Anna sudah menyiapkan beberapa makanan ringan untuk disantap bersama dengan tamu yang akan datang nanti.
Ia sudah meminta semua anaknya untuk bersiap. Karena sebentar lagi sesuai dengan jam janjian mereka untuk bertamu yaitu, jam delapan malam.
"Maaf nyonya, ada tamu yang sudah datang di ruang tamu." Ucap pelayan rumah menghampiri Anna yang masih di dapur.
"Oh iya, nanti saya ke depan. Tolong bawa makanan ini ke meja tamu ya." Pesan Anna.
"Baik, nyonya."
Anna segera menuju ruang tamu untuk menjamu tamu yang telah datang. Anna bersalaman dengan temannya. Saling berpelukan karena sudah bertahun-tahun tidak bertemu.
"Kamu apa kabar, Anna?" Tanya Renna teman Anna.
"Aku baik, malah sangat baik. Kamu sendiri bagaimana?" Anna berbalik tanya seraya mempersilahkan duduk.
"Aku juga baik, sudah berapa lama ya kita tidak bertemu?"
"Sekitar lima belas tahun lebih mungkin ya. Kalau tidak salah saat aku melahirkan anak pertama ku, suami kalian ada pekerjaan di Australia kan? Makanya kalian semua ikut pindah ke sana." Ungkap Anna yang berusaha mengingat.
"Ah, iya iya. Benar. Sekarang anak kita sudah besar-besar. Dimana anak mu?" Renna belum melihat keberadaan anak-anak Anna.
"Oh iya, sebentar ya aku panggil mereka dulu."
Anna meninggalkan ruang tamu untuk memanggil mereka bertiga. Lalu, kembali ke ruang tamu bersama ketiga anaknya.
"Aduh..., si tampan dan si cantiknya ada dua ya." Puji Renna sembari bersalaman dengan mereka bertiga.
Argen, Helen dan Azel juga bersalaman dengan anak dari Renna. Mereka semua pun duduk bersama di ruang tamu.
"Namanya siapa saja ini? Anak pertama mu siapa namanya, Handy? Hanky? Dia tidak ada ya?" Renna memperhatikan ketiga anak Anna.
"Hansel, anak pertama ku Ren. Dia sedang ikut suamiku perjalanan bisnis. Lalu, ini sebelahku Argen, Helena sama Azel. "
"Cantik-cantik sama tampan semua ya. Pantas kurang satu. Padahal Hansel sama Allen bisa saling tukar pikiran karena sama-sama pewaris perusahaan."
"Terima kasih, anak kamu juga tidak kalah tampan dari anakku. Kalau untuk pewaris perusahaan kami belum menentukan siapa. Karena kami menentukan dari kemampuan anak kami saja." Jelas Anna.
"Oh, masih rumit ya penentuannya."
"Iya, Ren. Aku sama suami masih abu-abu melihat kemampuan mereka yang sama-sama bisa menjadi pewaris." Ungkap Anna. "Kalau mereka siapa saja? Sepertinya sangat mirip sekali dengan ayahnya ya." Lanjut Anna seraya menelisik wajah dari kedua anak laki-laki Renna.
"Haha iya, banyak yang bilang mereka memang mirip dengan ayahnya. Yang kiri Hardan dan yang kanan Allen."
"Namanya keren ya. Yang anak pertama Hardan atau Allen?"
"Allen anak pertama, Hardan kedua."
Mereka semua pun mengobrol bersama. Sekaligus menjalin silaturahmi karena Renna baru saja kembali ke Indonesia. Juga memperkenalkan anak-anak mereka yang sudah besar.
Hingga pukul sepuluh malam Renna bersama anaknya pulang. Setelah kepulangan mereka. Azel langsung lari meninggalkan Anna, Helen dan Argen yang menatap heran kepergiannya.
"Kenapa lagi manusia satu ini?" Argen merasa heran.
"Mungkin dia melupakan sesuatu." Terka Anna.
"Maybe." Argen mengangkat kedua bahunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Four Heirs of Arthajaya
Romance"Kak Hansel saja yang jadi pewaris Arthajaya. Kakak pilihan tepat dari segala faktor." - Argen Arsetya Arthajaya "Kak Hansel jadi pewaris tunggal saja. Aku skip, kapan-kapan saja lagi mau jadi tukang roti." - Arazella Ansalma Arthajaya "Sorry, tidak...