"A-apa? Mengenai ayah kalian?" Tanyanya memastikan gugup."Hm." Jawab Hansel santai sembari menyesap teh hangat yang telah disuguhkan.
"Memangnya ayah kalian belum memberitahu kalian?" Dokter Harry berusaha tenang. Meskipun detak jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.
"Berarti ada yang tidak kami tahu sebagai anaknya ya, dokter?" Timpal Azel kemudian membuat Dokter Harry menatap Azel yang hampir ia tak sadari keberadaannya.
"Ah, ya bagaimana ya itu…" Dokter Harry menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Bingung hendak menjawab apa. "K-kenapa tidak mencoba untuk…"
"Kenapa tidak bertanya langsung kepada daddy?" Tanya Azel yang paham maksud Dokter Harry.
"Iya itu, kenapa? Kalian anaknya pasti akan diberitahu. Jadi, tunggu saja sampai ayah kalian memberitahu ya." Dokter Harry tersenyum ramah seraya mencoba berdiri. "Saya masih ada beberapa pasien lagi yang harus ditangani. Kalian bol–"
"Tidak mungkin kan seorang dokter menunggu ajal pasiennya tiba?" Hansel yang sedari tadi menyimak kembali membuka suaranya.
Dokter Harry menelan salivanya sulit. Ia melihat Hansel yang sudah berdiri di hadapannya.
"Katakan."
"Hansel…, kamu memang sudah dewasa ya. Tapi, ingat saya ini teman ayahmu. Jadi, jangan bersikap tidak sopan!" Dokter Harry mencoba mengingatkan untuk menjaga harga dirinya.
"Teman yang ingin melihat temannya sendiri mati?"
Dokter Harry terdiam. Menatap Hansel yang semakin berani. Namun, melihat tatapan Hansel membuat ia tidak bisa menahan diri lagi.
Ryann…, awas kau ya! Sudah aku beri saran untuk beritahu keluarga mu. Tapi, nyatanya tidak kau beritahu. Rasanya ingin aku uleni seperti jadi perkedel kau…, Ryann! Dihampiri oleh kedua anakmu yang kurang ajar ini membuat harga diriku hancur. Batin Dokter Harry kesal dengan Ryann.
"Memangnya apa yang ingin kalian tahu?" Dokter Harry juga ikut berdiri.
"Ryann Arthajaya datang kemari seminggu yang lalu untuk menerima hasil Check-Up." Ucap Hansel menurut apa yang ia temukan.
Dokter Harry tahu maksud Hansel. Dengan segera ia memberikan salinan hasil Check-Up Ryann kepada Hansel.
"Jangan sampai hasil Check-Up itu tersebar ke media. Karena akan berdampak pada reputasi perusahaan kalian." Pesannya.
Hansel menatap Dokter Harry meminta penjelasan.
"Perhatikan setiap perbedaan yang muncul dari diri ayah kalian. Bisa saja itu gejala bukan kebiasaan yang berubah dengan semaunya." Jelasnya.
Hansel mengangguk paham. Ia pun melenggang pergi setelah mendapatkan apa yang ia inginkan.
"Hansel…" Dokter Harry memanggil Hansel yang berada di ambang pintu. "Ambil ini. Kalau kamu mau bertanya dan memberitahukan perkembangan ayahmu. Kamu bisa menghubungi saya." Dokter Harry memberikan kartu namanya.
Hansel menerima kartu nama itu dan melanjutkan jalannya. Azel mengikuti kakaknya dari belakang. Ia belum mengerti dengan yang dibicarakan oleh kakaknya dengan Dokter Harry. Ia hanya menyimak dan mengikuti Hansel saja.
"Itu apa kak?" Azel melirik map ditangan kakak seraya berjalan beriringan dengan Hansel.
Hansel diam saja. Ia tetap jalan menuju mobil mereka. Setelah sampai mobil. Hansel tidak langsung mengendarai mobilnya. Ia menatap Azel yang ada di sampingnya.
"Hotel atau langsung kembali?"
"Langsung kembali maksudnya langsung ke Indonesia lagi?" Azel mengerutkan keningnya.
"Hm."
"Lebih baik kita beli pakaian baru dulu, setelah itu makan, baru kembali ke hotel. Kita buka isi map itu." Ucap Azel yang sebenarnya risih dengan pakaian yang tidak diganti. Hanya di laundry hotel saja yang bisa cepat kering. Juga perutnya yang sudah meronta-ronta untuk diisi.
Hansel tanpa menjawab. Ia langsung melajukan mobilnya menuju tujuan pertama mereka.
Bersambung.
Hai,hai! 👋
Terima kasih yang sudah baca karya ku💛
Semoga kalian terhibur dan tetap bahagia yaa💜
Jaga kesehatan dan terus semangat oke!💞
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian 👍
See u on the next episode 👋
KAMU SEDANG MEMBACA
The Four Heirs of Arthajaya
Romance"Kak Hansel saja yang jadi pewaris Arthajaya. Kakak pilihan tepat dari segala faktor." - Argen Arsetya Arthajaya "Kak Hansel jadi pewaris tunggal saja. Aku skip, kapan-kapan saja lagi mau jadi tukang roti." - Arazella Ansalma Arthajaya "Sorry, tidak...