💕TIGAPULUH💕

402 29 0
                                    

" Sayang, kesini sebentar. " kata mas Adithya.

Aku pun langsung menghampirinya. Lalu mas Adithya menyuruh ku untuk duduk di samping nya. " Kenapa mas? " tanya ku.

" Mas mau olesin salep ke tangan kamu. " jawab nya.

Dengan teliti dia obati luka memar di pergelangan tangan ku dengan salep. Aku bisa melihat wajah nya dengan jelas. Terlihat beberapa kerutan di dahi nya dan rambutnya yang sudah ada uban. Walaupun begitu, mas Adithya masih terlihat tampan dan mempersona. Aku yakin di luar sana banyak wanita yang mengantri untuk mendapatkan hatinya.

Tapi pada akhirnya mas Adithya melabuhkan hati nya pada ku. Dia malah berjuang untuk meluluhkan hati aku.  Awalanya aku sama sekali nggak suka sama dia. Masih ada nama Rafi di hati dan pikiran ku saat itu. Belum lagi Mas Adithya ini adalah mantan pasien aku. Tapi ternyata pasien ku adalah jodoh ku.

Hidup itu penuh dengan misteri. Aku berharap jodoh ku adalah Rafi tapi ternyata Allah berkehendak lain. Justru mas Adithya lah yang menjadi jodoh ku. Memang nggak mudah untuk melupakan Rafi. Tapi aku berusaha untuk mengikhlaskan dan melupakannya. Tapi di saat aku melakukan kedua hal itu, tiba-tiba Rafi hadir kembali dengan membawa angin segar tapi semua sudah terlambat.

" Selesai. " katanya sambil tersenyum kepada ku.

" Makasih ya. " ucap ku pada mas Adithya.

" Mas minta maaf karena kamu harus mendapatkan luka memar ini." ujarnya " Seandainya mas nggak emosi mungkin nggak akan separah ini. "

" Aku sudah memaafkan. Tapi jangan di ulangi lagi. Mas harus percaya sama aku."

" Iya. Mas janji. Ya sudah kalau begitu kita keluar sekarang. "

" Mau kemana? Aku capek mas. "

" Kita ke rumah sakit dulu baru setelah itu ke makam Ayah. "

" Rumah sakit mana? Siapa yang sakit? "

" Tadi mas sudah minta tolong Restu untuk daftar ke rumah sakit. Mas khawatir dengan kondisi kaki kamu yang terkilir. Sebaiknya di rontgen dulu. "

" Nggak usah mas. " Aku menolaknya. " Panggil tukang pijat juga selesai. "

" Nggak boleh di pijat sayang. Itu sangat bahaya. "

" Nggak usah deh. Lagian kenapa nggak sama mas saja? Mas juga dokter. "

" Mas memang dokter tapi dokter spesialis bedah toraks dan kardiovaskular bukan dokter spesialis ortopedi. "

" Ya sudah kalau begitu. " kata ku dengan malas.

Aku dan mas Adithya keluar dari kamar menuju lobby hotel. Ternyata Restu sudah menunggu kita. Keluar dari hotel tenyata mobil milik suami ku sudah ada di parkiran. Kapan mobilnya datang ke Sukabumi? Lalu aku melihat pak Hendra yang merupakan supir pribadi papah mertuaku. Aku nggak mau ambil pusing. Setelah itu aku masuk ke dalam mobil kemudian di susul suami ku dan Restu yang paling akhir.

Selama di perjalanan aku nggak banyak bicara. Sementara suami ku masih setia dengan handphone nya. Dia masih sibuk balas chat yang aku sendiri nggak tahu siapa dan malas untuk bertanya. Setengah jam kemudian kita sampai di Rumah Sakit Hermina. Aku keluar dari mobil bersama mas Adithya sementara Restu sudah masuk terlebih dahulu ke dalam lobby rumah sakit.

Sampai di lobby rumah sakit, mas Adithya meminta ku untuk menunggu di kursi bagian poli Ortopedi. Aku duduk sambil menunggu dia kembali. Sepuluh menit kemudian suami ku kembali dan kali ini bersama Restu. Lalu aku dan dia masuk ke dalam ruangan praktik dokter Ortopedi nya dan ternyata dokternya adalah teman nya suamiku.

Semua terasa begitu cepat. Mungkin karena dokternya adalah teman suami ku jadi semuanya terasa mudah. Sekarang aku dan mas Adithya tinggal menunggu hasil rontgen setelah itu konsultasi lagi dan selesai. Nggak kebayang kalau pasien yang menggunakan BPJS. Aku nggak mau berkomentar tapi yang pasti aku bersyukur dengan adanya mas Adithya.

Hasil rontgen sudah di ambil. Aku dan suami ku kembali masuk kedalam ruang praktik poli Ortopedi. Alhamdulillah nggak parah. Hanya saja kaki kanan ku harus rela di balut dengan perban elastis agar mengurangi pembengkakan. Setelah tiga hari baru boleh di lepas kata dokternya. Setelah itu kita pamit dan mengucapkan banyak terima kasih karena sudah di bantu.

Keluar dari ruang praktik, Restu sudah menunggu kita berdua. Lalu mas Adithya memberikan resep pada asisten nya untuk mengambil obat di bagian apotik rumah sakit. Sementara kita kembali ke dalam mobil. Mas Adithya nggak mau menunggu di dalam. Aku sih ikut saja apa kata suami. Sepeluh menit kemudian Restu sudah kembali ke dalam mobil dengan membawa obat dan menyerahkannya pada suami ku.

Selesai di cek obatnya oleh mas Adithya lalu dia berikan kepada ku. Dia memberi tahu obat apa saja yang nanti harus di minum. Nggak banyak hanya dua macam yaitu obat untuk pereda nyeri dan paracetamol. Lalu aku memasukan obat nya ke dalam tas. Setelah dari rumah sakit kini mobil berjalan mengarah ketempat peristirahatan terakhri alm Ayah.

Jaraknya nggak jauh dari Rumah Sakit Hermina. Hanya lima belas menit. Sampai di pemakaman, mas Adithya lebih dulu keluar dari mobil. Aku diam sesaat sambil mencoba untuk menenangkan hati ini. Aku menarik nafas dalam-dalam lalu aku keluarkan. Aku melakukannya hingga beberapa kali. Terkadang aku masih berpikir kalau yang ada di dalam makam itu bukan Ayah. Tapi kenyataanya memang Ayah yang terbaring di sana. Nggak terasa air mata pun mengalir begitu saja.

" Sayang, kenapa nggak turun? " tanya mas Adithya sambil membuka pintu mobil nya.

" Iya. Sebentar mas. " jawab ku sambil menghapus air mata ku.

Setelah itu aku keluar dari mobil. Mas Adithya memegang tangan kiri ku lalu dia menatap ku dan meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja. Akhirnya sampai juga di makam Ayah. Aku berusaha untuk kuat namun pada akhrinya air mata pun nggak bisa terbendung lagi. Aku menangis dalam pelukan suami ku dan dia berusaha untuk menenangkan ku.

Mas Adithya mengusap punggung ku dan menghapus air mataku. " Kita berdoa dulu ya. " kata nya

Suamiku yang memimpin doa dan aku hanya bisa mengamini. Aku memeluk batu nisan Ayah dan rasanya sesak sekali. Lalu memperkenalkan mas Adithya sebagai suami aku dan juga meminta maaf karena seharusnya aku mengunjungi Ayah terlebih dahulu sebelum menikah.

" Yah, ini mas Adithya. Sekarang dia suami aku. Maaf ya baru bisa ke sini sekarang. " kata ku pelan sambil mengelus batu nisan Ayah.

" Salam kenal Ayah. Saya suami Hanna sekarang. " kali ini mas Adithya yang bicara. " Saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga dan membahagiakan Hanna. "

Aku kembali menangis saat mas Adithya bicara seperti itu kepada Ayah. " I love you, Yah. Walaupun Ayah sudah nggak ada di dunia ini tapi akan selalu ada di hati Hanna. "

HANNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang