itu teman kamu. Kalau memang kamu sayang aku, tolong biarkan aku bahagia bersama mas Adithya. "
" Kamu nggak akan bahagia sama Adithya. Kamu bahagianya pasti sama aku. " kata Rafi dengan percaya diri.
" Sadarlah Raf. Ini semua sudah berbeda. Aku hanya ingin di cintai bukan mencintai seperti apa yang pernah aku lakukan ke kamu. " aku berusaha menyadarkan Rafi.
" Aku akan memperjuangkan kamu agar kita bisa bersatu. " katanya sambil memegang kedua tangan ku.
Aku melepaskan pegangan tangan Rafi dengan kasar lalu membuang muka ke arah samping. Aku sudah sangat lelah saat ini. Kenapa rasanya takdir terus mempermainkan ku dan dia. Seharusnya Rafi hadir sebelum mas Adithya melamar ku. Jadi aku bisa bersama Rafi. Tapi dia hadir di waktu yang salah.
" Kenapa kamu keras kepala, Han? Kenapa ego kamu membuat kita nggak bisa untuk bersama. "
" Aku yang keras kepala? Aku yang ego? Lalu kamu apa? Apa kamu juga nggak ego meminta ku untuk berpisah dengan suami ku? " tanya ku dengan emosi.
" Itu karena aku cinta kamu, Han. Aku ingin kita bersatu menjadi kekasih yang halal. " jawab Rafi dan itu membuat kepala ku semakin pening.
Aku merasa obrolan bersama Rafi harus segera di akhiri. Ucapannya semakin kacau dan selalu menyalahkan ku. Ya Allah, bagaimana bisa aku dulu mencintai dia yang memiliki kepribadian egois dan selalu menyalahkan tanpa mau intropeksi diri. Aku bersyukur karena Mas Adithya lah yang menjadi suami ku.
" Raf, lebih baik kamu pulang. Aku mau istirahat. " aku menyuruh Rafi untuk pergi meninggalkan ku.
" Han, kita belum selesai. " ujar Rafi.
" Apalagi Rafi? Aku capek. Percuma kita bicara panjang lebar tapi kamu nya keras kepala. "
Tiba-tiba Rafi memeluk ku dan itu berbarengan dengan suara pintu ruangan praktik terbuka. Aku bisa melihat kalau mas Adithya yang datang. Tanpa permisi lagi, suami ku menarik tubuh Rafi dan dia langsung memukulnya. Aku teriak dan mencoba untuk melerai mereka tapi tenaga ku nggak cukup untuk memisahkan. Akhirnya aku panggil Mira untuk segera memanggil satpam.
Dua orang satpam masuk dan melerai mereka. Aku langsung memeluk suamiku yang masih emosi. Sementara Rafi di pegang oleh dua orang satpam. " Sudah mas. Cukup. Aku nggak mau ada pertengkaran di sini. " kata ku sambil menangis.
" Kenapa? Karena kamu masih cinta sama dia? " tanya suami ku dengan nada marah. " Kamu itu sudah menjadi istri aku. Nggak seharusnya kamu pergi tanpa izin suami. "
" Bukan begitu mas. Aku salah mas. Aku minta maaf. "
" Dan kamu Rafi. Aku sudah bilang berkali-kali untuk menjauhi istri ku. Tapi kenapa kamu masih saja mengganggu nya? Aku suaminya dan kamu nggak ada hak untuk memeluk istriku seperti tadi. "
" Kamu hanya suami bodoh yang percaya diri kalau Hanna mencintai kamu. " ucap Rafi dan itu membuat suami ku marah dan ingin memukulnya. Tapi aku menahannya. " Sampaik kapan pun Hanna hanya mencintai aku. "
" Cukup Rafi. Kamu sudah kelewatan. Lebih baik kamu pergi dari sini " ujarku menyuruhnya pergi.
" Aku akan pergi sekarang. Tapi yang harus kamu ingat. Sampai kapan pun aku akan mencintai kamu dan merebut mu dari Adithya. "
Tentu saja mas Adithya nggak terima. Sekali lagi Rafi terkena pukulan dari suamiku. Kali ini aku nggak bisa menahannya. Aku meminta kedua satpam membawa Rafi keluar sebelum terjadi lagi pertengkaran hebat. Setelah Rafi keluar aku menyuruh mas Adithya untuk duduk di sofa.
Aku menarik nafas ku sebelum memulai pembicaraan dengan suamiku. Aku tahu kalau mas Adithya pasti marah apalagi tadi melihat ku di peluk oleh Rafi. " Mas, aku minta maaf. "
" Apa seperti ini cara kamu menghormati mas sebagai suami? kamu pergi ke sini hanya demi Rafi tanpa izin suami. "
" Maaf. "
" Kamu tahu nggak begitu cemasnya mas saat tahu kamu pergi dari rumah sakit dan asisten mas bilang kalau kamu pergi ke klinik dengan ibu Meta dan Namira. "
" Aku salah mas. Aku minta maaf. Tapi aku pergi karena aku kasihan dengan Mira. Dia takut dengan Rafi dan terus memaksanya untuk memberikan alamat rumah ku. " aku memberikan penjelasan.
" Apa pun itu seharusnya kamu bicara dulu sama aku. Bukan main pergi saja. Kamu nggak lihat itu tangan kamu masih pakai infus. "
Aku melihat tangan ku yang masih tertancap jarum infus. " Iya mas. Aku bisa lihat. "
" Jangan kamu ulangi lagi. Mas nggak suka. Dan kalau Rafi masih ganggu kamu, tolong kasih tahu mas. Biar mas yang menghadapinya. Kecuali memang kamu masih cinta sama dia. " kata mas Adithya lalu menyuruh ku untuk duduk di pangkuannya.
Ilustrasi Hanna duduk di pangkuan Adithya
KAMU SEDANG MEMBACA
HANNA
RomansBagaimana bila cinta pertama kamu hadir dan menyapa kembali? Itu lah yang sedang kualami saat ini. Pertemuan dengannya membuat ku kembali mengingat masa-masa di mana aku harus merasakan sakit karena cinta. Lebih dari lima Belas tahun aku mencintainy...