Argen menunggu dekat mobilnya yang sudah siap. Bersandar seraya melipat kedua tangannya. Sesekali melihat jam tangannya yang memperlihatkan sudah hampir telat mereka.
Meskipun mereka tahu akan sampai tidak tepat waktu. Karena Azel meminta untuk memberinya waktu untuk bersiap-siap. Mau tidak mau, Argen membiarkan Azel bersiap. Melepas Azel yang sudah memberontak tak karuan. Kalau tidak ia harus datang bersama Helena.
"Sudah?" Ketika melihat Azel Kembali dengan pakaian yang sudah rapi dan rambut juga yang sudah kering.
"Menurutmu?" Azel langsung masuk saja ke dalam mobil.
Argen menghela nafasnya. Benar-benar harus sabar meladeni adiknya yang satu ini. Apalagi ia juga harus mempersiapkan wajah malu di depan orang yang sudah ada janji temu. Karena mereka telat.
Akhirnya, Argen ditemani Azel berangkat menuju restoran yang menjadi tempat pertemuan Argen dengan seseorang yang seharusnya bertemu dengan Hansel. Karena Hansel tidak ada. Argen pun menggantikan.
☘️🌹☘️
Argen dan Azel merasa ragu untuk duduk di kursi yang sudah di reservasi. Tidak dalam ruang VIP. Sesuai dengan permintaan orang itu sendiri. Argen dan Azel saling meminta untuk menghampiri meja reservasi lebih dulu. Karena orang itu sudah duduk di meja tersebut dengan tenang. Orang itu pun menunggu selama dua puluh lima menit. Sebab mereka telat sampai selama itu.
"Azel, sudahlah…, sudah lima menit kita seperti ini. Kalau dia marah karena menunggu kita lama, bagaimana?" Argen bingung dengan keadaan yang ada.
"Ya salah kak Argen. Kan kakak yang buat kita telat." Elak Azel tak ingin disalahkan.
"Kita telat karena kamu lama!"
"Itu juga karena kakak yang dadakan."
"Dadakan bagaimana? Sudah jelas-jelas kan jam tujuh. Kenapa belum siap?"
"Kapan kakak bilang jam tujuh ke aku?" Itu kak Hansel yang bilang ke kakak kali jam tujuh."
"Tidak! Aku sudah bil–"Argen menoleh ketika diminta Azel untuk diam dan melihat ke arah samping mereka.
Argen menghentikan perkataannya. Ketika melihat orang itu berdiri di hadapan mereka berdua. Beruntung Azel memberitahunya. Meskipun beritahunya telat.
"Tuan Argen, benar?" Tanya orang itu menatap Argen lekat dengan tampilan dan gaya tubuhnya yang sangat wibawa dan berkharisma.
"Iya, dengan saya sendiri." Argen mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan. Orang itu membalasnya, namun tidak dengan wajah ramahnya.
"Nona Arazella, benar?" Azel mengangguk cepat ketika namanya disebut.
Namun, Azel merasa aneh dengan orang itu yang mengenal namanya. Perasaan Azel tidak memberitahu namanya pada saat reuni ibunya dengan temannya itu. Jikapun, Azel ternyata memang sempat menyebutkan namanya. Berarti memang ia yang mudah lupa.
Walaupun begitu, Azel tetap senang karena orang itu tetap mengenalnya. Kalau begitu sudah pasti dia ingat dan mengenalinya kan. Tidak lupa dengan Azel yang pernah ditemui sebelumnya. Begitu pikirnya.
"Baik, silahkan duduk." Orang itu mempersilahkan mereka untuk duduk.
Azel dan Argen tanpa pikir panjang langsung duduk. Azel juga Argen saling tatap sejenak. Karena orang itu tidak marah, bahkan tidak menegurnya.
Selama beberapa menit situasi hanya diam. Entah kenapa. Tapi, seakan mereka menunggu siapa yang akan lebih dulu membuka pembicaraan.
"Bagaimana dengan kerja sama antar perusahaan?" Dia berbicara lebih dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Four Heirs of Arthajaya
Romance"Kak Hansel saja yang jadi pewaris Arthajaya. Kakak pilihan tepat dari segala faktor." - Argen Arsetya Arthajaya "Kak Hansel jadi pewaris tunggal saja. Aku skip, kapan-kapan saja lagi mau jadi tukang roti." - Arazella Ansalma Arthajaya "Sorry, tidak...