Aku terbangun dan melihat suami ku sedang tidur dengan posisi duduk di atas kursi. Aku kembali mengingat apa yang terjadi sebelum akhirnya aku pingsan. Sebenarnya ada apa dengan ku? Kenapa aku mengalami pendarahan? Apa benar kalau aku hami? Kalau aku hamil itu berarti aku mengalami keguguran. Ya Tuhan, aku benar-benar nggak tahu. Aku merasa kalau diri ku ini nggak hamil. Aku berpikir perubahan hormon yang ku rasakan memang karena mau menstruasi.
Nadira dan Kinan sempat menyuruh ku untuk test pack tapi aku malah menundanya karena merasa takut kalau ternyata hasilnya nggak hamil dan itu akan mempengaruhi psikologis ku. Tapi kalau memang aku hamil tentu saja ada rasa penyesalan dalam diriku. Aku harus bertanya sama mas Adithya apa aku memang hamil atau hanya menstruasi biasa. Tapi kalau menstruasi, aku nggak pernah merasakan sakit yang luar biasa seperti itu.
" Mas Adithya. " panggil ku pada suami.
Mas Adithya yang mendengar namanya dipanggil langsung bangun dan melihatku. Dia tersenyum sambil mengecup kening ku. " Sudah bangun ternyata istrinya mas. "
" Aku kenapa mas? " tanya ku penasaran.
" Kamu hamil sayang dan sempat mengalami pendarahan. " jawab mas Adithya sambil mengelus kepala ku.
" Hamil? Pendarahan mas? " tanya ku lagi.
" Iya. Kamu sedang hamil. Akibat benturan kamu mengalami pendarahan. Tapi mas harus bilang kalau kandungan kamu lemah. Jadi untuk beberapa hari ini harus bed rest dulu ya sayang. " jawabnya menjelaskan.
" Maafin aku ya mas. Aku nggak tahu kalau hamil. Aku berpikir akan mengalami menstruasi seperti biasanya. "
" Kamu nggak salah. Seharusnya aku yang minta maaf karena kurang memperhatikan istrinya. Mas terlalu sibuk dengan pekerjaan hingga kamu hamil saja mas nggak sadar. " setelah bicara, mas Adithya langsung memeluk ku.
" Ini bukan salah mas. Jadi jangan menyalahkan diri lagi. Lebih baik sekarang kita banyak berdoa semoga janin yang ada dalam kandungan ku saat ini bisa kuat mas. "
" Iya sayang. Kita harus banyak berdoa dan fokus pada janin yang ada dalam kandungan kamu. "
Setelah itu mas Adithya melepaskan pelukkan nya dan terseyum pada ku. Aku membalas senyumannya. Lalu dia elus bagian perut ku hingga beberapa kali lalu. " Maafin ayah, nak. Kehadiran mu tidak kami ketahui. Kamu harus kuat ya, nak. " katanya lalu menangis.
Aku berusaha untuk menenangkan dan menguatkan suami. Memang ini nggak mudah untuk kami. Ketika cobaan silih berganti dalam rumah tangga kami. Masalah Rafi dan Ranti saja belum selesai. Kini datang lagi masalah baru. Ketika mendengar kalau kandungan ku lemah aku hanya bisa pasrah dan mendekatkan diri pada sang pencipta. Semoga dibalik ujian ini ada kebahagian yang menunggu kami berdua.
Bunyi ketukan pintu membuat ku dan mas Adithya kaget. Lalu kami melepaskan pelukan dan mempersilkan masuk. Ternyata Bunda dan kedua orang tua mas Adithya yang datang. Mereka satu persatu memeluk dan menguatkan ku dalam menghadapi ujian ini. Setelah itu Papah meminta suami ku untuk keluar kamar karena ada yang mau di bicarakan.
" Mamah kaget saat Papah telepon kalau kamu masuk rumah sakit karena pendarahan. Kenapa kamu nggak bilang kalau lagi hamil sayang? " tanya Mamah pada ku.
" Hanna juga nggak tahu kalau lagi hamil, Mah. Nggak ada tanda-tanda seperti kebanyakan orang yang sedang hamil. Kecuali Hanna lebih manja dan maunya di perhatiin sama mas Adithya. Lebih sensitif juga. Hanna pikir ini karena pengaruh hormon mau menstruasi. " jawab ku.
" Terus kata dokter bagaimana? " kali ini Bunda yang bertanya.
" Hanna belum ketemu sama dokternya. Tapi mas Adithya bilang harus bed rest. " aku menjawabnya dengan nada sedih.
" Ya sudah. Kamu jangan banyak pikiran. Harus sabar dan banyak berdoa semoga saja janin yang ada dalam kandungan kamu kuat. " ucap Mamah sambil memegang salah satu tangan ku untuk menguatkan.
" Bener kata Mamah, kamu nggak boleh banyak pikiran. Harus sabar dan ikhlas apa pun nanti hasilnya ya sayang. " ujar Bunda sambil mengecup keningku dan mengelus kepala ku.
" Sudah makan belum? " Mamah bertanya.
" Belum, Mah. Hanna baru siuman. " jawab ku sambil menggelengkan kepala ku.
" Sudah waktunya makan malam. Mau bunda suapin? Makananya sudah ada nih di meja. "
" Nanti saja. Belum lapar. "
" Makan ya walaupun sedikit. Nanti tambah lemas. Apalagi di dalam perut kamu ada janin yang sedang berjuang untuk bertahan. "
Mendengar itu aku pun langsung meminta makanan nya. Bunda menyuapi ku dengan perlahan. Tapi aku nggak sanggup untuk menghabiskan buburnya dan Bunda mengerti. Setelah itu Mamah memberikan aku gelas air putih dan aku langsung meminumnya. Aku mengucapkan terima kasih pada Bunda dan Mamah. Di saat seperti mereka datang dan menguatkan ku.
Selesai makan, Mamah memberikan obat yang harus ku minum. Cukup banyak tapi aku meminumnya satu persatu. Setelah minum obat aku pun kembali istirahat. Sementara Bunda dan Mamah duduk di sofa panjang sambil berbicara. Tiba-tiba aku kepikiran Rafi. Bagaimana kondisi dia sekarang? Aku berdoa semoga hubungan nya dengan Ranti bisa di perbaiki. Jangan sampai karena masalah ini, mereka jadi berpisah.
*****
Entah berapa lama aku tidur. Tapi yang pasti saat aku bangun hanya ada mas Adithya yang duduk di sofa panjang sambil membuka laptop dan sesekali dia membaca beberapa dokumen yang ada di meja. Aku tahu dia sedang sibuk bekerja. Tapi aku butuh ke kamar mandi untuk buang air kecil.
" Mas, lagi sibuk ya? " tanya ku.
" Nggak sayang. kamu butuh sesuatu? " jawabnya lalu kembali bertanya.
" Aku mau ke kamar mandi. Pengen buang air kecil. " kata ku.
Mas Adithya langsung menghampiriku dan menggendong ku dari depan menuju ke kamar mandi. Sampai di kloset aku langsung buang air kecil. Aku melihat masa ada darah dip embalut ku. Suami ku melihatnya. Setelah selesai, dia kembali menggendong ku menuju tempat tidur. Aku mengajaknya untuk ikut berbaring bersama ku. Aku langsung memeluknya.
" Mas, aku takut sekali. " kata ku dengan nada cemas.
" Apa yang kamu takuti sayang? " tanya nya.
" Masih ada darah yang keluar dari milik ku. Aku takut kehilangan dia, mas. " jawab ku.
" Tenang sayang. Kamu nggak boleh berpikir negatif. Nanti mas tanya dokter Septian ya. Dia yang menangani kamu. "
" Aku takut mas. Mas jangan tinggalin aku. "
" Iya. Kamu tenang ya. Sekarang istirhat lagi ya. "
Mas Adithya berusaha menenangkan ku. Padahal aku tahu dia pun khawatir dan cemas. Tiba-tiba aku merasa perut ku mules dan sakit sekali. Rasa sakitnya seperti saat menstruasi tapi ini lebih sakit lagi. Aku menangis dan pelukkan suami ku.
" Sakit mas. " kata ku sambil meremas tangan suami ku.
" Kamu keringat dingin begini. Sakit banget ya. Tunggu ya mas panggil dokter Septian dulu. " katanya sambil mengeluarkan handphone nya dari saku celana.
Mas Adithya langsung menelepon dokter Septian sementara aku terus mengeluh sakit di perut ku. Rasanya ingin buang air besar juga. Aku semakin kencang memegang tangan suami ku dan menangis. " Sakit mas. Aku nggak kuat lagi. "
" Bertahan sayang. Mas lagi bicara dengan dokter Septian. "
Aku menganggukan kepalaku tapi masih menahan sakit. Setelah mas Adithya berbicara dengan dokter Spetian. Sepuluh menit kemudian beliau datang dan memeriksa kondisi ku dengan teliti dan dia juga membawa alat usg untuk melihat janin ku. Lalu dokter Septian mengajak suami ku untuk keluar sebentar. Aku nggak tahu apa yang mereka bicarakan tapi setelah mas Adithya kembali, dia langsung memeluk ku dan berbicara serius sama aku.
" Sayang, anak kita sudah nggak ada. Kamu harus menjalani proses kuret malam ini juga. " kata mas Adithya dan itu membuat ku kaget.
Detik itu juga aku menjerit dan menangis kencang. Mas Adithya berusaha untuk menenangkan ku. Beginikah rasanya kehilangan anak yang baru saja ku ketahui? Rasanya sakit sekali. Aku terus saja menangis dalam pelukkan suami ku. Dia mencoba untuk tetap tegar walaupun aku tahu dia juga sedih karena harus kehilangan anak pertamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HANNA
RomanceBagaimana bila cinta pertama kamu hadir dan menyapa kembali? Itu lah yang sedang kualami saat ini. Pertemuan dengannya membuat ku kembali mengingat masa-masa di mana aku harus merasakan sakit karena cinta. Lebih dari lima Belas tahun aku mencintainy...