Dion terkejut dengan pernyataan atasannya itu. Setelah bertahun-tahun bekerja mengabdi menjadi asisten pribadinya belum pernah Ryann berniat memberhentikan dirinya dari pekerjaannya itu.
Dion pun menjadi khawatir dengan karirnya. Karena pendapatan hanya berasal dari dia bekerja menjadi asisten pribadi saat ini dan juga karena gaji yang diberikan pun besar.
"Maaf, maksud tuan muda? Apa saya ada kesalahan, tuan? Saya mohon maaf tuan, berikan saya kesempatan untuk evaluasi diri."
"Aku akan berikan satu anak perusahaan untukmu. Berhentilah menjadi asisten pribadi ku. Nikmati masa tuamu bersama istri dan anak-anakmu. Nisa saja resign menjadi sekretaris istri ku. Kau tidak ingin menikmati masa tuamu seperti istrimu itu?"
Maaf tuan, saya tidak sekaya tuan muda. Batin Dion.
"Tuan muda, terima kasih." Dion berdiri dan menunduk hormat kepada Ryann. "Maaf tuan. Tapi, apa saya pantas mendapatkan anak perusahaan Arthajaya? Apa tuan muda yakin untuk menyerahkan salah satunya kepada saya?" Dion merasa tidak enak.
"Anggap saja sebagai…" Ryann berdiri dan dibantu oleh Dion. "Pemberian dariku sebelum tuanmu ini meninggal." Ryann menepuk bahu Dion beberapa kali seraya meninggalkan Dion seorang diri yang masih terdiam melihat kepergian Ryann.
Terima kasih, tuan muda. Selama ini saya melihat tuan dengan segala pengorbanan untuk mengembangkan sayap perusahaan ke segala penjuru dunia. Saya berjanji untuk tidak mengecewakan tuan atas hadiah besar yang sudah tuan berikan kepada saya. Batin Dion terharu dengan Ryann.
☘️🌹☘️
"Akhirnya, surat-surat izin usaha sudah selesai."
Azel baru saja selesai mengambil surat izin usaha dari dinas perdagangan setempat. Berkas-berkas surat izin tersebut baru selesai setelah beberapa diproses.
Ia baru menyadari ternyata untuk membuat usaha ada proses yang harus diperhatikan. Seperti surat izin dan hal lainnya.
"Ternyata melelahkan juga ya…, apa kabar daddy yang bisa buat perusahaan sebegitu besarnya. Sejauh apa pengorbanannya?" Azel menggelengkan kepalanya.
Tidak bisa dibayangkan betapa besarnya usaha Ryann untuk membangun sebuah perusahaan dari nol hingga sebesar ini. Tetapi, yang disayangkan adalah anak-anaknya yang tidak berniat untuk meneruskan apa yang sudah diperjuangkan oleh ayahnya sendiri.
"Sepertinya aku harus membantu daddy membujuk Kak Hansel untuk menjadi pengganti daddy. Kasihan daddy sudah tua." Tekadnya. "Kalau Kak Argen aku benar-benar Big No!" Azel langsung melarang dirinya sendiri untuk mendukung Argen menjadi penerus perusahaan.
Azel pun masuk ke dalam mobilnya untuk lanjut menuju ke suatu tempat. Tidak terlalu jauh dari tempat sebelumnya. Ia segera memarkirkan mobilnya di parkiran yang ada.
Tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Lokasinya pun strategis dengan nuansa toko yang cerah juga unik.
"Semoga toko roti ku bisa jadi sebesar perusahaan daddy." Ucapnya.
"Amin kak." Sahut Ezra yang baru datang.
"Lihat Ezra…, toko roti kita sudah jadi. Sepertinya besok kita sudah bisa jual roti disini."
"Wah…, ibu. Berarti kita tidak perlu jalan-jalan keliling untuk jualan lagi ya bu?" Ezra berbinar menatap sang ibu.
"Iya, nak." Ibunya tersenyum dan memeluk Ezra. Setelah itu menatap Azel. "Terima kasih ya, nak Azel." Ucapnya tersenyum tulus.
"Iya, bu. Sama-sama. Aku juga bosan kerja di kantor. Sebelum aku dipecat sama kakakku, lebih baik aku keluar sebelum dipecat." Ucap Azel dengan penuh kemenangan seraya membayangkan hari itu tiba.
Bersambung.
Hai,hai! 👋
Terima kasih yang sudah baca karya ku💛
Semoga kalian terhibur dan tetap bahagia yaa💜
Jaga kesehatan dan terus semangat oke!💞
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian 👍
See u on the next episode 👋
KAMU SEDANG MEMBACA
The Four Heirs of Arthajaya
Romance"Kak Hansel saja yang jadi pewaris Arthajaya. Kakak pilihan tepat dari segala faktor." - Argen Arsetya Arthajaya "Kak Hansel jadi pewaris tunggal saja. Aku skip, kapan-kapan saja lagi mau jadi tukang roti." - Arazella Ansalma Arthajaya "Sorry, tidak...