💕ENAMPULUHENAM💕

228 17 0
                                    

Saat ini aku sedang berada di rumah Nadira. Aku menangis dan bercerita mengenai pertemuan ku dengan Rafi. Aku bertemu dengan pria itu karena aku mau tahu bagaimana hubungan dia dengan Ranti. Lalu aku juga menceritakan bagaimana mas Adithya tiba-tiba datang dan marah pada ku. Suami ku mengganggap kalau aku berselingkuh dengan Rafi. Padahal aku bertemu Rafi karena beberapa minggu ini aku selalu mendapat teror ancaman dan hinaan melalaui telepon ataupun pesan melalui What's up dari Ranti.

" Han, aku mengerti perasaan kamu. Tapi harusnya sebelum bertemu dengan Rafi, kamu izin dulu sama mas Adithya. Seharusnya kamu cerita mengenai Ranti ke suami maupun Rafi. " kata Nadira pada ku.

" Aku memang salah karena nggak minta izin sama mas Adithya. Tapi janganlah dia menuduhku selingkuh. Aku janjian sama Rafi pun di restoran yang ada di mall. " ucap ku sambil menghapus air mata.

" Iya. Aku nggak menyalahkan kamu bertemu dengan Rafi, Han. Terus sekarang suami kamu gimana? Kamu ke tempat aku apa sudah minta izin sama mas Adithya? " tanya nya.

" Mas Adithya sudah hampir satu minggu nggak pulang ke apartemen. Aku tanya asistennya nggak jawab. Aku telepon nggak di angkat, kirim pesan lewat What's Up hanya di baca saja. Aku jadi bingung sekarang. "jawab ku.

" Coba nanti aku tanya mas Rizal. Kamu tenang dulu ya. " Nadira mencoba menenangkan ku.

Tiba-tiba bunyi dering telepon terdengar dari Iphone milik ku. Lalu aku melihat nomor nggak di kenal yang tertera di layar. Aku hanya mendiamkan karena nomornya nggak di kenal. Tapi nomor itu terus melepon ku dan Nadira meminta ku untuk mengangkatnya. Lalu dia meminta ku untuk di loudspeaker. Ternyata yang menelepon adalah Ranti. Dia menanyakan keberadaan ku karena ingin bertemu. Nadira membisikkan ku untuk bertemu di rumah nya. Mau apa lagi wanita itu. Aku lelah sekali. Padahal aku Rafi sekarang hanya berteman.

Setengah jam kemudian Ranti baru datang. Nadira meminta ku untuk bertemu lebih dulu dengan wanita itu. Aku langsung menyapanya dan menanyakan ada apa ingin bertemu dengan ku. Di depan rumah Nadira, Ranti marah-marah pada ku. Dia juga memaki ku dengan kata-kata kasar. Dia mendorong ku hingga aku jatuh. Aku bangkit dan berusaha menenangkan Ranti. Aku kasihan padanya. Dia seperti orang yang sedang depresi. Aku lebih banyak diam.

Sementara aku sempat melihat Nadira yang memperhatikan ku dari jendela rumah nya. Aku dengan sabar menangkan Ranti. Aku sudah berkali-kali menjelaskan kalau hubungan ku dengan Rafi hanya berteman. Kenapa dia terus saja menyalahkan ku. Seharusnya Ranti harus mencoba untuk mencari perhatian tunangannya agar luluh hatinya. Bukan malah marah-marah seperti ini.

Aku meminta padanya untuk berhenti meneror ku atau aku akan melaporkannya ke pihak berwajib. Tapi dia bilang nggak takut. Ranti malah tertawa sambil melihat ku.

" Perbaiki diri kamu kalau mau memang serius untuk mendapatkan hati Rafi. Bukan dengan cara seperti ini. Semakin kamu menyakiti aku, maka Rafi akan semakin membenci mu. " ujar ku padanya.

" Aku sudah berusaha untuk mengambil hati Rafi. Tapi dia selalu saja memikir kamu. Pdahal dia tahu kalau aku sangat mencintainya. " katanya dengan emosi.

" Bukan salah aku kalau Rafi masih memikirkan ku. Kamunya harus sabar dan cari cara untuk mendapatkan hati dia. Bukan malah membuat aku keguguran seperti kemarin. Dia semakin benci kalau kamu nggak merubah diri dan nggak bisa mengontrol emosi. "

" Semua itu penyabab nya kamu. Kenapa kamu harus hadir kembali di kehidupan Rafi yang sebentar lagi akan menikah dengan ku? " Ranti masih terus saja menyalahkan ku.

" Bukan aku yang mau kembali hadir di kehidupan Rafi. Bahkan aku sudah melupakan Rafi. Tapi takdir lah yang lagi-lagi mempertemukan kami berdua. "

" Nggak usah bilang kalau pertemuan kalian itu takdir. Bagi aku kamu itu pelakor yang membuat hubungan aku dan Rafi hancur berantakan. "

" Aku menyarankan sebaiknya kamu konsultasi lagi ke Nadira. Supaya mental kamu nggak terganggu seperti ini. "

" Kamu pikir aku gila? Ha? Aku itu normal ya. "

" Siapa yang bilang kamu gila? Aku hanya menyarankan agar kamu berobat dan konsultasi ke Psikolog lagi. Lanjutkan konselingnya dengan Nadira. "

Beruntung rumah Nadira ini komplek perumahan. Jadi nggak begitu ramai. Aku sudah mulai lelah berdebat dengan Ranti. Masalah dengan mas Adithya saja belum selesai. Kepala ku rasanya pusing. Aku maunya pergi saja dan menghindari masalah ini. Tapi itu nggak mungkin. Semua masalah harus aku hadapi dengan baik untuk mencari jalan keluarnya. Berbicara panjang dengan Ranti saat ini pun percuma karena dia nggak bisa berpikir dengan baik. Emosi yang menguasainya.

" Sebaiknya kamu pulang dan istirahat. Nggak enak ini di rumah sahabat aku. Lain kali kita bicara lagi. "

Setelah itu aku meninggalkannya dan berjalan menuju ke dalam rumah Nadira. Saat aku sedang berjalan tiba-tiba Nadira berteriak memanggilku.

" Hanna, awas!! " teriak Nadira dari dalam Rumah. " Lihat ke belakang. "

Aku langsung melihat ke belakang dan ternyata Ranti sedang memegang pisau lipat dan dia dengan penuh emosi berjalan menghampiri ku dan melukai bagian perut ku dengan pisau miliknya. Aku kaget dan Nadira langsung mendorong Ranti dan pisau yang ada di tangannya pun jatuh ke lantai. Aku mulai merasakan bagian kanan perut ku sakit dan aku bisa melihat darah yang merembes ke pakaian yang ku kenakan. Ranti melihatnya dan dia langsung kabur dari rumah Nadira.

Awalanya Nadira mau mengejar Ranti, tapi aku tahan. " Jangan. Biarkan saja dia pergi. " kata ku pelan.

" Han, kamu berdarah. " ujar Nadira sambil melihat ku yang meringis kesakitan.

Saat Nadira akan membawa ku ke dalam rumah, Mobil mas Rizal datang dan dia membuka pintu gerbang rumah. Namun saat dia akan memasuki mobilnya, Nadira meminta suami nya untuk menolong ku. Aku nggak tahu apa yang mereka bicarakan. Tapi setelah itu suami Nadira langsung membawa ku ke dalam mobilnya dan mereka akan membawa ke ruamah sakit terdekat.

" Sayang, tekan luka Hanna dengan tangan kamu. Supaya darahnya nggak mengalir terus. " kata mas Rizal meminta Nadira untuk menekan bagian luka ku yang terus keluar darah.

" Iya mas. Ini aku tekan lukanya dengan kedua tangan ku. " ujar Nadira.

" Mas bawa ke rumah sakit tempat kerja ya? Kalau ke tempat Adithya terlalu jauh. "

" Iya. Ke rumah sakit tempat mas saja. "

Saat itu aku sudah merasa antara sadar dan nggak sadar. Nadira menyuruh ku untuk tetap sadar. Aku bisa melihat raut wajahnya yang panik sambil terus menangis. Dia bilang jarak ke rumah sakit hanya sepuluh menit dan aku harus bertahan. Sampai di rumah sakit, aku langsung di bawa ke IGD dan setelah itu aku nggak sadarkan diri. Semua menjadi gelap gulita.  

HANNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang