"Siapkan pesawat untuk pulang besok pagi." Perintah Ryann kepada Dion dalam mobil perjalanan menuju hotel.
"Baik tuan."
Sesampainya di hotel. Ryann tidak banyak bicara. Dion tidak ingin mengganggu tuannya yang pastinya belum bisa menerima kenyataan sebenarnya.
Walaupun Ryann terlihat biasa saja. Tentu sudah pasti membuat beban pikirannya bertambah. Dimana ia harus tetap bertahan hidup sampai semua situasi stabil dan tetap dalam kendalinya.
☘️🌹☘️
Dalam pesawat Ryann fokus dengan tablet dan meminta saran Dion sebagai tangan kanan kepercayaan dalam hal penerus perusahaan selanjutnya.
Setiap kali Ryann bertanya tentang keempat anak-anaknya. Dion selalu menjawab sesuai dengan pendapat jujurnya.
Ryann pun mempertimbangkan setiap jawaban Dion. Ia tidak akan main-main kali ini. Ryann cukup memanfaatkan waktu yang ada. Selama ia masih hidup sehat belum merasakan gejala.
Karena ia tidak ingin perjuangan dan pengorbanan yang telah dilaluinya berakhir sia-sia begitu saja nantinya. Jika, berada di tangan pimpinan yang tidak bertanggung jawab.
Setelah tujuh jam di dalam pesawat. Akhirnya, pesawat pun mendarat dengan sempurna di bandara internasional Soekarno-Hatta. Sesampainya di tanah air, Ryann langsung menuju ke rumah utama.
Berhubung situasi sudah sore menjelang malam. Banyak orang pulang kerja di sore hari membuat jalan raya dipadati oleh kendaraan. Sehingga Ryann sampai di rumah saat anggota keluarga sedang makan malam.
"Sayang, kamu tidak makan malam dulu?" Ajak Anna yang menghampiri suaminya di dalam kamar. Dari pelayan rumah yang memberitahu suaminya sudah pulang.
"Kalian sudah mulai?"
"Iya, makan malam dulu ya. Pasti kamu lelah, setelah itu aku pijat kamu."
"Iya, sayang. Kamu duluan saja. Setelah ini aku turun."
Ryann ingin berganti pakaian terlebih dahulu. Anna pun turun kembali ke ruang makan lebih dulu. Ryann menyusul setelahnya.
☘️🌹☘️
Malam harinya. Ryann berada di ruang kerjanya. Ia tampak ragu untuk memberitahu Anna mengenai penyakitnya. Ia ingin mengikuti saran Dokter Harry hanya saja tidak yakin dengan situasi setelahnya.
Anna sedang ada di dalam kamar. Ryann sedang menyiapkan kata-kata yang tepat agar tidak terlalu membuat Anna shock.
Ryann berharap Anna tidak terkejut. Setelah siap dengan penuh keyakinan dan kata-katanya. Ryann menuju kamar untuk menemui istrinya.
"Anna…"
Anna yang sedang melakukan perawatan wajah di depan meja rias hanya sekedar berdehem saja. Tanpa menoleh dan menjawab dengan perkataan.
"Ada yang ingin aku beritahu padamu." Ryann mendekati Anna dan duduk di meja rias istrinya seraya menatap Anna lekat.
"Kenapa?" Balasnya sembari tetap melakukan perawatan wajahnya.
Ryann menunggu Anna selesai melakukan perawatan wajahnya terlebih dahulu. Lalu, Ryann mengajak Anna untuk duduk di sofa yang ada di dekat televisi.
"Dengarkan aku dulu sampai selesai ya."
"Iya, kenapa?"
"Minggu lalu, aku bertemu dengan Dokter Harry untuk menerima hasil Check-Up."
"Menerima hasil Check-Up? Biasanya dikirim langsung tanpa kita datang ke sana." Anna mulai merasa heran.
"Aku menerima hasilnya secara langsung. Karena, Dokter Harry menemukan tanda-tanda Hepatoma dalam tubuhku."
Anna mengerutkan keningnya. Ia tidak mengerti apa yang dibicarakan Ryann. Ia menunggu Ryann melanjutkan pembicaraannya.
"Hepatoma itu kanker hati, sayang." Ryann memberitahu Anna yang merasa belum mengerti dengan pembicaraan.
"Kanker?" Anna reflek menutup mulutnya dengan tangan. Ia membulatkan matanya. Terkejut dengan pernyataan Ryann. "Kanker hati? Itu bisa sembuh kan, sayang?" Anna menatap Ryann lekat.
Bersambung.
Hai,hai! 👋
Terima kasih yang sudah baca karya ku💛
Semoga kalian terhibur dan tetap bahagia yaa💜
Jaga kesehatan dan terus semangat oke!💞
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian 👍
See u on the next episode 👋
KAMU SEDANG MEMBACA
The Four Heirs of Arthajaya
Romance"Kak Hansel saja yang jadi pewaris Arthajaya. Kakak pilihan tepat dari segala faktor." - Argen Arsetya Arthajaya "Kak Hansel jadi pewaris tunggal saja. Aku skip, kapan-kapan saja lagi mau jadi tukang roti." - Arazella Ansalma Arthajaya "Sorry, tidak...