💕DELAPANPULUHTIGA💕

336 18 0
                                    

Acara tujuh bulanan yang di adakan oleh Mamah ternyata hanya pengajian saja. Tapi undangan nya banyak juga sampai harus pasang tenda di depan rumah. Mamah mengundang anak yatim piatu sebanyak seratus orang, Ustadz, ibu-ibu pengajian, keluarga besar baik dari pihak Papah ataupun Mamah, keluarga Bunda, tetangga dan masih banyak lagi tamu undangannya. Kata Papah dan Mamah semakin banyak yang datang maka semakin banyak yang mendoakan aku dan baby nya.

Aku dan mas Adithya sudah datang dari jam tujuh pagi. Mamah sudah menyiapkan kamar tamu yang ada di lantai bawah untuk aku istirahat. Kamar suami ada di lantai satu dan Mamah nggak mengizinkan aku istirahat di sana. Takut aku jatuh atau lelah harus bolak balik turun tangga. Aku sih nggak keberatan mau istirahat di kamar mana saja yang penting ada tempat tidur dan bisa rebahan. Di tambah lagi aku kalau tidur sekarang harus pakai bantal ibu hamil. Jadilah kalau pergi menginap harus bawa bantal itu.

Sekarang baru jam sembilan. Satu jam lagi acaranya akan segera di mulai. Mamah sudah menyiapkan gaun muslim berwarna abu-abu muda untuk aku kenakan nanti. Begitupun dengan mas Adithya, baju dan celana bahan nya sama warnanya dengan punya ku. Sementara untuk make up aku sudah terbiasa menggunakan jasa adik ku.

Mira dan Restu juga hadir dalam acara tujuh bulanan ku karena masih ada pekerjaan yang perlu di selesaikan baik aku atau pun mas Adithya. Ternyata mereka diam-diam berpacaran. Aku dan suami nggak melarang. Asal nggak menggangu kinerja dalam bekerja ya silakan saja. Seperti sekarang sambil menunggu mas Adithya datang, aku diskusi dengan Mira mengenai hasil editan video yang masih perlu di perbaiki sebelum di upload di Youtube dan beberapa sosial media yang ku punya.

Pintu kamar terbuka dan Mira izin pamit keluar. Aku bisa lihat mas Adithya datang menghampiri ku lalu mencium kening ku. Aku langsung memeluknya. Rasanya nyaman sekali. Lalu dia melepaskan pelukannya dan mencium bibir ku tapi nggak lama.

" Yang, kamu belum ganti baju? " tanya mas Adithya.

" Belum. Aku mau minta tolong mas untuk bantu memakaikannya. Agak susah ya dengan perut seperti ini. " jawab ku.

Aku langsung bangun dari tempat tidur untuk mengambil pakaian yang sudah disiapkan oleh Mamah di dalam lemari pakaian. Setelah itu aku bawa dan simpan di atas tempat tidur. Aku langsung membuka baju daster ku dan menyimpannya di tempat baju kotor. Aku keringetan terus padahal sudah pasang AC tapi masih saja gerah. Mas Adithya yang melihat ku hanya menggunkan pakaian dalam langsung memeluk ku dari belakang dan mencium pundak ku.

Kedua tanganya bermain di dua area sensitif ku yaitu bagian atas dan bawah. Sementara bibir nya mencium tengkuk ku hingga aku gairah ku mulai naik dan milik ku yang bagian bawah terasa basah. Mas Adithya sangat tahu dimana titik kelemahan aku.

" Ayah mau jenguk baby nya boleh? " tanya suami ku tapi tangan nya masih terus memberikan stimulus untuk membuat ku semakin bergairah.

" Satu jam lagi acaranya di mulai mas. " jawab ku lalu mendesah karena tangan mas Adithya meremas salah satu gunung kembar ku.

" Kita main cepat ya sayang. Setelah itu mandi dan siap-siap acara. " katanya sambil membawa ku ke tempat tidur. Setelah itu dia mengunci pintu kamarnya.

*****

Alhamdulillah acara tujuh bulanan nya berjalan dengan lancar. Semua mendoakan agar di usia tujuh bulan ini aku dan baby nya sehat, kuat dan lancar nanti saat persalinannya. Acara di tutup dengan pemberian uang kepada anak yatim piatu yang berjumlah seratus orang. Aku beberapa kali menangis karena aku bisa merasakan apa yang anak-anak itu rasakan. Kehilangan orang tua bukanlah hal mudah dalam hidup mereka. Jadi teringat almarhum Papah. Aku begitu merindukannya.

Acara selesai, tinggalah keluarga dan beberapa teman dan rekan kerja Papah dan Mamah. Bunda menyuruhku mas Adithya untuk membawa ku ke kamar untuk istirahat. Sampai kamar aku rebahan di tempat tidur dan menangis. Mas Adithya yang mendengarnya langsung menghampiriku.

" Kamu kenapa sayang? Kok jadi nangis begini. Ada yang sakit? " tanya mas Adithya dengan raut wajah cemas.

" ..... " aku nggak menjawab dan masih menangis.

" Kenapa yang? Jangan bikin mas cemas. Kalau ada yang sakit bilang sama mas. " mas Adithya kembali bertanya.

" Aku kangen almarhum Ayah. Aku sedih karena lihat anak-anak tadi. " jawab ku masih sambil menangis.

Mas Adithya langsung menghapus air mata ku dan memeluknya. " Sudah jangan nangis lagi. Kamu mau ke makam Ayah? "

" Mau mas. Aku kangen banget. Aku mau ke Sukabumi jenguk Ayah sebelum lahiran. Mumpung usia kangdungan ku masih tujuh bulan. "

Mas Adithya berpikir sejenak. " Ya sudah kalau memang kamu mau ke makam Ayah. Mas bicara dulu sama Bunda mau ikut atau nggak. Biar sekalian. "

Sebelum mas Adithya keluar kamar, dia mengecup kening ku dan kembali menghapus air mataku. Sambil menunggu suami bicara dengan Bunda, aku tiduran tapi pikiran ku pada makam Ayah. Aku merindukannya. Apalagi dua bulan lagi aku akan melahirkan. Aku merasa sedih karena Ayah nggak bisa menggendong cucu nya nanti.

Pintu kamar terbuka dan ku lihat mas Adithya dan Bunda masuk ke dalam kamar. Bunda langsung duduk di atas tempat tidur dan aku langsung memeluknya. Aku menangis sejadi-jadinya di pelukkan Bunda.

" Jangan nangis lagi ya. Kasihan baby nya. " kata Bunda sambil mengelus rambut ku.

" Kangen Ayah, Bun. " ucap ku.

" Tadi nak Adithya sudah bilang sama Bunda. Tapi bunda cemas dan takut kecapean di jalan. Nanti saja ya setelah lahiran. "

" Nggak mau bun. Aku kangen sama Ayah. Aku nggak capek kok. Kalau capek kita kan bisa cari hotel untuk istirahat. Mumpung usia kandungan Kakak masih tujuh bulan. "

" Mas telepon dulu dokter Septian ya. Boleh nggak kamu pergi keluar kota. "

Aku menganggukan kepala ku tanda setuju. Sementara Bunda memegang kedua tangan ku dan memandang ku dengan tatapan sendu. Aku tahu Bunda pun merindukan Ayah. Kita sama-sama merindukannya. Setelah mas Adithya telepon dokter Septian, dia langsung menghampiriku dan bilang kalau aku boleh untuk pergi ke Sukabumi.

Mas Adithya langsung keluar kamar bersama Bunda. Aku nggak tahu apa yang mereka bicarakan karena suami ku menyuruh ku untuk istirahat saja dulu di kamar. Nggak berapa lama pintu kamar terbuka dan kali ini Mamah yang masuk ke kamar. Beliau menghampiri ku.

" Sayang, tadi Adit bilang kamu mau ke makam Ayah? " tanya Mamah.

" Iya, Mah. Hanna mau ke makam Ayah. Boleh kan? " jawab ku lalu balik bertanya.

" Boleh dong. Mamah nggak pernah melarang kamu. Apalagi ini ke makam Ayah. Kalau begitu Mamah dan Papah ikut ya sekalian kenalan sama Ayah kamu. "

" Silakan Mah. Tapi Mamah bicara dulu sama mas Adithya. "

" Iya. Kamu tenang saja. Ya sudah kamu istirahat dulu ya. Pasti capek habis acara tadi. Kalau sudah siap nanti di bangunin. "

" Makasih ya, Mah. "

" Nggak perlu berterima kasih. Ini waktu yang tepat bagi Mamah dan Papah ziarah ke makam Ayah kamu. Ya sudah Mamah keluar dulu ya. "

Mamah keluar dari kamar meninggalkan ku sendiri. Aku bersyukur karena akhirnya aku bisa pergi ke Sukabumi untuk ziarah ke makam Ayah bersama keluarga. Aku mengelus perut ku dan akhirnya aku pun tidur. Capek juga karena acara di mulai dari jam sepuluh pagi dan baru selesai jam satu siang. Seperti biasa punggung dan pinggang ku pada pegal-pegal. Semoga nanti hilang pegal-pegalnya setelah istirahat.  

HANNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang