Selama seminggu Azel tidak mengunjungi toko rotinya. Selama itu juga Azel belum bertemu dengan Ezra lagi.
Sehari setelah kembali ke tanah air. Azel memutuskan untuk mengunjungi toko rotinya. Ia menyerahkan hal penyakit ayahnya kepada kakaknya terlebih dahulu.
Azel berangkat seorang diri dengan mobil yang biasanya digunakan. Sesampainya di toko roti Azel mencari keberadaan Ezra dan ibunya. Namun, ternyata tidak ada.
Azel pun mencoba menghubungi ibunya Ezra. Ternyata mungkin belum saatnya Azel untuk melepas rindu dengan Ezra, si bocah kecil yang lucu itu. Karena Ezra bersama ibunya sedang pulang kampung ke Solo.
Sekalian karena sedang di toko roti. Azel memantau sejenak aktivitas di dapur dan pelanggan yang ada di dalam. Semuanya tampak kondusif.
Jadi, Azel langsung meninggalkannya dan pergi ke Kantor Pusat Arthajaya. Dimana ia akan menemui kakaknya.
Di perjalanan Azel mampir ke restoran sejalan. Ia membeli beberapa makanan untuk makan siang bersama. Setelah itu ia lanjut jalan lagi menuju tempat tujuan.
Azel memarkirkan mobilnya di basement kantor. Ia menggunakan lift umum untuk naik ke lantai paling atas. Tempat ruangan sang kakak berada.
Tepat berada di lantai paling atas. Ia tidak menyangka akan menemui seseorang yang selalu memenuhi isi pikirannya. Di sebelah orang itu pun ada sang kakak yang mengiringi. Sepertinya mereka akan pergi.
"Ini dia satu lagi! Dasar kalian anak macam apa yang menyuruh daddy-nya sendiri ke rumah sakit, hah?!" Ketus Ryann yang tidak disangka menemui anaknya yang lain turut bekerja sama dengan Hansel. Meskipun sebenarnya Azel yang tahu lebih dulu dibandingkan Hansel.
Azel terdiam tampak bingung. Dengan perkataan ayahnya.
Daddy sudah tahu? Batin Azel bertanya-tanya. Ia menatap sang kakak yang layaknya kode sebuah pertanyaan. Hansel mengangguk pelan dengan santai dan tenangnya.
"Hey, kenapa diam saja?! Kamu tidak mau ikut mengantar daddy ke rumah sakit?" Tanya Ryann lagi masih dengan nada kesalnya.
"Hm…" Azel tampak bingung.
Karena Azel kira kakaknya akan menyusun rencana terlebih dahulu. Tapi, ternyata kakaknya sudah maju beberapa langkah dari yang seharusnya.
"Kalau tidak jadi, daddy akan pulang lagi. Berduaan dengan mommy kalian. Tidak buang-buang waktu seperti ini." Ryann meninggalkan kedua anaknya di lorong lift.
"Tunggu, dad!" Azel menahan lengan ayahnya.
"Bagaimana? Jadi, tidak?" Ryann bertanya sekali lagi.
"Harus sekarang banget, kak?" Azel beralih menatap kakaknya. Karena mereka belum ada persiapan.
"Dalam satu jam, Dr. Fandy ada urusan di luar kota. Telat berarti bertemu empat hari lagi." Jelas Hansel.
"Ah, baik kak. Ayo, dad. Kita jalan sekarang saja." Mereka pun masuk ke dalam lift bersamaan.
Azel dengan paper bag makanan di tangannya menjadi sedikit ribet dengan bawaannya.
"Mari, nona. Saya bantu." Sekretaris Leo menawarkan bantuan dengan membawakan paper bag yang dibawa Azel.
"Oh, iya boleh. Terima kasih ya."
"Kamu beli makanan dimana?" Tanya Ryann kepada Azel melirik paper bag yang dibawa Sekretaris Leo.
"Di restoran yang dekat kantor. Aku beli yang sejalan saja."
"Beli berapa?"
"Hm…, aku…, beli tiga porsi."
"Tiga porsi? Kamu sudah tahu daddy akan datang ya?" Ryann mengangkat alisnya.
"Bukan begitu…" Azel menggaruk tengkuknya. "Sebenarnya aku beli tiga porsi. Dua untuk aku sama Kak Hansel, satu lagi untuk Kak Argen. Tapi, kalau daddy mau, tidak apa untuk daddy saja." Azel menjadi tidak enak dan merasa bersalah.
"Jadi, kamu tidak peduli dengan daddy?" Ryann menatap Azel penuh tanda tanya.
"Aku peduli, dad. Hanya saja aku tidak tahu daddy akan datang."
"Maaf, memotong pembicaraan Tuan besar dan Nona muda. Lift sudah terbuka, silahkan tuan dan nona." Timpal Sekretaris Leo sembari menahan pintu lift.
Hansel dan Azel sudah keluar dari dalam lift. Tetapi, Ryann masih di dalam lift.
"Tidak dimakan dulu? Kalau tidak hangat pasti jadi tidak enak."
Azel menatap sang kakak. Hansel tidak memberikan jawaban baik sebuah anggukan atau gelengan kepala.
"Kalau daddy mau makan, kita makan dulu saja. Ayo, kak." Azel kembali masuk seraya menarik paksa pergelangan tangan Hansel.
Mereka semua pun tidak jadi berangkat sekarang. Lift kembali naik menuju lantai paling atas. Dimana mereka akan makan siang terlebih dahulu di ruangan sang kakak.
Bersambung.
Hai,hai! 👋
Terima kasih yang sudah baca karya ku💛
Semoga kalian terhibur dan tetap bahagia yaa💜
Jaga kesehatan dan terus semangat oke!💞
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian 👍
See u on the next episode 👋
KAMU SEDANG MEMBACA
The Four Heirs of Arthajaya
Roman d'amour"Kak Hansel saja yang jadi pewaris Arthajaya. Kakak pilihan tepat dari segala faktor." - Argen Arsetya Arthajaya "Kak Hansel jadi pewaris tunggal saja. Aku skip, kapan-kapan saja lagi mau jadi tukang roti." - Arazella Ansalma Arthajaya "Sorry, tidak...