05

456 60 6
                                    

Jaehan dan Sebin, sepertinya tampilan mereka saja yang terlihat kekar. Aslinya, mereka adalah anak rumahan yang tak tahu apa itu dunia luar.

Hidup mereka dibatasi pagar. Tinggi menjulang, keduanya belum pernah ada yang melanggar.

Hidup mereka begitu teratur, seolah jalan yang harus mereka lalui sudah tertata sedemikian rupa. Mereka hanya tinggal berjalan di atasnya.

Tak ada kenakalan remaja selain hanya mencontek saat ujian atau terlambat datang karena mampir ke tempat permainan.

Lingkup pertemanan pun dibatasi. Mungkin karena itu perasaan terhadap sesuatu di luar 'dunia' mereka sedikit hambar juga. Jarang menemukan ketertarikan karena semua sudah tercukupi. Tak ada yang perlu mereka cari lagi.

Mereka memang bukan anak konglomerat atau pun orang-orang kaya yang hanya memiliki teman yang setara, tapi jelas prinsip orang tua mereka tak jauh berbeda.

Jika sedikit dipikirkan, mengapa Jaehan dan Sebin begitu menuruti orang tuanya? Tidak ada yang tahu mengapa. Mungkin karena mereka terlahir menjadi anak-anak yang jauh dari rasa penasaran saja.

Bahkan tertarik dengan seseorang pun adalah hal yang jarang terlintas dalam benak mereka. Bisa dibilang ini adalah yang pertama. Pertama dalam hal benar-benar jatuh cinta. Sepertinya ini juga bukan sekedar ketertarikan sesaat bagi keduanya.

Sayangnya, rasa itu jatuh pada orang yang sama.

Setidaknya, ini di sisi Jaehan.

"Sebin-ah, sejak kapan kau menyukainya?"

"Sejak dia datang. Kau?"

"Sama."

Sebin terkekeh, diikuti Jaehan yang tak habis pikir juga.

"Apa kau sungguh menyukainya, Sebin-ah?"

Karena dari pada suka, tingkah yang Sebin tunjukkan lebih terlihat seperti sebuah rasa penasaran saja.

"Mm. Aku tahu apa yang kau pikirkan tentangku. Tapi, sungguh ... aku menyukainya, tertarik padanya, dan ingin dekat dengannya."

Melihat langit malam, keduanya berbaring di taman belakang rumah Jaehan.

Mendengar penuturan Sebin, Jaehan tahu temannya kali ini merasa yakin.

"Kau sendiri?"

Sebin lebih dari tahu, Jaehan -sahabatnya itu bukan tipe yang bisa menyembunyikan sesuatu.

"Sebin-ah, kau tak ingin mengalah padaku?"

Sebin terbahak, "Bukankah seharusnya yang lebih tua yang seharusnya mengalah?"

"Jangan membawa-bawa umur ya ..."

Keduanya tertawa. Jaehan selalu tak mau jika jarak usia mereka diperbincangkan di depan wajahnya.

Ia memang setahun lebih tua, tapi itu bukan keinginannya juga harus terlambat sekolah demi menunggu Sebin cukup dengan usianya.

Lagi-lagi, bukannya ia keberatan, hanya saja tidak mau jika selalu itu yang dibicarakan.

"Menurutmu Yechan itu bagaimana?" tanya Jaehan mengalihkan perhatian.

Sebin tampak berpikir. Lalu berkata jika Yechan bisa saja tak seperti apa yang diperlihatkan.

"Dia terlalu sulit ditebak." Terlihat lucu di luar, mungkin hidupnya jauh lebih gelap dari langit malam ini, tapi bisa juga jauh lebih cerah dari pada sinar matahari siang tadi.

Sebin selalu berpikir tak ada orang yang benar-benar apa adanya. Bahkan ia dan Jaehan.  Hal yang disembunyikan sudah pasti ada, hanya menunggu siap untuk bercerita. Tak ada yang memaksa.

"Mungkin karena kita belum mengenal lebih dalam juga."

Sebin mengangguk.

"Jaehanie, bagaimana jika dia tak seperti harapanmu atau tak sesuai dengan keinginanmu selama ini?"

Tidak tahu kenapa Sebin bisa menanyakan hal itu. Walau tak bisa disalahkan juga karena terkadang kita dilanda rasa kecewa pada seseorang yang kita suka. Entah karena ekspektasi yang terlalu tinggi, atau karena tak siap dengan konsekuensi.

Jatuh cinta itu mudah, namun saat terluka sepertinya sangat sulit untuk menyembuhkannya.

"Aku tidak tahu." Jawaban yang belum pasti itu, Jaehan masih ragu.

Bagaimana jika Yechan tak seperti apa yang terlihat di matanya?

Ia bisa saja menerima, bisa juga kecewa lalu memilih untuk meleapaskan saja.

"Kau sendiri?"

"Kurasa aku tak terlalu peduli. Siapa dia, apa dia seperti yang terlihat atau tidak, kurasa aku hanya akan menyukainya. Terdengar konyol, tapi aku selalu percaya diri. Aku yakin bisa menerimanya, apa adanya dirinya."

Jaehan menoleh, tersenyum. Sebin selalu mengagumkan. Rasa percaya dirinya, sikap optimisnya, Jaehan berharap dia  bisa memilikinya juga.

Sayangnya, ia selalu insecure dan tak pernah yakin. Apalagi pada masa depan yang belum pasti. Jaehan tak bisa bertaruh pada hal yang mungkin akan ia sesali. Meski dalam dirinya, ia tak akan rela jika Yechan bersama sahabatnya sendiri.

"Sebin-ah, yang harus kau tahu sekarang adalah aku tak akan mengalah meski suatu hari kau memintaku untuk menyerah."

Triangle✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang