Mau tidak mau Azel memberikan username Instagram kakak perempuannya. Walaupun hubungan diantara keduanya sedang tidak baik-baik saja.
Demi mendapatkan progres lebih lagi untuk mencapai targetnya ia akan mengurus akibatnya belakangan. Kalau memang ketahuan Azel yang memberikannya.
Azel langsung saja naik ke atas. Menuju lantai di mana ruangan Allen berada. Ia mengikuti sesuai apa yang diberitahukan oleh Hardan.
"Maaf, apa Allen nya ada di ruangan?" Tanya Azel pada staf sekretaris yang ada di dekat ruangan.
"Ada, nona. Mari saya antar." Balasnya.
"Hm…, tidak usah. Tidak apa-apa. Terima kasih." Ucap Azel ramah.
Sekretaris itu pun menunduk hormat dan membiarkan Azel masuk ke dalam ruangan sendiri.
Azel mengetuk pintu ruangan. "Masuk!" Setelah mendapat sahutan dari dalam. Barulah Azel masuk ke dalam.
Ternyata di dalam tidak hanya ada Allen saja. Melainkan ada Tuan besar dan nyonya besar Gautama. Azel menjadi merasa tidak enak. Kalau tahu gitu ia tidak akan masuk ke dalam tadi.
"Selamat malam. Maaf mengganggu kalian. Saya –" Ucapan Azel terpotong.
"Pa, gimana kalau kita gantian. Kasihan mereka mau pendekatan, tidak enak kalau diganggu." Ucap ibunda Allen yang sengaja menggoda anaknya karena dihampiri oleh Azel. Anak dari temannya sendiri.
"Ayo, ma. Siapa tahu besok kita dengar kabar mereka mau lamaran kan? Bisa punya cucu cepat kita." Ucap Ayahanda Allen yang menyetujui ucapan istrinya.
"Semangat ya sayang. Semoga berhasil." Ucapan Ibunda Allen yang sengaja menyemangati Azel seraya keluar dari ruangan anaknya.
Setelah kedua orang tua Allen keluar. Azel masuk ke dalam. Ia menjadi tidak enak.
"Kak…"
"Azel, apa ada hal penting yang ingin kamu bicarakan?" Tanya Allen menatap Azel.
"Tidak ada, kak. Apa Kak Allen sibuk?" Azel berharap Allen tidak sibuk. Kalau iya, pasti Allen akan merasa Azel sebagai pengganggu sekali.
"Tidak. Kenapa?"
"Hm…, tidak kenapa-kenapa sih kak." Azel menjadi bingung. Ia ingin melakukan apa ketika bertemu. Topik untuk dibicarakan pun juga tidak ada. Karena ia sudah mendapatkan nomor telepon pujaan hatinya itu.
"Baiklah. Kalau tidak ada yang penting." Ucapnya. Allen bangkit dari duduknya. Ia mengambil jas kerja dan memakainya. "Mau saya antar pulang?" Tawarnya.
"Eh, bol–. Hm…, aku bawa mobil sendiri, kak. Tidak usah. Terima kasih." Jawab Azel menyesal. Ia merutuki dirinya sendiri karena membawa mobil. Coba saja ia tidak bawa mobil sendiri. Pasti ia sudah bisa satu mobil dengan pujaan hatinya.
"Saya mau pulang. Ada yang mau kamu bicarakan?" Allen bertanya lagi memastikan. Karena Azel belum beranjak juga. Padahal Allen sudah ingin pulang.
"Tidak ada, kak." Jawabnya.
"Lalu?" Allen heran dengan Azel.
"Oh, iya. Kalau begitu aku pamit ya, kak."
"Iya, silahkan."
"Aku duluan ya, kak." Pamit Azel seraya keluar dari ruangan.
"Iya, hati-hati."
"Gila kali ya. Kenapa bisa aku tidak persiapan dulu." Gumamnya sembari berjalan menuju lift.
Ia buru-buru masuk ke dalam lift. Ia tidak ingin satu lift bareng Allen. Sungguh memalukan saja tingkahnya kali ini. Usaha kali ini ia tidak mendapatkan progress apapun. Karena ia sendiri yang bodoh.
Bersambung.
Hai,hai! 👋
Terima kasih yang sudah baca karya ku💛
Semoga kalian terhibur dan tetap bahagia yaa💜
Jaga kesehatan dan terus semangat oke!💞
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian 👍
See u on the next episode 👋
KAMU SEDANG MEMBACA
The Four Heirs of Arthajaya
Romance"Kak Hansel saja yang jadi pewaris Arthajaya. Kakak pilihan tepat dari segala faktor." - Argen Arsetya Arthajaya "Kak Hansel jadi pewaris tunggal saja. Aku skip, kapan-kapan saja lagi mau jadi tukang roti." - Arazella Ansalma Arthajaya "Sorry, tidak...