💕DUAPULUHSEMBILAN💕

341 29 0
                                    

Saat aku berjalan menuju pintu gerbang sekolah, Rafi terus memanggil dan mengejar ku tanpa lelah. Sayangnya aku nggak bisa berjalan cepat sehingga dia itu bisa menahan ku untuk tetap bersamanya. Dia memegang tangan kiri ku dan memaksa ku untuk ikut dengan nya menuju kantin sekolah.

" Raf, aku harus kembali ke hotel. Jangan paksa aku untuk tetap ikut bersama kamu. " kata ku dengan memelas.

" Han, kenapa kamu selalu saja menolak aku? Apa karena dulu aku sering menolak kehadiran kamu jadi sekarang kamu balas dendam? " tanya Rafi dengan nada kesal.

" Bukan begitu. kamu tahu kan aku sudah menikah. Nggak pantas kita jalan berdua tanpa izin suami ku. " jawab ku memberikan pengertian.

" Omong kosong. Aku tahu saat ini kamu sedang bertengkar dengan Adithya. Aku sudah pernah bilang, kamu nggak akan bahagia dengan Adithya."

" Jangan pernah ikut campur masalah aku dan mas Adithya. Kamu hanya orang luar. Raf, kita memang selalu di pertemukan oleh takdir tapi kita nggak berjodoh. "

" Nggak. Aku nggak setuju. Kamu jodoh ku, Han. "

" Jangan menyangkal, Raf. Kita harus realistis. Kamu memang bukan jodoh aku."

" Han, aku benar-benar tulus mencintai kamu. "

" Lupakan dan berhentilah untuk mencintai ku. Carilah kebahagian kamu sendiri. Dulu kamu bisa untuk bersikap cuek dan nggak peduli sama aku. Tolong jangan mempersulit rumah tangga ku dan mas Adithya. Aku juga berhak bahagia. "

" Aku memang bodoh karena pernah menyakiti perasaan kamu. Seandainya waktu bisa di putar kembali dan menurunkan sisi ego ku, mungkin nggak akan seperti ini ceritanya. "

" Semua sudah terjadi. Nggak ada yang perlu di sesali. Boleh aku kasih saran? "

" Apa? "

" Belajar untuk ikhlas dan carilah wanita yang bisa membuat kamu bahagia.  "

Setelah itu aku meninggalkan Rafi. Aku berjalan keluar pintu gerbang sekolah dan segera memanggil tukang ojek yang ku sewa tadi. Dengan perlahan aku naik ke atas motor kemudian meminta abang nya untuk mengantarkan ku kembali ke hotel tempat aku menginap. Pagi ini sudah cukup bagi aku untuk kembali mengenang saat aku tinggal dan sekolah di sini. Terlalu banyak kenangan di kota ini. Termasuk kehilangan Ayah di usia ku yang ke tujuh belas tahun karena serangan jantung.

Selama dalam perjalanan aku melihat banyak perubahan di kota ini. Dulu kota Sukabumi nggak banyak bangunan seperti sekarang. Hotel, mall dan cafe bisa di hitung pakai jari tangan. Tapi sekarang semuanya semakin banyak. Sehingga pemandangan nya pun nggak seperti dulu yang masih terlihat asri dan bersih. Terkadang aku merindukan masa-masa masih sekolah dan tinggal di sini. Apakabar teman-teman sekolah ku yang dulu pernah satu kelas? Sudah lama nggak ada kabar dari mereka. Aku pun juga jarang mengikuti acara reuni karena kesibukan ku bekerja dan kuliah.

Setengah jam kemudian, sampai juga di hotel Balcony. Aku turun dari motor lalu memberikan dua lembar uang seratus ribu pada abang ojek nya " Ini uangnya. Terima kasih ya bang. "

" Sama-sama neng. Saya pamit kalau begitu. " kata abang ojeknya.

Aku masuk kedalam hotel menuju resepsionis untuk mengambil kunci kamar. Saat aku hendak menuju lift, tiba-tiba mas Adithya memanggilku dan menyuruh ku untuk menunggu nya. Aku bisa melihat kalau suami ku dan asisten nya sedang berbicara dengan salah satu staff resepsionis.

" Masih lama nggak? " tanya ku pada mas Adithya.

" Kamu duduk dulu. Tunggu sebentar ya. " jawab nya lalu kembali berbicara dengan Restu dan Staff hotel nya.

Lima belas menit kemudian mas Adithya menghampiriku dengan membawa koper miliknya. " Yuk, kita ke kamar kamu. " kata mas Adithya.

" Mas kan nginep nya di Anugrah Hotel. " ujar ku sambil melihat kopernya.

" Cukup satu malam saja mas tidur sendiri. " ucapnya lalu di genggamnya tangan kanan ku sambil jalan menuju lift.

Sampai pintu lift kami berdua masuk ke dalam. Sementara Restu masih di lobby. Mungkin menunggu kamar nya yang sedang di siapkan. Tiba di lantai empat, aku dan mas Adithya keluar bersama menuju kamar hotel yang sebelumnya aku tempati. Aku membuka kuncinya dengan menempelkan kartu ke gagang pintu yang terdapat sensornya.

Mas Adithya melepaskan genggamannya dan aku bisa masuk lebih dahulu ke dalam kamar. Ku lihat suami ku membuka sepatu nya dan dia simpan di rak berdampingan dengan sepatu milik ku. Lalu dia memakasi sendal hotel dan  menyimpan kopernya di samping koper milik ku. Sementara aku membuka pintu balkon dan duduk di kursi anyaman rotan.

" Sayang, kamu lagi apa? " tanya mas Adithya dari dalam.

" Lagi duduk sambil menikmati pemandangan alam ciptaan Allah. " jawab ku.

Lalu dia menghampiriku dan duduk di samping ku. " Tahu dari mana aku nginep di hotel ini? " kali ini aku yang bertanya.

" Dari Restu. Dia tahu dari supir Go Car kemarin. " jawab nya.

" Terus ngapain sekarang di sini? Mau ribut lagi kita? "

" Maaf kalau semalam aku emosi. Aku benar-benar nggak bisa melihat kamu dengan Rafi. Aku sangat cemburu hingga aku nggak bisa menahan emosi aku. "

" Selalu seperti itu. Aku juga nggak mau bertemu Rafi. Seharusnya mas melindungi aku bukan malah marah dan cemburu seperti itu."

" Mas sadar kalau apa yang kemarin mas lakukan itu salah. Maafin mas ya. "

" Tapi jangan di ulangi lagi. Mas harus percaya sama aku. Kita ini sudah menikah. Rafi hanya lah cobaan dalam rumah tangga kita. Seharusnya saling menguatkan, bukan jadi bertengkar. "

" Iya. Sekali lagi mas minta maf. Terus gimana dengan kaki kamu? Masih sakit? "

Aku melihat salah satu kaki ku yang terlihat bengkak. Padahal semalam nggak bengkak. " Nggak apa-apa. Cuma bengkak sedikit. Nanti aku kompres air hangat. "

" Coba aku cek. Takutnya parah cidera di kaki kamu. "

" Nggak usah mas. " aku menolaknya dengan halus.

" Sini, biar mas cek dulu. " mas Adithya meminta kaki ku yang terkilir untuk di naikan ke atas meja.

Aku angkat kaki ku yang bengkak ke atas meja. Lalu suami ku memeriksa kondisi kaki ku. Dia sempat beberapa kali menanyakan apakah kalau di tekan sakit atau di gerakan kaki nya nyeri. Aku menjawab iya. Setelah itu mas Adithya melihat kedua pergelangan tangan ku yang masih terlihat merah. Selesai memeriksa kondisi kaki dan tangan ku, dia menelepon asisten nya untuk membelikan obat di apotik.


HANNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang