Di tengah malam, Anna yang sedang tertidur lelap terkejut dengan gerakan tiba-tiba dari Ryann yang melepaskan pelukannya dan berlari menuju kamar mandi.
Anna yang merasa khawatir langsung saja mengikuti Ryann ke kamar mandi. Dilihatnya Ryann sedang mencoba mengeluarkan isi perutnya di wastafel.
Anna memijat pelan tengkuknya agar Ryann lebih enak untuk memuntahkan isi perutnya. Setelah selesai ia bantu untuk kembali merebahkan tubuhnya di ranjang.
"Tunggu sebentar, aku buatkan teh dulu ya." Ryann mengangguk dengan wajah yang pucat. Anna keluar dari dalam kamar.
Tidak lama Anna kembali dengan secangkir teh hangat di tangannya. Ia berikan kepada Ryann. Anna bantu Ryann untuk meminum tehnya. Agar perutnya bisa merasa hangat.
"Pelan-pelan…" Anna mengingatkan.
"Terima kasih." Ryann baru meminumnya sedikit dan memberikan cangkir itu kepada istrinya.
Anna menaruhnya di atas nakas. "Sebelum tidur dihabiskan dulu tehnya. Supaya nyenyak tidurnya, perut kamu jadi hangat."
Ryann mengangguk sembari memijat pelan perutnya di bagian kanan atas. Anna memperhatikan tangan juga wajah suaminya yang sepertinya tengah menahan rasa sakit.
"Kenapa?" Anna menyentuh tangan suaminya dan mengusap punggung tangannya.
"Tidak apa-apa, hanya terasa nyeri sedikit saja." Jelasnya lirih.
"Sedikit?! Sejak kapan ada nyeri sedikit? Memangnya ada juga sakit sedikit? Namanya sakit ya sakit saja." Tegur Anna kesal dengan jawaban suaminya yang ia juga paham agar dirinya tidak khawatir. Sebisa mungkin Anna pun menahan dirinya untuk tidak bersikap khawatir berlebihan. "Dimana sakitnya?"
Ryann menaruh tangan istrinya di perutnya bagian kanan atas. Anna mengusap perut suaminya dengan lembut dengan harapan mengurangi rasa nyerinya.
"Bagaimana masih sakit?" Ryann mengangguk pelan.
"Mau ke rumah sakit?" Tawar Anna menjadi kasihan.
"Tidak. Sebentar lagi juga hilang sakitnya."
"Diminum lagi dulu tehnya." Anna memberikan teh hangat tadi ke suaminya lagi untuk dihabiskan.
Setelah dihabiskan pelan-pelan. Anna mencoba membantu Ryann untuk tidur lagi. Diusapnya perut Ryann dengan lembut agar rasa nyerinya sedikit hilang.
Namun, karena tidak kunjung hilang. Anna ambilkan kain yang sudah dibilas dengan air hangat. Sehingga rasanya hangat di permukaan kulit bagian perut.
Ryann memperhatikan cara istrinya merawat dirinya yang sedang sakit. Ia merasa bersalah karena Anna menjadi terganggu tidur nyenyaknya juga membuat istrinya khawatir.
"Masih sakit?" Anna menatap Ryann.
"Sudah lebih baik, terima kasih." Ryann mengusap tangan Anna dengan lembut.
"Hm…" Anna mengecup sekilas pipi Ryann.
"Boleh aku bicara sebentar?" Ryann menatap istrinya serius.
"Mau bicara apa?" Anna mengerutkan keningnya.
"Bantu aku pertimbangkan anak-anak lagi untuk menjadi pimpinan perusahaan."
"Kamu ingin mempertimbangkan mereka lagi? Bukannya kamu sudah menargetkan Hansel sejak awal."
"Aku menjadi bimbang. Karena sikapnya yang dingin, aku khawatir dia tidak bisa berdiskusi."
"Memangnya kamu tidak pernah lihat dia berdiskusi?"
"Pernah. Hanya saja–"
"Sudahlah, kita bicarakan besok lagi. Kamu harus istirahat." Anna melihat wajah Ryann yang seperti menahan rasa pusing di kepalanya menyudahi pembicaraan mereka di tengah malam ini.
"Baiklah. Tidurlah, sayang…, aku juga akan mencoba untuk tidur lagi." Ryann mengusap rambut Anna penuh kasih sayang. Anna mengangguk.
☘️🌹☘️
Rutinitas setiap pagi selalu menjadi cara untuk menyatukan keluarga. Karena waktu bersama hanya ada disaat sarapan pagi juga makan malam. Selain dua hal itu mereka semua sibuk dengan aktivitas sehari-hari mereka.
"Dad, tumben makan bubur. Biasanya selalu makan nasi sama salad atau nasi goreng atau juga roti." Argen merasa heran dengan ayahnya sendiri.
"Mungkin daddy sedang diet. Karena dikasih makan banyak terus sama mommy." Timpal Azel dengan candaannya.
"Memangnya daddy salah makan bubur?" Ryann menatap kesal Argen.
"Tidak salah. Tapi, aneh saja."
"Daddy aneh makan bubur?" Ryann mengangkat alisnya.
"Tidak juga. Tapi, berbeda saja gitu. Biasanya makan nasi sekarang bubur."
"Memangnya bubur bukan nasi?"
"Bubur itu nasi, tapi dihaluskan bukan nasi beneran." Argen terdiam. Setelah menyadari ucapannya.
"Berarti ada nasi bohongan dong, kak?" Tanya Azel.
"Tidak ada. Bukan begitu juga maksudku, tapi maksudku itu–"
"Sudah-sudah…, ayo kita makan dulu. Kalian semua bisa terlambat bekerja nanti." Anna mengingatkan.
Ryann tersenyum melihat wajah anaknya yang kesal. Beruntungnya Ryann tidak kalah dalam pertanyaan anaknya. Karena bisa saja timbul rasa kecurigaan untuk anak-anaknya. Karena perubahan kebiasaan dari makanannya.
Ryann juga makan bubur hanya karena tidak ingin makan nasi saja. Rasanya ingin makanan yang lain. Rasanya bosan dan tidak ingin makan makanan yang disajikan. Jadi, ia minta untuk dibuatkan bubur oleh pelayan bagian dapur.
Bersambung.
Hai,hai! 👋
Terima kasih yang sudah baca karya ku💛
Semoga kalian terhibur dan tetap bahagia yaa💜
Jaga kesehatan dan terus semangat oke!💞
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian 👍
See u on the next episode 👋
KAMU SEDANG MEMBACA
The Four Heirs of Arthajaya
Romance"Kak Hansel saja yang jadi pewaris Arthajaya. Kakak pilihan tepat dari segala faktor." - Argen Arsetya Arthajaya "Kak Hansel jadi pewaris tunggal saja. Aku skip, kapan-kapan saja lagi mau jadi tukang roti." - Arazella Ansalma Arthajaya "Sorry, tidak...