"Dasar anak manja! Makanya jangan jahil. Mereka tidak mengajak kamu juga supaya mereka tidak hipertensi." Timpal Ryann yang juga menemani istrinya di ruang tamu.
"Enak saja! Mom, cari daddy baru saja mom. Lihat wajahnya sudah tua dan jelek." Balas Argen mengejek.
Ryann melempar bantal sofa ke arah Argen yang berhasil dihadang oleh Anna. "Kalian sudah ah, Jangan berantem!" Tegur Anna pusing mendengarkan ocehan kedua orang tersayangnya.
"Daddy duluan mom." Argen mencari pembelaan.
"Sayang, anak kamu itu harus diberi pelajaran." Balas Ryann tak mau kalah.
"Anak aku? Dia juga anak kamu. Mommy mau ke kamar sajalah. Kalian berisik." Anna pun pergi meninggalkan Argen dan Ryann yang menatap kepergian Anna.
"Daddy sih, mommy pergi kan." Argen pun menyalahkan Ryann. Ia ikut pergi meninggalkan ayahnya.
"Awas ya kamu Argen!" Kesal Ryann.
☘️🌹☘️
Beberapa hari berlalu. Hampir seminggu Hansel dan Azel di negara tirai bambu. Selama ini mereka mencoba mencari beberapa cara penanganan yang mungkin bisa menyembuhkan atau setidaknya mencegah sebelum semakin parah.
Namun, nyatanya tidak ada apapun yang bisa ditemukan. Apalagi obat herbal, meskipun ada tapi mereka tidak ingin mengambil resiko. Entah ada kandungan yang berbahaya atau tidaknya.
"Sepertinya kita harus mengikuti cara pencegahan dokter Harry saja, kak." Ucap Azel karena tidak ada cara lain lagi selain anjuran dari dokter.
"Tolong kirim pesan kepada Dokter Harry untuk membuat jadwal penanganan."
"Baik kak, aku chat dia dulu."
Hansel mencoba mencari-cari dari beberapa lembaran kertas yang sudah mereka kumpulkan di atas meja yang mungkin saja bisa menangani masalah kanker hati dengan cepat. Tapi, tetap saja jawabannya tidak akan ada.
"Kak…"
"Hm."
"Katanya ayah disuruh untuk melakukan Biopsi dulu." Ucap Azel seraya membaca pesan balasan dari Dokter Harry.
Hansel mengerutkan keningnya. "Tanya biopsi apa."
"Sebentar kak, dokter Harry juga bilang dia sudah merekomendasikan ayah dengan dokter di Indonesia yang dipercaya bisa bantu menangani ayah." Jelasnya. "Namanya dok–"
Hansel langsung mengambil alih paksa ponsel Azel. Ia baca sendiri pesan dari dokter Harry. Lalu, ia ketik pesannya seorang diri.
Setelah selesai dengan apa yang ingin diketahuinya. Hansel mengembalikan ponsel adiknya. Azel membaca pesan yang dikirimkan oleh Hansel.
"Rumah sakit AMC dimana kak?"
"Di Jakarta."
"Hah? Di mananya? Rumah sakit baru ya? Lebih bagus AMC atau rumah sakit Arthajaya?"
"Coba kamu search sendiri."
Azel karena penasaran. Ia langsung search rumah sakit AMC melalui ponselnya.
"Ih, kak Hansel! Bukannya langsung bilang saja kalau AMC itu Arthajaya." Kesal Azel.
"Kamu harus tahu, karena kamu keluarga Arthajaya."
"Terserah saja, yang penting aku bukan bagian dari perusahaan lagi."
☘️🌹☘️
Pagi harinya Hansel dan Azel kembali bersiap-siap untuk menuju tanah air. Sudah cukup satu minggu lamanya untuk mencari cara pencegahan.
Walaupun hasilnya ditujukan di tempat asalnya juga. Selain itu juga ada hikmahnya kalau dokter terbaik bukan hanya ada di rumah sakit luar negeri saja. Tetapi, di dalam negeri tepatnya di rumah sakit kepemilikan sendiri juga ada yang terbaik.
Dan sudah seharusnya Hansel melirik rumah sakit Arthajaya lebih dulu. Sebelum mencari-cari di rumah sakit besar luar negeri.
Bersambung.
Hai,hai! 👋
Terima kasih yang sudah baca karya ku💛
Semoga kalian terhibur dan tetap bahagia yaa💜
Jaga kesehatan dan terus semangat oke!💞
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian 👍
See u on the next episode 👋
________________________________
Pesan untuk kalian semua para readers setia karya ku...
Sebelumnya aku mohon maaf ya karena update-nya selalu lama, karena untuk semester ini aku akan ada banyak ujian. Cari waktu untuk nulisnya pun sedikit sulit.
Jadi, harap bersabar dan setia menunggu update dari karya ku satu ini ya...
Love u💞
Amanda☺️
KAMU SEDANG MEMBACA
The Four Heirs of Arthajaya
Storie d'amore"Kak Hansel saja yang jadi pewaris Arthajaya. Kakak pilihan tepat dari segala faktor." - Argen Arsetya Arthajaya "Kak Hansel jadi pewaris tunggal saja. Aku skip, kapan-kapan saja lagi mau jadi tukang roti." - Arazella Ansalma Arthajaya "Sorry, tidak...