💕DUAPULUHDELAPAN💕

342 29 0
                                    

Ilustrasi pemandangan pegunungan dari balkon hotel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ilustrasi pemandangan pegunungan dari balkon hotel

Selesai melakukan ibadah sholat subuh aku keluar menuju balkon kamar dan duduk di kursi berbahan anyaman rotan. Udara pagi ini sangat sejuk dan membuat ku merasa tenang. Beruntung kamar yang ku dapat menghadap kearah pegunungan. Aku lupa nama pegunungan nya tapi yang pasti aku menikmatinya sambil di temani secangkir teh hangat dan buah pisang.

Setelah ayah meninggal, aku, Kinan dan bunda memutuskan untuk pindah ke Jakarta. Di sana kami tinggal bersama eyang uti dan eyang kakung dari bunda. Kepergian ayah membuat kami harus tegar dan kuat untuk melanjutkan hidup. Sosok bunda yang harus merangkap menjadi figur ayah tentu bukan hal mudah. Aku bersyukur karena bunda adalah wanita sabar, pengertian dan mau memperjuangkan anak-anaknya untuk bisa sekolah hingga tamat bahkan lulus kuliah.

Aku meminum kembali teh hangat ku dan kali ini sambil mengupas pisang yang sudah matang. Sambil makan buah pisang, aku melihat I Watch ku yang sudah menunjukkan pukul setengah tujuh. Aku kembali masuk ke kamar dan menutup pintu balkon. Setelah itu aku menyimpan cangkir nya ke meja. Sementara kulit pisangnya aku buang ke tempat sampah. Hari ini aku akan bernostalgia menuju tempat aku sekolah di kota Sukabumi.

Aku langsung mengganti pakaian dan setelah itu aku bawa tas jinjing ku. Aku keluar kamar dan otomatis pintu terkunci. Walaupun pergelangan kaki kanan ku terasa nyeri karena terkilir tapi nggak membuat ku hanya berdiam diri di kamar. Sampai resepsionis aku meminta salah satu staff nya untuk di carikan tukang ojek yang bisa aku sewa seharian.

Beruntung staff hotelnya mau mencarikannya untuk ku. Setelah itu aku mengarahkan abang tukang ojek nya untuk menuju ke sekolah pertama ku yaitu SDI Al Azhar. Jaraknya nggak terlalu jauh. Hanya butuh waktu sepuluh menit dari hotel. Sampai di sekolah, aku turun dari motor dan masuk ke dalam menuju lapangan. Karena hari ini libur jadi hanya ada penjaga sekolah saja.

Aku mengingat kembali saat pertama kali aku sekolah di sini. Tempat ini menjadi awal perkenalan ku dengan Rafi. Kami beberapa kali sempat satu kelas. Saat itu aku mengagumi sosoknya karena dia pintar dan berprestasi. Rafi selalu mendapatkan peringkat sepuluh besar. Bahkan dia pernah di kirim untuk mewakiliki sekolah untuk mengikuti lomba bidang studi antar sekolah di Al Azhar Jakarta.

Setelah itu aku kembali menuju abang ojek dan memintanya untuk mengantarkan ku ke sekolah SMP Negeri 5. Jaraknya nggak terlalu jauh. Sampai di sekolah tersebut, aku masuk ke dalam dan ternyata ada petugas kebersihan yang sedang membersihakan halaman sekolah.

Di sekolah ini aku kembali di pertemukan dengan Rafi. Jujur aku nggak menyangka bisa satu sekolah lagi dengan nya. Awal aku mengetahui saat pendaftaran murid baru. Aku dan bunda yang sedang mendaftar, bertemu dengan salah satu guru matematika ku yang bernama pak Ahmat dan beliau ternyata sedang mendaftarakan Rafi di sekolah ini.

Ada hal yang menurut ku unik dan lucu saat masa orientasi siswa di sekolah ini. Saat itu para senior memerintahkan pada junior nya agar besok membawa sebuh kursi goyang  dari bahan karton. Besok nya aku melihat Rafi membawa duplikat kursi goyang mini berbahan karton. Padahal yang di maksud kursi goyang disini adalah kertas karton yang ukuran nya sudah di tentukan kemudian diatasnya di tulis dengan nama kursi goyang lalu di duduki.

Mengingat itu membuat ku tersenyum kembali. Di sinilah awal mula aku merasakah perasaan lebih kepadanya. Bukan rasa kagum lagi tapi mulai ada rasa suka padanya. Sayangnya Rafi sama sekali nggak perduli sama aku. Bahkan dia memiliki pacar yang aku sendiri pernah melihatnya jalan berdua saat pulang sekolah.

Sebenaranya Rafi sudah tahu kalau aku menyukainya. Tapi dia sama sekali menutup hati nya untuk aku. Bahkan kami sering bertemu namun kita nggak pernah tegur sapa. Aku sadar kalau diri ini nggak sepadan dengan nya. Lagi-lagi Rafi termasuk siswa yang berprestasi di sekolah ini.

Aku sempat menyapa pegawai kebersihan yang sudah lama bekerja di sini. Lalu aku pamit dan memberikan beberapa lembar uang lima puluh ribu kepada beliau. Aku kembali naik motor dan meminta abang ojeknya untuk menuju sekolah SMA Negeri 3. Dua puluh menit kemudian aku sampai dan masuk ke dalam gerbang sekolah. Aku bisa melihat banyak perubahan mulai gedung kelasnya lapangan upacara dan parkiran motor serta mobilnya.

Jujur aku nggak pernah menyangka akan di terima di sekolah ini. Kenapa? Karena sekolah ini merupakan sekolah unggulan pertama di Kota Sukabumi dengan akreditas A. Saat itu aku nggak tahu kalau Rafi juga akan masuk sekolah ini. Aku seperti di permainkan oleh takdir. Aku kembali satu sekolah dengan Rafi dan kali ini aku mengetahuinya saat aku mau membetulkan nama sekolah ku ke ruang administrasi dan sebelum masuk kedalam ruangan, aku dan Rafi bertemu dan kami sempat saling bertatapan.

Di masa ini lah aku mulai jatuh cinta kepadanya. Sosok rafi yang awalnya aku kagumi lalu aku sukai hingga akhirnya aku mulai mencintainya. Pesona dia selalu membuat ku sulit untuk melupakannya. Terkadang aku berpikir mungkinkah dia jodoh ku? tapi jika memang dia jodohku kenapa sulit rasanya untuk aku bisa bersamanya. Tapi di sisi lain kenapa Tuhan selalu mempertemukan ku dengan nya?

Nggak sampai di situ. Saat aku pindah ke Jakarta, ternyata dia pun melanjutkan kuliahnya di Jakarta. Padahal sebelum kelulusan aku sempat mendengar dari teman-teman nya kalau Rafi akan meneruskan kuliahnya di kota Bandung dan akan mengambil jurusan kedokteran. Tapi kenyataanya aku dan dia kuliah di kota dan kampus yang sama. Hanya berbeda fakultas. Aku mengambil fakultas Psikologi, sementara dia mengambil fakultas kedokteran.

Begitu sulitnya aku melupakan Rafi. Dia adalah cinta pertama ku. Bodohnya aku adalah selalu berpikir kalau aku dan dia akan berjodoh. Tapi ternyata Tuhan berkehendak lain. Setelah lulus kuliah aku dan dia berpisah. Aku sempat mendengar dari teman dekatnya kalau dia akan melanjutkan S2 tapi aku nggak tahu dimana. Rafi memang bercita-cita ingin menjadi dokter seperti almarhum bapaknya

Saat aku sedang menelusuri kelas tiba-tiba dari arah berlawanan muncul sosok Rafi dengan santai dan tersenyum padaku. Astaga, bagaimana mungkin aku bisa bertemu dia lagi padahal kita nggak janjian. Kenapa takdir selalu mempermainkan ku dan dia. Kita yang selalu di pertemukan tapi sulit untuk di satukan.

" Han, kamu ke sini juga? " tanya Rafi.

" Iya. Sudah lama aku nggak pernah mampir ke sekolah ini. " jawab ku.

" Kamu sendri ke sini atau sama suami kamu? " Rafi kembali bertanya.

" Bukan urusan kamu. " jawab ku singkat. Setelah itu aku pergi meninggalkannya.

HANNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang