La'Zea Bakery
"Ada tambahannya lagi, tuan?" Tanya orang kasir kepada pelanggan yang datang.
"Tidak ada."
"Total semuanya jadi dua ratus ribu delapan puluh satu enam ratus rupiah. Pembayaran melalui kartu atau tunai?"
Pelanggan itu tidak menjawab. Dia langsung memberikan sebuah kartu debit kepada kasir. Transaksi pun langsung dilakukan.
"Stop!"
Orang kasir langsung menghentikan proses transaksi. Padahal tinggal satu tahap lagi proses telah selesai. Namun, mendengar atasannya melarang. Dengan cepat ia menghentikan pergerakannya.
"Sudah, kak. Ambil saja rotinya. Gratis untuk kakak. Tidak perlu membayar." Ucap Azel kepada pelanggan itu.
"Kenapa?" Pelanggan itu mengerutkan keningnya heran.
"Khusus untuk Kak Allen gratis." Ucap Azel dengan senyumannya.
"Toko roti ini milikmu?"
"Iya, kak. Jadi, tidak perlu bayar. Kakak mau makan rotinya langsung di outdoor yang ada di atas atau dibawa pulang?"
"Roti ini bukan untukku." Jawabnya sekenanya.
"Hah? Jadi…, kakak beli roti untuk siapa?" Wajah Azel langsung murung. Andai saja Allen tidak bicara begitu. Mungkin Azel akan mengajaknya untuk makan bersama di lantai dua.
"Ibuku. Dia ingin makan mini cake dari toko roti yang sedang ramai di media sosial."
"Oh, begitu ya kak." Azel tersenyum sendiri mendengarnya. "Mau aku berikan yang lainnya lagi tidak, kak? Aku punya satu cake yang recommended lagi. Tunggu sebentar ya."
"Tidak perlu. Arazella…" Panggil Allen ingin menghentikan kegiatan Azel yang menurutnya berlebihan.
"Tidak apa-apa, kak. Sebentar…" Sahutnya sembari mempackingnya dengan rapi.
Untuk ibu mertua jangan sampai berantakan kalau tidak gagal aku jadi menantunya. Batin Azel seraya melakukannya dengan penuh hati-hati.
"Oke, sudah, kak. Berikan untuk ibu kak Allen ya. Salam dari Azel si pemilik toko roti gitu ya, kak. Terima kasih kak sudah datang." Ucapnya setelah Allen menerima pemberian Azel.
"Baiklah. Terima kasih." Allen pun melenggang pergi keluar dari toko.
Azel melihatnya menjadi jingkrak-jingkrak sendiri. Setelah sekian lama tidak bertemu dengan pujaan hati. Akhirnya, tuhan mempertemukan mereka kembali.
Ternyata tuhan mentakdirkan kita untuk bersama, kak. Batin Azel dengan senangnya kembali masuk ke dalam ruang khusus untuknya.
☘️🌹☘️
"Sudah, nak?"
Allen meletakkan paper bag berisikan roti dan mini cake itu di atas meja ruang keluarga.
"Ibu dapat salam dari pemiliknya." Ucap Allen tanpa memberitahu siapa pemiliknya. Langsung saja melenggang pergi menuju kamar pribadinya.
Sang ibu bingung. Kenapa bisa dia mendapatkan salam dari pemiliknya. Memangnya pemilik toko roti itu seseorang yang dia kenal. Sepertinya tidak.
Dia mengetahui toko roti itu dari aplikasi video yang sedang banyak digunakan orang-orang di luar sana saja. Maka dari itu dia penasaran dan langsung mencobanya dengan meminta tolong kepada anaknya untuk membelikan sesuatu yang ada di toko roti itu.
"Allen kamu kenal dengan pemiliknya?" Teriak sang ibu. Karena Allen belum berjalan terlalu jauh.
"Anak perempuan keluarga Arthajaya." Sahutnya.
Sang ibu pun mengangguk pelan saja. Seingatnya anak perempuan di keluarga temannya itu ada dua. Entah yang pertama atau kedua. Siapa nama anak perempuan keduanya saja dia lupa. Yang ia ingat dalam ingatannya namanya Herlina. Itu pun tidak yakin benar atau tidak.
Tanpa pikir panjang lagi. Sang ibu membuka paper bag itu dan mencicipi salah satu roti produksi toko roti yang ramai pengunjung itu.
"Enak juga rasanya. Sepertinya aku harus minta Allen belikan lagi untuk nanti sore sambil minum teh hangat." Pujinya.
Bersambung.
Hai,hai! 👋
Terima kasih yang sudah baca karya ku💛
Semoga kalian terhibur dan tetap bahagia yaa💜
Jaga kesehatan dan terus semangat oke!💞
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian 👍
See u on the next episode 👋
KAMU SEDANG MEMBACA
The Four Heirs of Arthajaya
Storie d'amore"Kak Hansel saja yang jadi pewaris Arthajaya. Kakak pilihan tepat dari segala faktor." - Argen Arsetya Arthajaya "Kak Hansel jadi pewaris tunggal saja. Aku skip, kapan-kapan saja lagi mau jadi tukang roti." - Arazella Ansalma Arthajaya "Sorry, tidak...