Rangkaian persiapan untuk pernikahan yang harus disiapkan semuanya telah diatur sedemikian rupa oleh Anna dan Ryann. Bukan atas perintah Hansel melainkan keinginan kedua orang tuanya sendiri.
Karena perdana anak pertamanya yang akan menikah mereka ingin ikut andil juga. Hansel dan Selina pun tidak masalah. Karena Selina juga merasa tidak berhak untuk mengatur makanya menyerahkannya kepada Hansel.
"Lusa kalian fitting baju pengantin ya. Setelah jam makan siang ketemuan di butik yang nanti lokasinya mommy share location ke Hansel." Ucap Anna kepada Hansel dan Selina di ruang makan rumah utama Arthajaya.
Selina mengangguk saja. Ia masih terlalu canggung untuk berinteraksi lebih. Sedangkan, Hansel hanya diam saja.
"Minggu depan aku pindah."
Uhuk!, Uhuk!.
Ryann segera memberikan gelas air mineral untuk istrinya. Anna menerimanya dan langsung diteguknya hingga tandas. Terkejut ia mendengar penuturan anaknya itu yang begitu tiba-tiba.
"Pindah? Lagi?" Balas Anna tidak menyangka.
"Lagi?" Hansel mengerutkan keningnya.
"Helena sudah pindah tinggal sendiri, sekarang kamu juga mau pindah? Nanti siapa lagi setelah kamu, Azel? Argen? Semuanya saja sekalian pindah semua. Apa gunanya ada rumah besar seperti ini kalau isinya hanya dua orang ditambah pekerja rumah?" Kesal Anna. Anna belum bisa rasanya untuk ditinggalkan anak-anaknya.
Memang mau bagaimanapun pasti mereka akan lebih nyaman tinggal di rumah mereka sendiri. Dengan begitu kehidupan akan lebih bebas. Tapi, rasanya Anna belum siap untuk ditinggalkan anak-anak satu persatu.
"Keputusanku sudah bulat." Tanggapan Hansel yang sudah tidak bisa ditawar lagi.
"Kenapa mau pindah? Memangnya tinggal disini tidak nyaman untuk kalian berdua?" Tanya Anna menatap penuh selidik diantara keduanya.
Selina yang juga ikut ditatap menjadi bingung. Sementara keputusan itu ada di tangan Hansel. Selima tidak ikut andil di dalamnya. Jadi, ia tidak tahu apa-apa.
"Sayang, mereka pasti butuh privasi untuk keluarga kecilnya nanti. Lihatlah kita, sebelumnya tinggal bersama kedua orang tua, setelah menikah kita hanya tinggal berdua. Sama juga dengan mereka." Timpal Ryann membantu Hansel. "Tidak apa-apa kalau kalian mau pindah. Tapi, sering-seringlah berkunjung ke rumah." Ucap Ryann kepada mereka berdua.
"Hm." Balas Hansel. Setidaknya ada sang ayah yang ada dipihaknya.
"Ya sudah, terserah kalian saja. Cucu jangan lupa." Ucap Anna yang masih kesal, namun terselip permintaan yang membuat Selina meneguk salivanya sulit.
Tiba-tiba saja makan malam mereka dikejutkan oleh suara teriakan salah satu pekerja rumah tangga.
"TUAN, NYONYA!!!"
"TUAN, NYONYA!!!" Teriak salah satu pekerja rumah tangga menghampiri mereka semua dengan tergopoh-gopoh. "—eh, ada nona juga." Ucapnya ketika menyadari keberadaan Selina di ruang makan.
"Ada apa bi? Kenapa teriak-teriak begitu?" Tanya Anna heran.
"Itu nyonya, Nona Azel pingsan di depan!" Seru pekerja rumah tangga itu.
"Hah?!" Anna terkejut bukan main. "Bawa ke rumah sakit sekarang!!!" Anaknya yang biasanya riang-riang saja dan selalu sehat-sehat saja tiba-tiba dikabarkan pingsan membuat Anna khawatir.
"Baik, nyon—"
"Tunggu! Tidak perlu ke rumah sakit. Bawa ke kamarnya saja. Baringkan dia di ranjang." Titah Ryann yang langsung pergi meninggalkan ruang makan detik itu juga.
"Baik, tuan." Ucap pekerja rumah tangga itu.
"Bi, sekarang Azel nya memang dimana?" Tanya Anna khawatir.
"Di ruang tamu, nyonya. Diantar sama temannya."
"Ya sudah, suruh bawa ke kamar sekarang bi, ayo!" Ucap Anna langsung mengikuti pekerja rumah tangga itu.
Hansel pun mengikuti ibunya. Selina mengikut saja. Ia bingung ingin ikut siapa. Daripada sendirian.
Bersambung.
Hai,hai! 👋
Terima kasih yang sudah baca karya ku💛
Semoga kalian terhibur dan tetap bahagia yaa💜
Jaga kesehatan dan terus semangat oke!💞
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian 👍
See u on the next episode 👋
KAMU SEDANG MEMBACA
The Four Heirs of Arthajaya
Romance"Kak Hansel saja yang jadi pewaris Arthajaya. Kakak pilihan tepat dari segala faktor." - Argen Arsetya Arthajaya "Kak Hansel jadi pewaris tunggal saja. Aku skip, kapan-kapan saja lagi mau jadi tukang roti." - Arazella Ansalma Arthajaya "Sorry, tidak...