Entah berapa lama aku tertidur tapi aku merasa saat bangun badan ku terasa lebih segar dan pegal nya pun sangat berkurang. Aku berterima kasih pada Ibu Meta yang memijat ku hingga aku tidur terlelap. Aku pandang jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Tapi mas Adithya belum juga ke datang ke kamar ini. Aku turun dari tempat tidur lalu pergi ke kamar mandi cuci muka dan sikat gigi.
Saat sedang cuci muka, tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka. Aku melihat mas Adithya masuk kedalam dan langsung memeluk ku dari belakang. " Main masuk saja ini suami ku. Gimana kalau aku lagi mandi? malu tahu mas. "
" Iya nggak apa-apa. Kita bisa mandi bareng. Lagian juga mas sudah lihat dan merasakan milik kamu. Jadi on lagi milik mas. " ucap suami ku masih sambil memeluk ku.
" Nggak dulu ya mas. Ini masih nyeri. Mau jalan saja sudah seperti siput, pelan-pelan banget. Punya kamu bener-bener bikin aku kewalahan. " aku menolaknya dengan halus.
" Tapi enak kan? Kalau nggak enak kamu nggak akan teriak panggil nama mas saat klimaks. Jujur saja. Bener nggak yang mas bilang. " katanya sambil mencium tengkuk ku.
" Apaan sih. Sudah ah ganti topik. Kalau di lanjutin malah jadi kemana-kemana pembahasannya. " ujar ku dengan raut wajah malu.
" Kita kejar setoran yang. Biar bisa cepat punya anak. " ujarnya. Lalu dia membalikkan tubuh ku dan kini kita saling berhadapan.
" Tapi nggak begitu juga mas. Aku nggak sanggup kalau seperti itu. Milik aku bisa lecet dan bengkak nanti. Kamu nggak kasihan sama aku? " protes ku.
" Kalau lecet dan bengkak tinggal mas obatin. Tinggal minta resepnya sama dokter Septian nanti. "
Aku mau protes kembali tapi mas Adithya langsung mencium ku dengan lembut dan intens. Cukup lama kita melakukannya hingga akhirnya aku meminta nya untuk berhenti karena mulai kehabisan nafas. Kita berdua sama-sama diam tapi mata kami saling menatap dengan penuh cinta. Mas Adithya tersenyum dan aku membalas senyuman nya. Dia mencium kening ku lalu kembali memeluk ku.
" Bibir kamu manis dan selalu mejandi candu buat mas. " bisik nya di telinga kanan ku. " Temenin mas mandi ya? "
" Sudah malam mas. Cuci muka saja ya. " aku memberikan saran.
" Nggak mau. Mas tetap mau mandi. Lagian mandinya pakai air hangat. " Mas Adithya menolaknya.
" Sudah besar minta temenin mandi. Nggak malu sama umur. "
" Ya nggak apa-apa. Nggak ada hubungan nya sama umur. Kita mandi bersama ya? "
" Nggak mau. Mas saja yang mandi sendiri. "
" Jangan menolak permintaan suami. Dosa loh kamu. "
Kalau sudah bawa agama begini nih. Dalam Islam seorang istri nggak boleh menolak permintaan suami. " Hanya mandi ya mas? Nggak lebih. "
Dia melepas pelukkannya dan tersenyum manis pada ku. " Nggak janji ya kalau itu. "
" Ya sudah kalau begitu nggak jadi. "
Aku hendak keluar dari kamar mandi tapi tangan ku kiri ku di pegang oleh nya. Lalu dia menyuruh ku untuk ikut ke dalam ruang kaca yang ada pancuran nya. Setelah itu dia nyalakan keran nya dan baju kami pun sudah mulai basah. Mas Adithya kembali mencium bibir ku sambil tangannya membuka baju gamis dan dalaman yang ku pakai.
Aku pasrah saja karena percuma menolak apalagi melawan. Setelah membuka semua pakaian yang ku kenakan lalu gantian dia yang membuka pakaian nya. Maas Adithya berhenti mencium ku dan dia mengambil sabun cair dari dispenser sabun yang menempel di tembok. Lalu dia balurkan sabun cairnya ke tubuh ku mulai bagian leher, pundak, dada, perut, punggung, paha hingga kaki. Mas Adithya melakukan nya dengan perlahan dan lembut.
Selesai aku yang di sabuni oleh nya kini gantian aku yang membalurkan sabun cair ke seluruh tubuh suami ku. Aku sangat hati-hati menyabuni nya karena takut membangunkan miliknya. Kalau bangun aku yang repot karena harus menenangkan miliknya. Aku harus melayaninya nggak cukup satu kali. Maka dari itu aku mencari aman.
Kami bergantian menggunakan pancuran untuk membersihkan diri dari sabun. Aku bersyukut karena kali ini mas Adithya bisa menahan nafsu nya. Walaupun aku bisa melihat bagiannya sempat menegang tapi nggak lama kemudia miliknya lemas lagi. Dia menyuruh ku untuk keluar lebih dahulu. Lalu aku keluar menuju kamar tidur dan mengambil koper untuk mencari piyama tidur untuk ku dan mas Adithya.
Selesai memakai baju aku rebahan diatas kasur. Nggak lama kemudian mas Adithya keluar dari kamar mandi dan langsung memakaian piyama nya dan ikut rebahan di samping ku. Aku tahu dia pasti lelah sekali karena pulang dari Sukabumi, suami ku langsung kerja. Beruntung hanya rapat bukan operasi besar. Aku berinisiatif untuk memijat kaki nya.
" Mas capek ya? " tanya ku sambil memijat salah satu kaki nya.
" Lumayan. Kamu juga pasti capek. Sudah nggak usah pijat kaki mas. " jawab nya sambil menarik tangan ku dan membawa ku dalam dekapannya.
" Gimana tadi rapatnya? Berjalan lancar? "
" Alhamdulillah lancar sayang. "
" Mas, besok aku pulang ya ke apartemen. Baju bersih ku sudah menepis. "
" Iya. Nanti kita pulang bareng. Tapi tunggu mas selesai operasi dulu ya. Besok mas ada jadwal operasi jam tujuh pagi. "
" Aku boleh nggak ke klinik dulu. Mira tadi chat aku kalau ada beberapa pasien yang minta aku untuk menanganinya. Nadira sudah padat jadwal praktik nya. "
" Jam berapa kamu mau ke klinik? Atau suruh Mira saja yang ke sini untuk atur jadwal praktik kamu gimana? "
" Mulai deh posesif nya keluar. "
" Bukan begitu sayang. Kaki kamu kamu kan belum sembuh betul. Memangnya milik kamu sudah nggak nyeri lagi? "
" Iya juga. Masih nyeri sih mas. "
" Ya sudah. Kalau begitu kamu pagi telepon atau chat Mira untuk datang ke rumah sakit. Kamu nggak usah turun kebawah biar Mira yang ke kamar ini. "
" Jangan ke kamar deh mas. Ini kan area pribadi kita. "
" Ya sudah kalau begitu kamu pakai ruang kerja mas saja. Nanti mas bilang ke Restu."
" Berarti aku sudah boleh ya ambil jadwal praktik lagi? "
" Hanya tiga pasien dalam satu minggu. Lebih dari itu mas akan tegur Mira. "
Aku sudah mau protes tapi nggak jadi. Bisa kembali praktik lagi saja sudah bersyukur. Memang mas Adithya maunya aku berhenti bekerja seperi mamah nya. Tapi aku belum bisa melepaskan karir ku di dunia praktik Psikologi. Menjadi dilema untuk ku ketika harus memilih antara suami dan karir. Ya sudah lah. Nggak usah di ambil pusing. Begitulah pillow talk aku dan mas Adithya malam ini. Sebelum akhirnya kita tidur karena jam di dinding sudah menunjukkan pukul sebelas malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
HANNA
RomanceBagaimana bila cinta pertama kamu hadir dan menyapa kembali? Itu lah yang sedang kualami saat ini. Pertemuan dengannya membuat ku kembali mengingat masa-masa di mana aku harus merasakan sakit karena cinta. Lebih dari lima Belas tahun aku mencintainy...