Hansel baru saja sampai kembali di rumah. Di tangga ia tidak sengaja bertemu dengan ibunya. Anna ingin bicara dengan Hansel. Mereka pun bicara di ruang kerja.
Mereka duduk di sofa dengan teh hangat yang sudah disiapkan oleh pelayan di rumah. Anna menatap anaknya yang akhirnya telah kembali dengan selamat.
"Nak, besok-besok beritahu daddy mu ya. Kalian kalau naik pesawat harus dipisah, jangan satu pesawat." Tegur Anna yang turut mengingatkan. Karena maraknya insiden pesawat jatuh. "Daddy ke kantor dulu ya? Mommy belum lihat daddy dari tadi."
"Ke China untuk urusan pentingnya." Jawabnya seraya meminum teh hangat miliknya.
"Oh, baiklah. Oh, iya nak..."
Hansel menatap Anna.
"Kamu sudah bertemu dengan Danielle?"
"Sudah."
"Maafkan mommy ya, sebenarnya mommy tidak ingin anak-anak mommy dijodohkan. Hanya saja ayahmu merasa kamu akan sulit untuk mencari jodoh sendiri." Anna merasa bersalah. Namun, ia harus tetap mengikuti keputusan suaminya. "Dan juga kalau memang kamu terpilih menjadi pewaris Grup Arthajaya, pasti membutuhkan keturunan."
"Aku mengerti."
"Kamu tidak marah atau keberatan kan, nak?"
Hansel menggelengkan kepalanya pelan. Anna tersenyum. Setidaknya Anna merasa lega kalau dari anaknya sendiri tidak masalah dengan perjodohan yang ada.
Perihal perjodohan saja dadakan. Anna belum sempat berdiskusi secara langsung dengan Ryann. Hanya diskusi melalui panggilan telepon saja.
Tapi, Ryann sudah mengambil keputusan sepihak. Yang dimana mau tidak mau Anna harus menerima keputusan Ryann juga. Meskipun begitu Anna yakin Ryann sebagai ayah tidak mungkin salah mengambil keputusan untuk anaknya sendiri.
☘️🌹☘️
Argen baru saja keluar dari kamarnya. Ia melihat kakak perempuannya membawa koper besar keluar dari kamarnya.
"Mau kemana, kak? Jalan-jalan?" Terka Argen dengan beraninya.
"Bukan urusanmu." Jawabnya.
"Wih! Enak dong jalan-jalan. Ke mana kak? Aku ikut dong kak. Bayarin…" Rengek Argen sengaja dengan beraninya. "Ke Hongkong? Paris? Singapura? Thailand? Aku ikut kak. Nanti aku yang bayar transport-nya."
Helena menatap kesal Argen. Ia langsung jalan dengan koper besarnya itu melalui lift yang ada di rumah. Argen dengan jahilnya tetap mengikuti sang kakak untuk turun bersama ke bawah. Mereka pun berpapasan dengan Anna di lantai bawah.
"Helen, kamu jadinya hari ini? Tidak jadi mulai senin saja?" Tanya Anna mendekati Helen.
"Tidak, aku ingin hari ini."
"Baiklah, nanti mommy beritahu daddy. Hati-hati ya. Sering-sering pulang ke rumah utama ya, nak." Pesan Anna seraya memeluk Helena.
Argen mengamati saja interaksi antara ibu dan anak itu. Sampai akhirnya Helena pergi dengan mobilnya sendiri.
"Kak Helen mau kemana, mom?" Argen penasaran.
"Kak Helen ingin tinggal sendiri. Dia sudah punya rumah sendiri sekarang."
"Oh iyakah? Dimana rumah Kak Helen?"
"Penthouse apa ya namanya..." Anna mencoba mengingat sejenak.
"Mommy lupa. Tanya saja sendiri kakak mu ya." Anna pun meninggalkan Argen dengan rasa penasarannya. "Oh iya, kalau kamu sudah tahu dimana Helen tinggal. Jangan buat kakak kamu kesal lagi ya. Siapa tahu dia pindah dari rumah ini gara-gara kamu yang jahil." Ucap Anna sebelum benar-benar meninggalkan Argen.
"Sabar…, sabar…" Argen menghela nafasnya. Merasa memangnya dirinya itu sejahil itu ya, sampai-sampai harus pindah tinggal sendiri.
Setelah melihat Anna pergi. Argen tersenyum lagi. "Tidak ada yang bisa dibuat kesal lagi sekarang. Sisa Kak Hansel sama Azel." Gumamnya tersenyum licik.
Dasar Argen manusia si paling jahil. :')
Bersambung.
Hai,hai! 👋
Terima kasih yang sudah baca karya ku💛
Semoga kalian terhibur dan tetap bahagia yaa💜
Jaga kesehatan dan terus semangat oke!💞
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian 👍
See u on the next episode 👋
KAMU SEDANG MEMBACA
The Four Heirs of Arthajaya
Romance"Kak Hansel saja yang jadi pewaris Arthajaya. Kakak pilihan tepat dari segala faktor." - Argen Arsetya Arthajaya "Kak Hansel jadi pewaris tunggal saja. Aku skip, kapan-kapan saja lagi mau jadi tukang roti." - Arazella Ansalma Arthajaya "Sorry, tidak...