💕 EMPAT 💕

915 60 0
                                    

Ilustrasi ruang keluarga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ilustrasi ruang keluarga

Aku menatap mas Adithya yang sedang tersenyum sambil menatapku dengan tatapan penuh hangat dan cinta. Aku merasa gugup setiap kali di tatap oleh nya. Terkadang jantung ku pun ikut berdegup kencang saat bersamanya. Apa ini yang dinamakan cinta? Entahlah. Aku sendiri juga bingung.

" Mas, kenapa sih kamu lihatin aku terus? Ada yang aneh sama wajah ku. " tanya ku penasaran. Sementara orang yang di tanya malah ketawa.

" Memangnya nggak boleh lihatin calon istri mas yang cantik. " jawab mas Adithya.

" Gombal mu mas receh banget. " kata ku sambil mencubit lengan kanan nya.

" Mas nggak gombal, tapi memang kamu cantik dan bikin jantung mas berdegup kencang kalau lagi sama kamu."

Aku tersipu malu saat mendengar ucapan mas Adithya. " Jadi mas ke sini mau ngapain? Ini masih terlalu pagi loh untuk bertemu dengan pihak Wedding Organizer. "

" Mau ikut sarapan boleh kan? Baru selesai operasi langsung ke sini. Sekalian istirahat. "

" Ya sudah. Nggak apa-apa. Lagian pasti bunda senang kalau mas sarapan pagi di sini. "

" Pasti senang, mas kan calon mantu kesayangannya. "

" Percaya diri banget sih mas. "

" Percaya diri itu modal mas untuk mendapatkan hati seorang Hanna. "

" Apaan sih mas. Nggak nyambung banget. Apa hubungannya coba percaya diri sama mendapatkan hati aku. Kayaknya nggak ada deh. "

Baru mas Adithya mau bicara, tiba-tiba bunda memanggil kami untuk segera menuju meja makan. " Sarapan pagi nya sudah siap. Bunda tunggu kalian di meja makan. " kata bunda sambil tersenyum.

Dengan semangat mas Adithya bangkit dari sofa dan tanpa permisi dia menggengam tangan kanan ku. " Yuk, Perut mas udah minta diisi nih. Tadi operasi mulai dari jam dua malam dan baru selesai jam enam pagi. "

" Iya. Iya, yang sudah kelaparan. Yuk langsung ke ruang makan."

Kami pun berjalan bersama meninggalkan ruang keluarga menuju ruang makan. Setelah sampai ruang makan kami duduk dan bunda menyuruhku untuk mengambilkan nasi dan lauk pauk untuk mas Adithya. Kata bunda supaya terbiasa. Jadi kalau sudah nikah nggak canggung lagi. Aku sempat menatap bunda yang memancarkan aura bahagia ketika melihat kami makan bersama.

Ilustrasi ruang makan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ilustrasi ruang makan


*****

Nggak terasa jam sudah menunjukkan angka sepuluh. Bunda mengingatkan ku untuk membangunkan Mas Adithya yang sedang istirahat di kamar tamu. Aku yang sedang rebahan di sofa ruang keluarga, kemudian bangun dan berjalan menuju kamar tamu. Aku ketuk pintu kamarnya." Mas. Bangun. Sudah jam sepuluh pagi."

" Lima belas menit lagi mas turun. " kata mas Adit dengan nada serak khas orang bangun tidur " Kamu jangan lupa siap-siap ya."

" Iya. Kalau begitu aku langsung ke kamar ya mas. Nanti tunggu saja di ruang keluarga. " ujarku.

Setelah itu aku pergi menuju kamar. Lalu mencari baju gamis berwarna biru di lemari pakaian. Nggak lupa aku memadukan dengan hijab yang senada warnanya dengan gamis yang ku pakai. Tanpa berlama-lama lagi aku mengganti pakaian rumah ku dengan gamis, setelah itu aku memakai hijabnya. Nggak lupa aku pakai bedak, lipstik berwarna nude agar telihat fresh dan menyemprotkan parfume kesukaan ke baju gamis yang ku pakai.

 Nggak lupa aku pakai bedak, lipstik berwarna nude agar telihat fresh dan menyemprotkan parfume kesukaan ke baju gamis yang ku pakai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ilustrasi baju gamis biru Hanna

Aku mengambil tas yang biasa aku pakai untuk pergi jalan santai. Nggak lupa Iphone, Ipad, kabel charger, dompet, dan power bank segera aku masukan kedalam tas. Lalu aku keluar dari kamar menuju ruang keluarga. Ku lihat mas Adithya sedang duduk bersama bunda sambil nonton televisi.

" Sudah siap? " tanya mas Adit.

" Nggak lihat aku sudah rapih dan wangi seperti ini. " jawab ku.

" Maksudnya, kamu sudah siap jadi istri mas? "

" Kalau nggak siap dari dulu saja aku sudah tolak kamu, mas. Pertanyaannya aneh banget. "

Setelah itu kami pamitan pada bunda. Aku masuk kedalam mobil milik mas Adithya, di susul kemudian dia yang masuk. " Jangan lupa pasang safty belt nya. " mas Adithya mengingatkan. " Aku nggak mau sampai terjadi sesuatu sama kamu."

" Iya, mas. "

Perjalanan menuju tempat Wedding Organizer membutuhkan waktu kurang lebih satu jam setengah. Selama dijalan aku hanya diam sambil dengerin musik yang di setel oleh mas Adithya. Hingga akhirnya aku ketiduran. " Han, bangun. Kita sudah sampai. " mas Adithya mencoba membangunkan ku dengan lembut.

Untungnya aku buka tipe orang yang susah dibangunin kalau tidur. " Kita sudah sampai ya? Maaf mas aku ketiduran. "

Dia hanya tersenyum. Lalu kami berdua keluar dari mobil menuju kantor Wedding Organizernya. Sesampainya disana, kami sudah di sambut oleh Mas Robby dan Mbak Danian yang menangani pernikahan kami. Meeting di lakukan di ruangan mas Robby. Pembicaraan berlangsung hampir satu jam.

Dimulai dari jumlah undangan yang di sebar yaitu seribu undangan. Tempat akad nikah sesuai dengan yang keinginan ku di Mesjid Agung Al Azhar. Sementara acara resepsi pernikahan, mas Adit memilih untuk di Grand Ballroom Hotel Indonesia Kempinski Jakarta. Untuk pelaminan dan dekorasi, kami sepakat menggunakan model internasional.

Aku juga sudah menunjuk salah satu butik milik teman dekat ku yang bernama Sanira untuk membuat gaun muslim pengantin dan setelan jas untuk kami baik untuk akad maupun resepsi pernikahan. Mengenai catering, mbak Danian memberikan tahu kita kalau ada test food untuk hari minggu ini di Hotel Bidakara Jakarta Selatan. Sementara untuk make up aku mempercayakan pada adik ku yang memang bekerja sebagai MUA dan sudah banyak artis memakai jasanya. Selebihnya akan dibahas kembali minggu depan.

Mengenai harga, mas Adithya bukanlah orang yang pelit dan hemat. Kata dia pernikahan itu sekali seumur hidup. Berapapun biayanya pasti akan dibayar karena mas Adithya sudah mengumpulkan uang untuk biaya pernikahannya sejak zaman kuliah. Tanpa bantuan dari Ayahnya, dia masih mampu untuk membiayai pernikahan yang kami inginkan. Aku sangat beruntung bukan.

Aku juga bersyukur karena kedua orang tua kami memberikan kebebasan untuk merancang pernikahan sesuai dengan yang kita inginkan kecuali tamu undangan. Ayahnya mas Adithya sudah memberikan list siapa saja yang akan diundang. Kalau di hitung-hitung jumlahnya mencapai empat ratus undangan. Sisanya untuk kami berdua.

Selesai pertemuan mas Adithya mengajakku mampir ke mall Pondok Indah II untuk makan siang di tempat kesukaannya. Katanya sudah lama dia nggak makan di restoran itu sekalian dia mau bertemu temannya yang sudah lama nggak ketemu. Awalnya aku menolak tapi memang mas Adithya pandai meluluhkan hatiku. Lagian juga ini sudah masuk jam makan siang dan kebetulan aku lagi lapar jadi apa salahnya aku menerima ajakan nya.

HANNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang