💕TUJUHPULUHDELAPAN💕

249 16 0
                                    

Di kehamilan yang kedua ini aku mengalami yang namanya morning sikness. Sempat beberapa kali masuk rumah sakit untuk mendapatkan perawatan intensif karena sulit untuk makan. Setiap makan pasti keluar lagi. Semua keluarga ku dan mas Adithya pada mengkhawatirkan kondisi kesehatan ku dan mereka sangat fokus memberikan perhatian lebih di trimester awal kehamilan ini.

Siang ini, mas Adithya mengadakan pengajian empat bulanan di rumah baru. Sejak mengetahui kalau aku hamil, Baik bunda maupun kedua orang tua mas Adithya meminta kita untuk pindah dari apartemen. Katanya nggak baik untuk kesehatan aku dan tumbuh kembang anak kita nantinya. Jadilah mas Adithya mempercepat pembangunan rumah nya dan di usia kehamilan ku yang ke tiga bulan, kami sudah bisa menempatinya.

Mas Adithya sangat posesif dan protektif selama aku hamil. Kadang bikin aku jadi merasa nggak nyaman. Aku sudah minta tolong ke Bunda, Mamah dan Papah untuk bicara sama mas Adithya, tapi tetap saja dia keras kepala dan nggak mau dengar. Aku tahu dia sangat menyayangiku dan ada rasa takut kehilangan anak nya seperti yang sebelumnya. Tapi nggak begitu juga kali. Sampai akhirnya aku minta tolong sama Nadira dan suami nya untuk mengajak suami ku ini bicara dari hati ke hati. Bahwa istrinya ini butuh kebebasan. Aku bukan orang penyakitan yang harus di pantau dua puluh empat jam.

Apalagi di kehamilan ku yang sudah masuk bulan ke empat. Sudah nggak ada itu mual dan muntah. Yang ada sekarang aku bawaanya lapar terus. Setiap dua jam pengen ngemil tapi mas Adithya hanya memperbolehkan aku ngemil buah. Padahal kan aku pengen cake, pie, risol, pastel dan masih banyak lagi makanan yang aku inginkan. Tapi suami ku itu nggak mengizinkan karena selama hamil aku harus membatasi makanan yang bikin alergi ku kambuh. Aku nggak boleh terlalu sering minum obat alergi di saat hamil seperti ini.

Dilema bukan? Pastinya. Tapi aku harus bersabar demi sang buah hati. Kesehatan dia lebih utama karena kita sudah menantikannya. Dari tadi mas Adithya sibuk sekali. Sementara aku nggak boleh bantu dia. Aku juga mau bantu-bantu tapi dia bilang aku istirahat saja di kamar. Mana betah aku diem saja di kamar. Jadi aku diam-diam ke dapur dan bantu ibu Meta yang sedang memotong kueh bolu marmer untuk nanti di sajikan setelah acara pengajian selesai.

" Mbak, jangan ke sini. Biar ibu saja yang motong kueh bolunya. " kata ibu Meta kepada ku.

" Bosen di kamar terus. Saya juga mau bantu untuk acara pengajian empat bulan ini. " ujarku lalu duduk di kursi.

Ibu Meta akhirnya pasrah saja karena aku yang tetap pada pendirian ku. Nggak lama kemudian Bunda datang dan menghampiri ku. Beliau langsung menyuruh ku untuk kembali ke kamar. Aku protes dong. Kenapa sih semua orang yang ada di rumah ini nggak bolehin aku bantuin untuk acara ini? Aku ini hanya hamil bukan orang yang sakit parah.

" Bun, aku ini hanya hamil. Kenapa sih semua orang pada suruh aku istirahat. " kata ku dengan nada kesal.

" Bukan begitu kak. Kita semua hanya nggak mau kakak kecapean. " Bunda memberikan pengertian.

" Justru kakak jadi stress kalau kalian seperti ini. Kakak sehat. Baby nya juga sehat kok Bunda. " ucap ku sambil mengelus perut ku yang sudah terlihat besar.

" Iya, nak. Bunda paham. Tapi alangkah baiknya kakak istirahat ya. Kehamilan kakak yang kedua ini harus di jaga karena kakak pernah keguguran. Kita semua sayang sama kakak. "

Aku menghela nafas panjang. Lalu aku ke wastafel untuk cuci tangan. Setelah itu aku kembali ke dalam kamar. Harusnya kamar utama aku dan mas Adithya ada di lantai pertama. Tapi berhubung aku sedang hamil jadi untuk sementara pakai kamar tamu yang ada di bawah dekat ruang keluarga. Sampai kamar aku langsung rebahan di atas tempat tidur dan mengambil Ipad ku dari meja nakas. Lebih baik aku kembali menulis novel ku untuk part malam ini.

Waktu terus berjalan. Entah berapa jam aku menulis novel di Ipad. Hingga mas Adithya masuk ke kamar dan menyuruh ku untuk ganti baju karena acara pengajian nya akan segera di mulai. Dia membantu ku untuk melepaskan baju daster ku dengan dress muslimah yang warna nya sama seperti pakaian suami ku. Selesai ganti baju, aku keluar dari kamar bersama mas Adithya dan sudah banyak ibu-ibu pengajian, keluarga dan sahabat terdekat yang hadir di acara empat bulanan aku.

Acara pengajian pun di mulai dengan sambutan dari suami dan Papah. Di lanjutkan dengan pembacaan ayat suci Al-Qur'an yaitu Surat Yusuf, surat Maryam, dan surat Ar-Rahman. Setelah itu ceramah oleh ustadz untuk memberikan siraman rohani terkait tata cara mendidik anak menurut Islam. Di akhiri dengan doa sebagai penutup. Alhamdulillah acara empat bulanan berlangsung dengan khidmat dan lancar.

Selesai acara, aku di minta mas Adithya untuk kembali ke kamar. Dia tahu aku lelah sekali. Padahal hanya duduk saja tapi kaki ku terasa pegal. Bunda masuk kamar dan langsung membalurkan kedua kaki ku dengan minyak kutus-kutus agar pegalnya hilang. Nggak lama kemudian suami ku masuk dan Bunda pamit keluar.

" Sayang, capek ya? " tanya mas Adithya sambil mengelus kepala ku yang tertutup oleh hijab.

" Lumayan mas. " jawab ku.

" Mau mas pijitin nggak? " suami ku kembali bertanya.

" Nggak usah. Mas juga pasti capek. " aku menjawab nya dengan santai.

" Tamu nya sudah pada pulang? Aku nggak ketemu mereka mas. "

" Tinggal keluarga. Yang lainnya sudah pulang. Mereka pasti mengerti lah dengan kondisi kamu. "

Aku mulai mengantuk. Tapi lapar belum makan siang. Tiba-tiba pintu kamar di ketuk dan ku lihat Mamah membawa makan siang ku. Aku menyuruh mas Adithya untuk membantu Mamah membawa baki kayu nya ke meja nakas disamping ku.

" Makan siang dulu ya. Mamah sudah buatkan sop daging iga pesanan kamu. " kata Mamah lalu duduk di samping ku.

" Makasih ya, Mah. Sudah di buatin. Jadi ngerepotin. " ucap ku.

" Buat mantu kesayangan apa sih yang nggak Mamah kasih. Terlebih di sini ada cucu Mamah. " Mamah mengelus perut ku.

" Maaf kalau Hanna sering ngerepotin Mamah. "

" Mamah nggak pernah merasa di repotkan. Kamu kan sudah seperti anak sendiri bagi Mamah dan Papah. Jadi jangan pernah merasa sungkan kalau butuh apa-apa sama kita. "

" Sekali lagi makasih ya, mah. "

Mas Adithya hanya tersenyum melihat interaksi antara aku dan Mamah. Aku sempat melihat raut wajah suami ku yang terlihat bahagia. Dia memeluk ku dan Mamah nya secara bersamaan. Aku tahu nggak semua mantu dan mertua itu bisa akur seperti ini. Banyak di luar sana yang bersitegang dan terjadilah konflik. Mereka saling menjelekkan dan ujungnya jadi merasa nggak nyaman kalau bertemu. Aku percaya, Jodoh pihan Allah itu lebih baik dan indah walaupun ujian itu tetap ada dalam rumah tangga ku dan suami.

" Kalian berdua adalah wanita terbaik dan sangat berarti dalam hidup Adithya. " katanya sambil tersenyum bahagia.

HANNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang