💕ENAMPULUHTUJUH💕

242 17 3
                                    

" Alhamdulillah kamu sudah sadar. " kata Nadira sambil memegang tangan kanan ku.

" Aku dimana? " tanya ku pelan.

" Di rumah sakit suami ku. " jawab nya. " Kamu ingat nggak apa yang terjadi di rumah ku? "

Aku diam sebentar untuk mengingat apa yang telah terjadi sebenarnya. Ranti, iya. Dia penyebab aku ada di sini. Wanita itu menikam area perut ku dengan pisau lipat miliknya.

" Aku ingat. Ranti yang melakukan ini pada ku. "

" Maaf, seharusnya dari awal aku mendampingi mu saat bicara dengan Ranti. Aku nggak tahu kalau dia bisa senekad itu sama kamu. "

" Dia kan memang sudah berulang kali mengancam akan membunuh ku. Sekarang sudah terbukti dia berani melakukannya. "

" Aku rasa dia sudah masuk fase depresi. Sayang sekali dia nggak melanjutkan konsultasi sama aku. "

" Sebanarnya aku kasihan dengan dia. Ranti begitu mencintai Rafi. Aku sudah bicara dengan Rafi untuk memberikan kesempatan bagi Ranti tapi tetap saja dia menolak karena perilakunya sudah membuat pria itu nggak suka dan nggak nyaman."

" Ya sudah. Kamu jangan dulu memikirkan mereka. Sekarang fokus dengan kesehatan kamu. "

" Nad, apa ada kabar dari mas Adithya? " aku menanyakan suami ku pada Nadira.

" Belum. Mas Rizal belum bisa menghubungi suami kamu. "

Sesibuk itu kah dia sampai aku masuk rumah sakit pun sulit untuk di hubungi. Ada rasa kecewa dalam diri ini. Apa kesalahan ku sefatal itu hingga dia sudah nggak peduli lagi dengan istrinya. Aku hanya nggak ingin membuat dia banyak pikiran tentang teror yang di lakukan oleh Ranti.

Aku menangis dan Nadira yang melihatnya langsung menenangkan ku. Rasa nyeri pada bagian perut ku mulai terasa. Mungkin obat anti nyerinya sudah mulai menghilang. Aku nggak mau melihat lukanya untuk saat ini. Setelah aku merasa tenang, tiba-tiba pintu kamar rawat inap terbuka dan aku bisa melihat kalau Rafi yang datang dan menghampiri ku.

" Bagaimana kondisi kamu sekarang? " tanya Rafi yang kini berada di samping kiri ku.

" Masih terasa nyeri di bagian ini. " jawab ku sambil menunjukkan bagian perut ku.

" Aku minta maaf karena keegoisan aku, kamu jadi terluka lagi. " ucap nya sambil memegang tangan kiri ku.

" Ini sudah takdir. " ujar ku singkat.

" Kenapa nggak bilang kalau selama ini Ranti meneror kamu? "

" Aku nggak mau kamu semakin membencinya. Raf, kasihan dengan Ranti. Dia bukan lagi stress berat, melainkan depresi. Aku takut setelah dia menyakiti aku, lalu dia melakukan tindakan bunuh diri. Aku mohon kembalilah dengan Ranti. Coba belajar membuka hati kamu untuk dia. Ranti itu wanita baik. Aku mohon kembalilah pada nya. " aku menatap matanya dan meyakininya untuk kembali pada Ranti.

" Han, aku keluar dulu ya. " Nadira pamit pada ku. Dia memberikan kesempatan pada ku untuk berbicara dengan Rafi.

Setelah Nadira pergi barulah Rafi nyaman untuk bicara dengan ku. Kemudian dia duduk di kursi yang tadi sahabat ku tempati. Kita berdua sempat sama-sama diam.

" Apa ini yang kamu mau, Han? "

" Aku maunya kamu bahagia. Tapi melihat Ranti seperti itu aku nggak tega, Raf."

" Baiklah. Aku akan mencoba kembali bersamanya. Ini aku lakukan demi kamu. "

" Jangan demi aku. Demi kebaikan kamu juga. "

" Aku nggak mau sampai dia kembali menyakiti kamu. Maka sudah ku putuskan mulai saat ini sesuai permintaan kamu, aku akan kembali bersamanya.

Aku menangis saat tangan Rafi menggengam tangan ku. Ada rasa sedih ketika dia akan kembali dengan Ranti. Tapi aku harus merelakannya. Aku sendiri pun sudah menikah. Jadi aku dan dia memang di takdirkan bukan untuk bersama. Memang nggak mudah tapi ini harus kita jalani. Aku dengan mas Adithya dan Rafi dengan Ranti.

" Ajak Ranti berobat ke psikolog. Kamu bisa konsultasi ke Nadira nanti. "

" Iya. Aku akan konsultasikan ke Nadira. Sekali lagi maafin aku ya, karena aku kamu harus seperti ini.

" Yang sudah terjadi biarlah terjadi. Sekarang yang terpenting kamu harus ikhlas dan bantu Ranti untuk sembuh. "

Rafi menganggukan kepalanya. Setelah itu aku mendengar suara pintu ruangan di buka dan kali ini aku bahagia karena suami ku lah yang datang. Dia masuk dan menghampiri ku. Aku bisa melihat wajah suami ku yang sedang marah sama Rafi. Mas Adithya langsung memukul nya dan aku kaget melihat apa yang terjadi sekarang. Beruntung Restu datang bersama suami dari Nadira. Mereka berdua berhasil di pisahkan.

" Mas Adithya. " panggilku dengan suara gemetar. " Sudah jangan berantem lagi. Aku nggak suka melihatnya. "

" Karena dia, kamu jadi seperti ini. "

" Aku juga nggak mau melihat Hanna seperti ini. Aku nggak tahu kalau Ranti selama ini meneror istri kamu. Apa dia carita sama kamu? "

Mas Adithya langsung menatap ku. " Apa benar yang di katakan oleh Rafi kalau kamu mendapat teror dari Ranti? "

Aku hanya diam nggak menjawab.

" Jawab Hanna. Jangan diam saja. " ucap nya dengan Nada tinggi.

" Aku hanya nggak mau membuat mas khawatir. "

" Justru mas sangat mengkhawatirkan kamu. Kalau sudah terjadi seperti ini gimana? Mas juga jadi kepikiran. "

" Jangan terlalu keras sama Hanna. Dia pasti trauma. " kali ini mas Rizal yang bicara.

Mas Rizal meminta mas Adithya dan Rafi untuk keluar dari kamar. Dia meminta agar kedua sahabatnya itu memberikan waktu istirahat bagi ku. " Kita keluar semua. Biar Nadira yang akan menjaga Hanna untuk sementara waktu sampai emosi kalian berdua reda. "

Akhirnya semua keluar dari kamar. Kemudian mas Rizal menyuruh Nadira yang masuk kedalam kamar.

" Han, are you ok? " tanya nya.

" Nggak apa-apa. Memang ini salah aku. " jawab ku.

" Lebih baik kamu istirahat. Luka kamu juga masih basah. " Nadira mengingatkan.

Seandainya waktu bisa terulang lagi dan aku nggak bertemu dengan Rafi di Starbuck Mall Pondok Indah, mungkin nggak akan seperti ini jadinya. Aku pasti bahagia menikah dengan mas Adithya. Nggak seperti sekarang yang terlalu banyak masalah hingga akhirnya aku kehilangan calon buah hati ku. Di tambah aku harus menerima teror yang berujung aku masuk rumah sakit lagi.

Nadira mengelus kepala ku yang tertutup hijab dan rasanya nyaman sekali. Hingga akhirnya aku tidur dan melupakan sejenak masalah tadi. Yang aku butuhkan saat ini adalah ketenangan diri dan nantinya masalah ini harus selesai agar kedepannya nggak menggangu kehidupan rumah tangga aku dan mas Adithya. Psikolog juga berhak bahagia.

HANNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang