💕EMPATPULUHSATU💕

284 28 0
                                    

Rengganis mengetuk pintu praktek ku dan aku mempersilakan masuk. " Masuk. " kata ku.

" Mbak Hanna, pasien atas nama Ranti Patricia Zaneen sudah datang. Apa boleh masuk beliau? " tanya asisten ku yang baru.

" Suruh masuk saja. Sudah jam sebelas juga. Kasihan kalau kelamaan menunggu. " jawab ku.

" Baik mbak. Kalau begitu saya permisi. " pamit Rengganis saat sebelum keluar dari ruangan praktik ku.

Nggak lama kemudian Rengganis datang kembali ke ruang praktik bersama pasien nya. Aku menyapa pasien ku dengan menjabat tangan dan tersenyum. Sementara asisten ku sudah kembali ke tempat kerjanya.

" Selamat siang mbak Ranti. " Sapa ku dengan ramah. " pekenalkan nama saya Hanna. "

" Selamat siang juga mbak. Saya Ranti. " ucap nya memperkenalkan diri.

" Silakan duduk mbak Ranti. " aku mempersilakan duduk pasien ku.

Lalu beliau duduk di hadapan ku. Aku mengamati bahasa tubuh dari pasien ku. " Sudah lama datangnya mbak? "

" Sepuluh menit yang lalu. "

" Ke sini sama siapa? "

" Saya nyetir sendiri. "

Aku mencoba untuk membangun hubungan dengan pasien terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam tahap selanjutnya yaitu menidentifikasi masalah dan penilaian masalah pasien itu sendiri. Aku mencoba untuk mencairkan suasana dengan memberiikan pertanyaan seputar aktivitas keseharian mbak Ranti.

" Mbak Rianti kesibukannya apa sekarang? "

" Saya kerja di salah satu bank milik BUMN bagian teller mbak. "

" Pasti sibuk mbak nya. "

" Lumayan mbak Hanna. "

Perkenalan sudah cukup, lalu aku masuk dalam tahap selanjutnya. Kali ini aku mencari tahu apa permasalahan yang terjadi dengan mbak Ranti ini. Aku melempar pertanyaan untuk memancing agar dia mau bicara mengenai masalahnya. Memang nggak mudah. Butuh kesabaran dan harus jeli melihat bagaimana bahasa tubuh, ekspresi dari mbak Ranti ini. Beruntung dia bukan tipe yang memilki kepribadian introvert sehingga cukup mudah untuk menggali permasalahan yang di alami oleh nya.

Setelah mbak Ranti bercerita panjang lebar dan dengan sabar mendengar keluhannya. Barulah aku bisa mengidentifikasi masalah apa yang terjadi dengan nya. Mbak Ranti ini mengalami stress berat karena sudah bertunangan, tapi tunangan nya sama sekali nggak memperdulikannya. Dia bilang kalau tunangan nya ini masih mencintai wanita dari masa lalu nya karena dulu tunangan nya itu pernah menyakit wanita itu.

Padahal Mbak Ranti ini sangat mencintai tunangan nya. Dia jatuh cinta pada pandangan pertama dan orang tua nya menyadari kalau anak perempuannya jatuh cinta dengan anak dari sahabatnya. Akhirnya dia dan anak dari sahabat orang tua nya tersebut melakukan perjodohan dan tentu saja untuk Mbak Ranti sendiri merupakan kebahagian karena bisa di jodohkan dengan pria yang di cintai. Tapi ternyata tunangan nya itu nggak menyambut cinta nya dengan baik.

Masalah dengan tunangan nya pun belum menemukan cara penyelesaiannya, di tambah dari kedua orang tua nya menekan nya dan selalu mempertanyakan kapan rencana pernikahan akan di lakukan. Bagaimana mau menikah kalau pasangan nya sendiri masih sibuk mencari wanita dari masa lalu nya. Aku sangat memahami kondisi dari pasien ku ini. Menjadi dilema untuk mbak Ranti karena hubungan nya denga tunangan nya pun seperti di menggantung atau bahasa kasarnya nggak jelas mau di bawa kemana hubungan mereka berdua.

Mbak Ranti menangis dan aku langsung memberikan kotak tisu dari meja kerja ku. Aku meminta nya untuk rebahan di sofa single yang ada di samping meja kerja ku untuk menenangkan diri. Tiba-tiba aku jadi teringat Rafi. Dulu aku juga pernah mengalami apa yang mbak Ranti rasakan sekarang. Bedanya aku sama Rafi dulu nggak ada perjodohan antara orang tua. Sementara mbak Ranti ada perjodohan dari orang tua nya dengan orang tua tunangan nya. Tapi intinya sama-sama merasakan cinta bertepuk sebelah tangan.

Kembali ke mbak Ranti. Saat ini dia sudah terlihat lebih tenang dan bisa di ajak bicara lagi.

" Sabar ya mbak. Saya yakin ada jalan keluarnya. " kata ku menenangkan.

" Saya harus bagaimana mbak? Kalau tunangan saya mau nya di batalkan saja. Tapi kalau saya melakukan hal itu pasti orang tua saya marah dan merasa terhina. Tapi kalau di biarkan saja tanpa ada kepastian, keenakan dia mbak. Saya sangat mencintai nya dan akan memperjuangkan dia agar bisa mencintai dan menerima saya. " ucap mbak Ranti.

Percakapan teruus berlanjut. Setelah fase identifikasi masalah barulah masuk ke bagaimana menentukan sasaran dan intervensi konseling. Di sini aku memintanya untuk banyak lebih sabar, mendekatkan diri pada Tuhan, Berpikir positif dan mencoba untuk menenangkan diri seperti melakukan meditasi ataupun yoga agar tingkat stress nya menurun. Setelah itu aku memberikan saran untuk bisa mempertemukan aku dengan tunangan nya. Jadi aku bisa melihat dari kedua sisi baik dari sisi mbak Ranti maupun dari sisi tunangannya. Aku juga meminta nya untuk membuat jadwal pertemuan tunangan nya untuk bertemu aku. Bagian terakhir yaitu evaluasi konseling dimana aku akan  mmencatat semua hasil konseling hari ini dari tahap awal hingga akhir. Pada dasarnya aku sudah mengetahui masalah apa yang membuat Mbak Ranti ini mengalami stress berat.

Empat puluh menit sudah aku dan mbak Ranti melakukan sesi awal konseling dan menurut ku sudah cukup. Mungkin di pertemuan selanjutnya akan lebih dalam dan semoga tunangan nya mau meluangkan waktunya untuk bertemu dengan ku agar permasalahan mbak Ranti cepat selesai.

" Terimakasih banyak mbak Hanna " kata mbak Ranti.

" Sama-sama. Kita bertemu lagi minggu depan ya. Jangan lupa mbak Ranti bicara dengan tunangan nya untuk bersedia meluangkan waktunya bertemu saya. " ujar ku padanya.

" Iya, mbak. Semoga dia mau ya. Soalnya tunangan saya sibuk kerja mbak. "

" Maaf, kalau boleh saya tahu pekerjaan tunangan mbak apa ya? "

" Dia dokter spesialis jantung. "

" Saya paham mbak kalau kerjanya sebagai dokter. Tapi di coba dulu saja. Siapa tahu tunangan mbak bersedia. "

" Nanti saya kabarin lagi. Semoga ya mbak. "

Mbak Ranti keluar dari ruangan ku dengan raut wajah lebih tenang. Sementara aku langsung mengambil air putih dari dalam tas ku dan meminumnya. Setelah itu aku memanggil Rengganis dan Mira. Mereka datang ke tempat ku bersamaan. Aku memberikan laporan hasil konseling hari ini ke Rengganis untuk segera di ketik dan print hasilnya.
Sementara itu Mira sudah siap membacakan jadwal selanjutnya setelah praktik psikologi.

" Jadi setelah ini ada jadwal apa? " tanya ku ke Mira.

" Tadi ibu Mila menghubungi saya dan bilang kalau beliau ingin bertemu dengan mbak. " jawab Mira.

" Tumben tante Mila mau bertemu. Ada apa katanya? "

" Saya juga kurang tahu. Tapi sebentar lagi beliau sampai ke klinik. "

" Ya sudah kamu atur saja. Saya makan siang dulu. Kamu juga istirahat dulu. Ajak Rengganis makan bareng di luar. "

" Baik mbak. Tapi kalau mbak butuh sesuatu jangan lupa panggil saya lewat telepon ya. ''

" Iya. Cerewet banget kamu. Sudah sana keluar. "

Baru saja Mira membuka pintu, tiba-tiba tante Mila masuk dengan kondisi cukup mengkhawatirkan. Pakaian nya ada yang robek. Wajah nya terdapat luka memar, termasuk di area dekat bibir nya. Kedua mata nya terlihat bengkak, mungkin efek menangis. Aku langsung menghampiri dan mengajak nya untuk duduk di sofa single ku. Aku berusaha menenangkannya sementara Mira aku suruh untuk mencari kotak P3K dan juga pakaian ganti untuk tante ku.

HANNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang