Dengan gertakan dari sang kakak semuanya langsung diam. Hansel menatap mereka satu-satu.
"Daddy mengidap Hepatoma. Kalian jangan membuat masalah!"
"Turuti semua apa yang menjadi perintahnya setelah ini!"
"Tutup rapat mulut kalian mengenai penyakit daddy. Jangan ada orang luar, bahkan perusahaan sampai tahu!"
Tegas Hansel kepada adik-adiknya. Ia berharap ketiga adiknya itu bisa bekerja sama dan bersikap baik terhadap penyakit sang ayah. Juga mereka harus menjaga kerahasiaan penyakit Ryann.
Karena khawatir para dewan dan komisaris perusahaan akan meminta Ryann untuk diturunkan dari posisinya saat ini sebelum waktunya. Karena penyakitnya yang mungkin akan mengganggu kesehatan jiwa dan daya pikirnya.
"Kak, boleh aku tahu Hepatoma itu apa?" Tanya Argen hati-hati takut Hansel akan marah.
"Itu kanker hati, kak." Timpal Azel.
"Kanker? Sudah masuk stadium berapa? Kenapa tidak dirujuk ke rumah sakit? Bukankah kanker itu penyakit parah?" Tanya Helena dengan wajah terkejut.
"Tunggu hasil Biopsi keluar." Jawab Hansel sekenanya saja.
"Biopsi? Biopsi apa lagi? Tadi kanker hati, sekarang Biopsi…, kalian itu seharusnya menjelaskannya dengan jelas dan detail! Ini penyakit daddy! Kenapa tidak langsung diberitahukan kepada kami?!" Marah Helena. "Apa kami tidak berguna? Tidak terlihat keberadaannya? Apa karena sudah tidak satu rumah, jadi kalian menganggapku tidak ada, hah?!" Tegasnya.
"Kalau memang begitu lebih baik sekarang kita bertaruh siapa yang akan membantu daddy untuk kedepannya. Karena penyakit kanker berbahaya. Jadi, kita tunjukkan siapa yang lebih baik untuk membantu merawat daddy. Jangan sampai salah orang karena kalau salah akan membuat penyakitnya tambah parah. Bahkan, bisa membuat daddy mening–"
Brakk!!!
"Cukup!"
Hansel berdiri dengan tangan terkepal erat. Tatapan tajamnya ia berikan kepada Helena yang sudah berani bicara asal menurutnya.
"Jaga ucapanmu Helen!" Peringatan Hansel berikan.
"Kak, ini mengenai hidup dan matinya daddy! Kenapa santai banget begitu, sih?! Tidak peduli dengan nyawa daddy? Sudah tidak sayang lagi dengan orang tua sendiri?" Balasnya.
"Peduli dengan hartanya saja ya?" Helen terkekeh kecil seolah merendahkan Hansel.
"Ku tebak kakak hanya menginginkan harta warisannya saja kan?! Iya, kan?! Aku tidak salah lagi. Memang semua yang kakak kejar dari awal hanyalah harta! Jangan berlagak sebagai pewaris perusahaan kalau memang tidak peduli dengan nyawa ayah kandung sendiri! Orang yang akan memberikan seluruh hartanya kepada–"
"Kak Helen Sudah!" Azel berteriak ikut berdiri.
"Apa? Kamu ingin membela kakakmu ini? Kamu sama-sama ingin harta warisan juga ya?" Ejek Helen.
"Azel. Kamu harus ingat ini. Sebenarnya kamu itu harus bercermin. Lihat dirimu sendiri. Kenapa sikapmu berbeda dengan yang lainnya. Lemah dan tidak memiliki sikap berkuasa seperti yang lain. Oh iya, daddy juga sampai hanya memberikanmu kesempatan menjadi karyawan marketing biasa di perusahaan kan? Memangnya kamu tidak tahu kenapa?"
"Helen…" Hansel mengingatkan Helen untuk menjaga ucapannya.
"Aku sudah lama menahan diri dan menjaga sikapku di depanmu. Tapi, balasanmu untuk orang yang sudah membuat hidupmu terlahir layaknya dari sebuah sendok emas seperti itu. Membiarkannya sakit dan masa bodoh!"
"Helena!" Bentak Hansel mengingatkan.
"Kak, jaga ucapannya!" Argen juga ikut mengingatkan.
"Apa? Kalian ingin aku diam? Rasanya muak sekali setelah tahu sikap dia seperti ini. Dengan daddy yang sudah membawanya ke rumah mewah ini."
Helena bangkit dengan berat hati dan perasaan kesal keluar dari ruangan meninggalkan yang lainnya.
"Zel…" Argen mendekati adiknya yang sudah menahan tangis. Tidak tega melihatnya dengan matanya yang berkaca-kaca.
"Kak, apa maksud Kak Helen?" Tanya Azel dengan suara lirih. Bulir bening pun menetes dari sudut matanya.
Bersambung.
Hai,hai! 👋
Terima kasih yang sudah baca karya ku💛
Semoga kalian terhibur dan tetap bahagia yaa💜
Jaga kesehatan dan terus semangat oke!💞
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian 👍
See u on the next episode 👋
KAMU SEDANG MEMBACA
The Four Heirs of Arthajaya
Romance"Kak Hansel saja yang jadi pewaris Arthajaya. Kakak pilihan tepat dari segala faktor." - Argen Arsetya Arthajaya "Kak Hansel jadi pewaris tunggal saja. Aku skip, kapan-kapan saja lagi mau jadi tukang roti." - Arazella Ansalma Arthajaya "Sorry, tidak...