Leo pun meminta kartu Helena untuk melanjutkan proses pembayaran. Namun, Helena tidak memberikan kartunya. Ia menatap intens manik Leo.
"Saya ingin dengan harga asli." Ucapnya seraya memberikan kartunya.
Leo tampak terdiam sejenak. Namun, ia kembali tersadar. Ketika Helena mengetuk kartunya ke meja. Leo segera menerima kartu Helena. Leo pun memberikan mesin EDC dimana meminta Helena untuk input Nomor Pin kartunya.
Helena tersenyum kecil. "Saya ingin dengan harga asli." Ucapnya lagi.
"I-iya nona, ini sudah dengan harga asli. Rp 10.069.689.999,00. harga ini sudah dari pusat, nona."
Helena diam saja. Ia melihat sekitar. Ia mencoba mencari kepala bagian marketing. Lalu, ia meminta Leo untuk memanggilkan atasan bagiannya.
"Selamat malam, nona. Ada yang bisa saya bantu?" Sapa kepala bagian marketing itu dengan ramahnya.
Helena melirik mesin EDC yang ada di depan mereka bertiga. Kepala bagian itu mengikuti arahan mata Helena. Leo sudah mulai keringat dingin. Ia khawatir akan berdampak dengan karirnya. Karena telah menipu.
"Saya ingin dengan harga asli." Ucapnya lagi dengan penuh penekanan.
Kepala bagian itu menatap Leo dengan tatapan tajam. Seakan berkata "Apa yang sudah kau lakukan? Jangan sampai dia tahu, kalau tidak kita akan kehilangan bonus besar." Ancamnya kepada Leo melalui tatapannya.
"Saya handal pada bagian keuangan. Saya tahu kalian mempermainkan harganya." Jelas Helena yang semakin membuat nyali Leo menciut untuk meneruskan perintah kepala bagiannya.
"Tidak, nona. Kami tidak melakukan permainan harga apapun, apalagi menipu. Tidak mungkin sekali." Jelas Kepala bagian itu tetap pada pendiriannya.
"Boleh saya bertemu dengan manajer kalian?"
"Maaf, nona. Pak manajer sibuk." Kilah kepala bagian itu.
Helena mengeluarkan ponselnya dan mencoba melakukan panggilan dengan seseorang. Leo dan Kepala bagian marketing itu memperhatikan.
📞
"Selamat malam."
"Malam, nona. Ada keperluan apa sampai nona menelepon saya malam-malam?"
"Saya ingin membeli salah satu unit penthouse anda, hanya saja dua karyawan anda menggunakan harga dua kali lipat lebih mahal dari harga asli."
"Benarkah, nona? Tidak mungkin karyawan saya melakukan hal itu. Semua karyawan saya memiliki integritas yang tinggi."
"Lalu, jika benar begitu. Berapa harga jual unit Penthouse Masterpiece President?"
"Rp 6.019.289.999,00."
"Dan haruskah saya menjadi orang bodoh yang membeli satu unit itu dengan harga Rp 10.069.689.999,00. Hampir dua kali lipatnya."
"Maaf, nona. Kami mohon maaf. Jika, benar terjadi seperti itu. Saya akan memberi peringatan untuk mereka."
"Sudah seharusnya. Dan satu lagi waktu saya tidak banyak, saya ingin transaksi ini cepat selesai."
"Baik, nona. Sekali lagi maafkan pelayanan kami."
📞
Helena langsung saja mematikan panggilannya. Lalu, kembali menatap Leo dan Kepala bagian marketing itu bergantian dengan senyuman liciknya.
"Kalian kira saya orang bodoh yang bisa kalian tipu?"
"Maaf, nona. Maafkan kami." Ucap Leo yang merasa menyesal telah mengikuti perintah atasannya.
"Jangan buang waktu ku lagi. Ubah harganya!" Tegas Helena.
"Baik, nona."
Dengan rasa kesal dalam hatinya kepala bagian marketing itu meminta Leo untuk mengembalikan harganya menjadi harga asli. Kepala marketing itu gagal mendapatkan bonus besar.
Namun, Leo sudah dari awal hanya mengikuti perintah atasannya saja. Bukan semata-mata ia turut menginginkan bonus dari perubahan harga yang telah dilakukan.
"Silahkan ditandatangani, nona." Leo memberikan beberapa lembar kertas yang harus ditandatangani oleh Helena.
Setelah selesai Leo memberikan surat bukti kepemilikan Penthousenya. Lalu, dalam tiga hari akan diberitahukan informasi lebih lanjut untuk penyerahan kunci akses akan penthouse yang telah dibeli.
Bersambung.
Hai,hai! 👋
Terima kasih yang sudah baca karya ku💛
Semoga kalian terhibur dan tetap bahagia yaa💜
Jaga kesehatan dan terus semangat oke!💞
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian 👍
See u on the next episode 👋
KAMU SEDANG MEMBACA
The Four Heirs of Arthajaya
Romantizm"Kak Hansel saja yang jadi pewaris Arthajaya. Kakak pilihan tepat dari segala faktor." - Argen Arsetya Arthajaya "Kak Hansel jadi pewaris tunggal saja. Aku skip, kapan-kapan saja lagi mau jadi tukang roti." - Arazella Ansalma Arthajaya "Sorry, tidak...