💕TIGAPULUHSEMBILAN💕

292 32 0
                                    

Aku yang tadinya mau bicara dengan Mira di kafe akhirnya nggak jadi. Sambil menunggu asisten ku yang sedang mengurus administrasi keuangan untuk suami dari ibu Maisyaroh, aku duduk di sofa sambil menikmati kembali cappuccino caramel nya. Hari masih pagi dan belum terlalu banyak karyawan ataupun pasien yang hilir mudik di rumah sakit ini. Aku memandang sebuah mobil ambulans yang masuk ke dalam kedalam rumah sakit menuju IGD.

Suara sirine mobil ambulans terdengar begitu jelas hingga tanpa terasa air mata ku pun mengalir. Rasanya aku terhipnotis saat mendengar suaranya dan kembali mengingat orang-orang yang paling aku cintai berada di mobil itu dalam keadaan telah tiada. Apa aku trauma? iya. Aku memiliki trauma mendengar suara sirine dan mobil ambulans. Padahal aku sudah menjalani terapi kognitif namun tetap saja belum bisa menghilangkan rasa trauma ku itu.

Aku menghapus air mata dengan kedua tangan ku. Dengan tangan gemetar aku mengambil cangkir minuman ku tapi yang terjadi adalah aku menjatuhkan cangkirnya dan itu menjadi pusat perhatian orang yang ada di dalam kafe termasuk karyawan nya. Aku langsung memegang kedua tangan ku yang gemetar dan berusaha menenangkan diri. Salah satu karyawan kafe nya langsung menghampiri ku sambil membawa alat kebersihan.

" Mbak nya nggak apa-apa? " tanya salah satu karyawan yang bernama Guntur. Aku mengetahui namanya dari name tag yang ada di lebel baju.

" Nggak apa-apa mas. Maaf cangkirnya jatuh. Nanti saya minta tagihannya saja. Ini kelalaian saya. " jawab ku.

" Baju mbak basah. " ujarnya.

Aku langsung melihat baju gamis ku sudah terlihat basah dan lengket di area paha. " Iya. Nggak apa-apa mas. Tolong di bersihkan ya. Takutnya ada pecahan cangkir yang mengenai orang lain. "

Lalu karyawan itu dengan cekatan membereskan kekacauan yang sudah ku lakukan. Aku pindah posisi duduk nya. Aku masih berusaha menenangkan diri ku. Nggak lama kemudian Mira datang dan menghampiri ku. Aku langsung memintanya untuk bayar ganti rugi cangkir yang sudah kupecah kan di kasir. Selesai bayar dan memberikan uang tip pada karyawan yang bernama Guntur, lalu aku meminta Mira untuk kembali ke kamar suami ku.

Sampai kamar aku minta tolong Mira untuk mengambil baju ganti ku dengan piyama tidur karena sudah nggak ada lagi pakaian bersih di dalam koper kecuali itu. Rencana nya siang ini aku dan mas Adithya akan pulang ke apartemen. Mira sempat melihat bagian paha ku yang ada ruam merah.

" Mbak, itu paha nya ada ruam merah? Sebaiknya di obatin dulu. " kata Mira pada ku.

" Nanti saja. Saya mau istirahat dulu sebentar. " ucap ku lalu merebahkan diri di atas tempat tidur.

" Harus segera di obati mbak. Nanti kalau Pak Adithya tahu gimana? Saya pasti di marahin sama beliau. "

" Nanti ya. Kasih saya waktu setengah jam untuk istirahat. Sekarang kamu keluar dulu. " aku memberi pengertian pada Mira.

" Sebentar saja. Saya beli obat nya dulu ya mbak. "

" Kamu keras kepala. Ya sudah cepetan beli obatnya. "

Mira keluar kamar untuk ke pergi ke apotek. Sementara aku berusaha untuk menenangkan diri dengan cara mendengarkan musik meditasi agar semuanya kembali normal. Psikolog juga manusia biasa. Punya masalah. Bisa stress, depresi, trauma, cemas dan sebagainya. Psikolog butuh rekan sejawatnya untuk konseling dan terapi ketika ada masalah yang berhubungan dengan kesehatan mental nya. Sama hal nya seperti dokter bukan. Kalau sakit dokternya pasti konsultasi ke rekan sejawatnya dan di berikan resep obat. Di dunia ini nggak ada manusia yang sempurna.

Setelah merasa tenang, aku mulai merasa ngantuk dan perlahan mata ini mulai menutup. baru saja memejam kan mata sebentar, Mira sudah kembali ke kamar dan meminta ku untuk bangun karena dia akan mengobati luka ruam merah yang ada di paha ku. Tapi aku menolaknya karena aku bisa melakukan sendiri.

" Mana obatnya? Biar saya sendiri saja yang pakai. " kata ku sambil menerima salep nya dari Mira.

Mira masih menunggu ku di dalam kamar.

" Ya sudah. Kamu bisa keluar sekarang. Ini saya mau obati ruam merah nya. Setelah itu saya mau istirahat. "

Mira menghela nafas. " Baik mbak. Nanti kalau butuh sesuatu tinggal telepon saya. "

" Iya. Kamu jadi lebih cerewet sekarang. Biasanya kalau di klinik nggak begini "

Mira tersenyum. " Job desk nya kan beda mbak Hanna. Kalau sekarang saya jadi asisten pribadi mbak. "

" Iya. Iya. Saya tahu. kamu bisa keluar sekarang. Jangan lupa matikan lampunya. "

Akhirnya Mira keluar dari kamar. Aku membuka celana piyama ku dan mengobati luka ruam merah karena tersiram minuman panas cappuccino karamel tadi di kafe. Setelah itu aku menyimpan salep nya di atas meja nakas. Aku kembali rebahan di atas tempat tidur dan mencoba untuk melupakan bayangan masa lalu dan suara sirine ambulans. Nggak lama kemudian aku pun mulai mengantuk dan kembali masuk ke alam mimpi.

******

Aku terbangun ketika merasakan ada seseorang yang mencium kening ku. Dengan perlahan aku membuka kedua mata ku dan kini aku bisa melihat siapa orang nya. Ternyata suami ku. Dia sudah kembali, itu berarti operasinya sudah selesai. Ku lihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul satu siang.

" Sudah selesai mas operasinya? " tanya ku dengan suara serak khas orang bangun tidur.

" Baru saja selesai. Seharusnya jam sembilan selesai tapi ada satu pasien lagi yang harus mas tangani dan itu suami dari ibu Maisyaroh. " jawab mas Adithya.

Aku mengingat nama ibu itu. " Gimana operasi bypass nya? sukses kan mas? "

" Alhamdulillah berjalan sukses. "

" Syukurlah kalau berjalan lancar. "

" Mas sudah transfer kembali uang nya ke rekening kamu. "

" Kenapa di balikin mas? "

" Mas sudah koordinasi dengan manajemen rumah sakit dan buat surat ke bagian keuangan untuk membebaskan biaya operasi suami dari ibu Maisyaroh. Terlebih dokter bedah nya mas sendiri yang turun tangan. Mas nggak meminta biaya jasa operasi untuk pasien yang kamu bantu itu. "

" Makasih banyak ya mas. "

" Mas bangga sama istri mas yang cantik dan baik hati ini. "

" Mulai keluar gombalannya. "

" Sama istri sendiri ini. Oh ya tadi mas sudah bertemu dengan dokter Septian. Mas sudah mendengarkan penjelasannya. Mas minta maaf ternyata milik kamu lecet gara-gara mas terlalu bersemangat. "

" Sudah terjadi juga. Tapi mas harus puasa dulu selama dua hari. " ujar ku sambil tertawa.

" Kamu boleh tertawa sekarang. Tapi nanti setelah dua hari jangan harap mas kasih ampun. " katanya sambil mencubit kedua pipi ku dengan lembut.

" Tadi Mira bilang kamu memecahkan cangkir di kafe. Terus paha kamu katanya kena minuman panas? Coba mas cek? "

" Sudah di obatin tadi pakai salep thrombophob gel. "

" Biar mas cek dulu. Sekalian mas mau olesin salep yang dari dokter Septian ke milik kamu. "

" Nggak usah. Biar aku saja yang olesin salep nya. "

Mas Adithya langsung membuka celana piyama ku dan mengecek luka ruam nya. Setelah itu dia membuka celana dalam ku untuk mengobati luka lecet di area kewanitaan ku. Sumpah aku malu banget. Tapi lagi-lagi aku berpikir kalau suami ku adalah dokter. Ya walaupun bukan dokter obgyn. Dia melakukan hal ini bukan karena nafsu tapi memang untuk mengobati. Jadi aku mencoba untuk menenangkan diriku dan menghilangkan prasangka buruk ku pada suami ku

HANNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang