Aku yang baru keluar dari ruang praktik, terkejut saat melihat mas Adithya sedang duduk di kursi tunggu pasien sambil memainkan handphone nya. " Mas, kok kamu ada di sini? "
" Ada yang mau mas bicarakan dan ini penting. Kamu sudah selesai praktik nya? "
" Belum. Masih ada satu pasien lagi tapi nanti setelah makan siang jadwalnya. "
" Boleh mas masuk ke ruangan kamu? "
" Masuk saja mas. " Aku dan mas Adithya masuk ke dalam ruangan praktik ku." Jadi, mau bicara apa mas sama aku ? "
" Mas mau tanya bagaimana perasaan kamu saat ini ke mas, setelah Rafi kembali hadir dalam hidup kamu? "
Aku sempat terkejut saat mendengar ucapan dari mas Adithya. " Perasaan aku tetap sama kok. Aku sayang sama kamu, mas. "
Mas Adit menatap ku dengan tatapan seperti orang yang sedang mencari jawaban apa yang aku ucapkan adalah benar atau sebaliknya yaitu kebohongan. " Kamu kenapa, mas? Apa ada yang salah dengan ucapan aku? "
" ..... " mas Adithya hanya diam tapi pandangannya nggak lepas menatapku.
" Mas, kamu itu aneh. Tiba-tiba datang ke klinik terus mas menanyakan perasaan ku dan kenapa nama Rafi muncul lagi dalam pembicaraan kita ? "
" Mas tahu kalau di hati kamu sebenarnya masih tersimpan rasa untuk Rafi. " kata mas Adithya.
" Aku dan Rafi hanya lah masa lalu. Sementara masa depan aku itu sama kamu, mas. " ujar ku.
" Han, jangan membohongi hati kecil kamu. Jujur itu lebih baik. Aku bisa merasakan perubahan kamu saat bertemu dengan Rafi. Kalian masih ada rasa satu sama lain. "
" Terserah. Percuma bicara sama mas. Ternyata mas Adithya nggak percaya sama aku. " aku menghela nafas panjang. " Kalau pembicaraan ini masih seputar Rafi lebih baik aku pergi dari ruangan ini. "
" Kamu lari dari masalah. "
" Yang lari dari masalah itu siapa? Aku? Sudahlah nggak usah bikin masalah semakin rumit. Aku sudah memutuskan kalau masa depan aku itu sama mas bukan Rafi. " aku mulai mengeluarkan emosi ku dengan nada suara yang cukup tinggi. " Sekarang maunya mas apa? "
" Serius kamu tanya mas maunya apa? "
" Iya. Masa aku bercanda. Sekarang mau nya mas apa? "
" Kita menikah sekarang. Apa kamu siap? " perkataan mas Adithya membuat ku diam sesaat karena terkejut dengan apa yang baru dia katakan.
" Ha ? Apa mas, bisa kamu ulangi lagi ucapan tadi. "
" Kita akad nikah sore ini di Masjid Agung Al Azhar. Apa kamu siap ? "
" Mas nggak lagi bercanda kan. Bukan kah seharusnya pernikahan kita dua minggu lagi. "
" Bukankah niat baik itu harus di segerakan. Untuk apa mas bercanda. Kamu siap atau nggak itu pertanyaan mas. "
" Memangnya sudah bicara dengan bunda dan orang tua mas tentang akad nikah ini ? "
" Mas hanya butuh jawaban siap atau nggak. Kalau kamu siap, detik ini juga kita ke Masjid Agung Al Azhar untuk menjalani proses akad nikah. Tapi kalau kamu nggak siap sebaiknya pernikahan kita di undur sampai mas yakin kalau hati kamu hanya milik mas. "
" Itu namanya egois. "
" Egois gimana? Mas nggak mau apa yang menjadi milik mas, lalu diambil oleh orang lain. "
" Maksud mas apa? "
" Sudahlah. Mas hanya butuh jawaban dari kamu. Siap atau nggak? "
" Mas harusnya diskusi dulu dengan keluarga besar, bukannya ambil keputusan sendiri. "
" Hanna, ini terakhir kalinya mas tanya. Siap atau nggak? Kalau kamu masih nggak bisa memberikan jawaban itu berarti pernikahan kita terpaksa di undur. "
Aku diam sambil menatap mas Adithya. Jujur aku sendiri bingung harus jawab apa. Seandainya aku jawab siap, aku merasa masih ada yang perlu di selesaikan dengan Rafi. Tapi kalau jawaban ku nggak, maka pernikahan yang sudah di rencanakan pun terancam gagal. Aku nggak mau hanya karena Rafi, pernikahan ku gagal.
" Karena kamu nggak bisa menjawab, maka mas menyimpulkan kalau kamu nggak siap untuk melakukan akad nikah sore ini. Itu berarti hubungan kita untuk sementara jeda dulu sampai kamu yakin dengan perasaan yang kamu miliki hanya untuk mas seorang. "
" ..... " aku hanya diam dan masih mencerna ucapan mas Adithya.
Ketika mas Adithya bangkit dari tempat duduk, aku menatapnya begitupun sebaliknya. Kemudian dia mengelus kepala ku yang tertutup oleh hijab dengan lembut. Setelah itu dia beranjak pergi dari ruang praktik meninggalkan ku sendiri. Saat aku sudah mencerna dengan baik setiap perkataan mas Adithya, barulah aku sadar dan dengan cepat aku keluar dari ruangan ku untuk mencari nya.
Untungnya mas Adithya belum terlalu jauh perginya. Aku langsung memanggil nama nya dan berlari ke arah nya. Detik itu juga aku memeluknya dari arah belakang sambil menangis. " Maafkan aku, mas. Tolong jangan tinggal kan aku. Iya, aku siap menikah dengan mas sore ini. "
Mas Adithya tersenyum lalu menghapus air mata ku. Setelah itu dibawanya aku keluar dari klinik menuju parkiran mobil. Aku masuk ke dalam mobil di susul mas Adithya. Jarak dari klinik ke Masjid Agung Al Azhar nggak terlalu jauh. Hanya butuh waktu tiga puluh menit.
Dalam hati ku berkata ' Bismillah, semoga ini yang terbaik. Maafin aku Rafi. Semoga kamu juga bisa mengikhlaskan apa yang sudah menjadi keputusan ku. Kita memang tidak di takdirkan untuk bersama. '
*****
' Saya terima nikahnya dan kawinnya Hanna Kintani Putri Amalia bin Muhammad Arief Laksono ( alm ) dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan logam mulia sebesar seratus gram di bayar tunai ' Suara mas Adit mengucapkan kalimat ijab qobul dengan lantang dan jelas di depan penghulu, saksi dan keluarga besar ku dan dia, membuat ku meneteskan air mata.
' Bagaimana saksi? '
' Sah '
' Sah '
' Alhamdulillah ' Semua yang ada dalam masjid mengucapkan Hamdallah. Setelah itu pak penghulu membacakan doa. Selesai berdoa, aku dan mas Adithya harus menandatangani beberapa berkas dari KUA. Khusus untuk buku nikah, hanya mas Adithya yang perlu tanda tangan di bagian sigat ta'liq.
Kemudian mas Adithya memasangkan cincin kawin nya di jari manis tangan kanan ku. Lalu di kecupnya kening ku. " Alhamdulillah sekarang sudah halal Ny. Adithya Radi Hendratmoko. Bukan begitu sayang. " kata nya lalu tersenyum. Sementara aku hanya diam tersipu malu dengan apa yang dilakukan oleh nya yang sekarang telah resmi menjadi suami ku.
Ilustrasi mas Adithya dan Hanna
KAMU SEDANG MEMBACA
HANNA
RomanceBagaimana bila cinta pertama kamu hadir dan menyapa kembali? Itu lah yang sedang kualami saat ini. Pertemuan dengannya membuat ku kembali mengingat masa-masa di mana aku harus merasakan sakit karena cinta. Lebih dari lima Belas tahun aku mencintainy...