Ilustrasi Ruang praktik Psikolog
Aku yang sedang menulis laporan hasil konseling sempat terhenti, saat pintu praktik ada yang mengetuk dari luar. " Ya. Silakan masuk. " ucap ku.
" Maaf mbak, mau mengingatkan kalau nanti ada pertemuan dengan klien di luar klinik. " kata Mira mengingatkan.
" Kamu sudah konfirmasi ulang dengan klien tersebut kalau pertemuannya jadi jam satu siang di Starbuck mall Pondok Indah Satu? " tanya ku.
" Sudah. Beliau sudah setuju." jawab Mira.
Aku melihat jam tangan ku yang sudah menunjukan pukul sebelas. " Ok setengah jam lagi saya berangkat.Tolong kamu siapkan semua dokumen yang dibutuhkan untuk presentasi nanti. Saya menggunakan Ipad jadi nggak perlu bawa laptop. Kamu kirim kan soft copy nya lewat e-mail saya. Satu lagi, tolong kamu panggil pak Amir untuk segera menyiapkan mobilnya. " perintah ku.
" Baik, mbak. Saya pamit keluar. " ucap Mira.
" Silakan. " kataku lalu tersenyum.
Aku kembali menyelesaikan laporan dalam bentuk tulisan tangan, kemudian aku akan meminta Mira untuk mengetik laporan yang sudah ku buat kedalam bentuk ketikan komputer yang rapih dan sudah menggunakan kop surat tempat praktik. Sesekali aku melihat jam di dinding karena sebelum jam dua belas aku harus sudah meninggalkan klinik untuk bertemu dengan salah satu klien yang akan menanamkan modal untuk pembuatan sekolah gratis bagi anak berkebutuhan khusus di daerah Pejaten.
Jam dinding menunjukkan pukul setengah dua belas. Laporan pun telah selesai. Aku segera merapihkan meja kerja lalu mengambil tas dari dalam lemari meja kerja. Ipad dan Iphone yang sudah terisi penuh segera aku cabut dari saklar listrik dan memasukannya kedalam tas. Setelah semuanya siap aku keluar dari ruang praktik menuju meja kerja asisten ku.
Mira yang melihat ku langsung memberikan beberapa dokumen yang sudah disiapkan olehnya. Dia juga mengirimkan bahan presentasinnya ke alamat e-mail ku. "Pak Amir sudah siap? "
" Beliau sudah menunggu di lobby."
" Ok. Terimakasih ya, Mir. "
" Iya mbak. Saya do'a kan semoga sukses dan lancar presentasinya "
" Aamiin. " aku mengamini.
Aku berjalan keluar dari dalam gedung klinik menuju lobby depan dan ternyata pak Amir sudah siap dengan mobilnya. Selama di perjalanan aku mempelajari bahan presentasi yang sudah di kirim lewat e-mail oleh Mira. Seharusnya yang harus bertemu dengan pak Hanif adalah Shinta, karena dia yang kenal dengan beliau. Tapi berhubung anaknya masuk rumah sakit, akhirnya aku turun tangan dalam proyek ini.
*****
Ilustrasi tempat duduk di Starbuck Mall Pondok Indah I
Aku milirik jam tangan ku yang menunjukkan pukul setengah satu, itu berarti masih ada waktu setengah jam untuk aku membaca kembali bahan presentasi. Sebelumnya aku menghubungi pak Hanif melalui chat via what's up. Lima belas menit kemudian Iphone ku bergetar dan ku lihat di layar muncul notif pesan dari pak Hanif. Aku segera membukannya. Ternyata beliau sudah sampai di lobby mall. Aku membalas chat nya dan memberi tahu ciri-ciri pakaian yang ku pakai agar beliau nggak salah orang.
Kenapa tiba-tiba aku merasa gelisah ya? tapi aku berusaha untuk berpikir positif.
" Maaf menunggu lama. Hallo saya Ha..ni..f..., "
Suara itu
suara yang sangat aku kenal
" Hanna? "tanya pria itu.
Aku masih diam dan shock. Dia yang namanya sudah ku hapus dalam hidup ini, kini hadir di depan mata ku. Aku bingung harus memulainnya dari mana. Ternyata bukti kegelisahan ku tadi adalah pertemuan ku dengan Rafi. Kenapa aku baru sadar kalau Hanif itu adalah nama panjangnya dari Rafi Hanifaldin Setiawan. Ada begitu banyak pertanyaan di benak ku saat ini.
. " Maaf. Tadi anda bicara apa? Bisa tolong ulang kembali. "tanya ku.
" Nggak usah formal begitu bicaranya. Kamu apakabar? Terakhir kita ketemu sebelum aku..., "belum selesai Rafi bicara, aku segera memotongnya.
" Sebaiknya kita mulai presentasinya. "aku mengalihkan pembicaraan.
" Baiklah. Kalau kamu maunya begitu. Silakan di mulai presentasinya. "kata Rafi sambil tersenyum membuat jantungku terus berdegup kencang.
Aku memulai presentasiku dengan menggunakan power point di Ipad. Aku berusaha menjelaskan latar belakang, maksud dan tujuan dari pembangunan sekolah untuk anak berkebutuhan khusus ini. Hanya butuh waktu lima belas menit untuk aku mempresentasikan apa yang menjadi pertimbangan bagi Rafi dalam mendonasikan uangnya
" Jujur, aku tertarik dengan sekolah untuk anak berkebutuhan khusus ini. Hanya saja ada beberapa yang perlu di tambahkan mengenai seleksi dari keluarga anak berkebutuhan khusus itu sendiri. Karena ini sekolah gratis otomatis akan banyak orang tua yang mengaku tidak mampu padahal mereka mampu. Tolong lebih rinci lagi dalam hal tersebut. Kemudian mengenai SDM nya di perhatikan. Kalau bisa yang memang sudah berpengalaman dalam mengajar dan mendidik anak yang berkebutuhan khusus. Tenaga ahli seperti psikolog, psikiater, ahli gizi, perawat dan dokter pun perlu dilibatkan. Agar perkembangan anak tersebut dapat di pantau dengan baik dan benar. "
" Saya setuju dengan usul pak Hanif. Nanti akan saya akan bicarakan dengan team mengenai masukan dari bapak. "
" Jangan panggil aku bapak. Panggil nama depan ku saja seperti dulu kamu memanggil nama ku. "
" Maaf tapi saya harus bersikap profesional. Apa ada lagi yang perlu di tambahkan? " tanya ku. Rafi masih terus memandangiku sambil tersenyum penuh arti dan itu membuat ku tidak nyaman" Kalau memang tidak ada lagi, saya pamit. "
" Han, kasih aku waktu untuk bicara. Bagaimana kalau kita cari restoran untuk makan siang? Aku butuh bicara sama kamu di luar urusan ini."
" Maaf. Saya tidak bisa. Saya harus kembali praktik. "aku menolak permintaan Rafi. " Permisi pak Hanif. Selamat siang. "
Aku merasa sesak saat ini. Aku menepuk dada ku dengan telapak tangan ku dan nggak terasa air mata ku mengalir. Tiba-tiba dari arah samping aku mendengar suara Rafi memanggil nama ku. Kemudian tanpa permisi dia memeluk ku dengan erat hingga pecahlah sudah tangisan ku. Aku nggak tahu harus bilang apa tapi yang ada dalam pikiran ku saat ini biarkan aku sekali ini saja memeluk pria yang ku cintai. " Kenapa kamu harus hadir kembali dalam hidup ku saat ini, Raf? Kenapa? "
"Jangan nangis lagi. Aku minta maaf karena selama ini membuat hati kamu terluka. Aku menyesal Hanna. "
"Segampang itu kamu meminta maaf. Lebih dari lima belas tahun aku mencintaimu dan berharap kita dapat bersama."
"Sebaiknya kita pergi dari sini. " ujar Rafi sambil menghapus air mataku.
KAMU SEDANG MEMBACA
HANNA
RomanceBagaimana bila cinta pertama kamu hadir dan menyapa kembali? Itu lah yang sedang kualami saat ini. Pertemuan dengannya membuat ku kembali mengingat masa-masa di mana aku harus merasakan sakit karena cinta. Lebih dari lima Belas tahun aku mencintainy...