09

416 64 17
                                    

Pagi hari selalu menjadi semangat bagi Jaehan karena itu artinya ia akan menghirup udara selain di dalam rumahnya. Walaupun tak terlalu suka bekerja di kantornya, tapi bertemu dengan orang-orang akan lebih baik daripada terus menyendiri di dalam kamarnya.

Apalagi sekarang ada Yechan, semangatnya semakin membara setiap harinya.

Ia bahkan tidak tahu mengapa bertemu pria itu bisa membuatnya sesemangat ini.

Menggenggam tali tas selempang di depan dadanya, Jaehan melangkah hendak menyeberang begitu lampu hijau untuk pejalan kaki mulai terlihat.

Namun, senyum cerah dan cerianya langsung sirna begitu melihat siapa yang barusan lewat.

"Sebin-ah? Yechan?"

Kaca mobil Yechan sedikit transparan, jadi Jaehan dengan mata sehatnya masih sanggup melihat. Mobil itu melintas menuju parkiran di basement gedung di mana kantornya berada.

Mengabaikan kebingungannya, Jaehan langsung berlari, berniat menuju depan lift di mana Sebin pasti akan masuk dari sana.

Ada rasa kesal, lebih dari itu ia cemburu.

**

Sementara di mobil, Sebin pun hatinya sama tak menentu. Bukan karena gugup karena itu sudah pasti, melainkan Yechan yang justru menanyakan sahabatnya terus menerus.




"Yechan-ah, boleh aku menumpang?"

Yechan tampak terdiam, namun tak lama pria itu menganggukkan kepala dengan senyuman. Keduanya pun berjalan beriringan menuju parkiran.

Sebin sudah tahu jika Yechan termasuk pria yang mudah diajak bicara. Tak ada kesan kaku yang ditunjukkan pria itu.

"Aku cukup terkejut ternyata hyung tinggal tepat  di sebelahku," tawa kecil keluar dari bibirnya.

Sebin bahkan lebih tak percaya itu. Dia bersebelahan tempat tinggal dengan Yechan adalah hal yang bisa dibilang peluangnya seluruh rakyat di Korea banding satu. Benar, ia memang seberuntung itu.

"Apa Jaehan hyung juga tinggal denganmu? Atau di unit yang lain di gedung itu?"

Baru saja Sebin ingin menanggapi yang pertama, namun sudah dipatahkan saja semangatnya. Bukannya tak suka, hanya saja ia merasa Yechan memang sedari tadi sudah mencari-cari keberadaan sahabatnya.

"Maaf, hyung. Aku hanya penasaran. Karena kau pernah bilang jika rumah kalian searah, kupikir Jaehan hyung ada di sana juga."

Sebin yang duduk di kursi penumpang menoleh, menatap Yechan yang duduk di belakang kemudi -terlihat seksi- dengan senyum di wajahnya, "Tidak apa-apa, Yechan-ah. Sudah biasa bagiku atau Jaehan diberi pertanyaan serupa, seolah kami adalah anak kembar yang tak terpisahkan saja."

Sebin tertawa, namun siapapun bisa merasakan kepalsuannya.

Ia menyayangi Jaehan, tentu. Ia yakin Jaehan pun sama. Tapi, jika saat berpisah selalu ditanya hal itu-itu saja lama-lama ia muak juga. Ia dan Jaehan tetap dua orang yang memiliki kehidupan yang berbeda.

Yechan yang seolah paham langsung diam. Tak ada lagi pertanyaan yang keluar dari bibirnya. Sebin sedikit tak enak hati, tapi memilih diam kali ini.

Astaga ini bahkan masih pagi, pikirnya.

"Yechan-ah?" Ia tak tahan untuk menutup mulutnya dalam waktu yang lama tentu saja.

"Mm?"

"Kau tinggal sendiri?"

Yechan mengangguk, "Aku disuruh tinggal sendiri begitu umurku sudah legal."

"Begitu? Kenapa memangnya?"

Yechan mengangkat bahu, tampak enggan membahasnya. Sejenak Sebin merasakan penyesalan. Tak semua hal bisa ditanyakan.

"Hanya masalah keluarga. Kau tahu, keluargaku sebenarnya cukup rumit." tawa renyah keluar dari bibirnya, aneh karena justru terdengar sumbang di telinga sang lawan bicara.

Dari beberapa cerita, Sebin berpikir Yechan begitu dimanja. Nyatanya, mungkin justru sebaliknya. Entahlah, Sebin sendiri bimbang, haruskah ia perlu tahu sebanyak itu?

"Ah, abaikan tentang diriku. Sebin hyung, ceritakan tentang dirimu, juga bagaimana kau bisa begitu dekat dengan Jaehan hyung."

Entah itu spontan atau memang sudah direncanakan, lagi-lagi percakapan Yechan kembali ke arah Jaehan.

Sebin menghela, namun kali ini memutuskan untuk bersikap sedikit lebih dewasa. Lagipula pertanyaan Yechan juga masih hal yang umum saja. Hal yang sering ditanyakan yang lainnya juga.

"Aku dan dia sudah berteman sejak bayi, lebih tepatnya orang tua kami memang sudah berteman sebelumnya. Mungkin karena dari kecil terbiasa bersama, itu terbawa hingga kami dewasa. Akan aneh jika aku tak melihatnya sehari saja."

"Apa kau tak menyukainya? Maksudku cinta biasanya datang karena terbiasa bersama ..."

Sebin lagi-lagi menoleh, agak terkejut karena Yechan cukup cepat menanyakan itu padanya.

"Menyukainya, ya? Sebagai seorang laki-laki dewasa ... uhm, tidak, aku tidak pernah memiliki perasaan lebih dari sekedar sahabat dan saudara pada Jaehan. Dia jelas bukan tipeku."

Yechan tampak mendesah, tapi kenapa Sebin yang mendengarnya justru merasa bahwa itu adalah hela lega, ya?

"Lalu, yang bagaimana tipemu, hyung?"

Oke, setelah membuatnya sedikit kesal, pertanyaan itu kembali membuat Sebin berbunga-bunga.

Astaga, rasanya ia sudah seperti gadis SMA labil sekarang.

"Kau suka tipe orang yang bagaimana untuk dijadikan pacar, hyung?"

Yechan terlihat sungguhan penasaran dan Sebin ingin sekali menjawab bahwa orang seperti Yechan lah yang ia suka.

"Mm, mungkin yang bisa mengimbangiku dalam percakapan. Aku suka orang yang menyenangkan dan tak pernah mempermasalahkan hal-hal yang kecil." -karena itu menyebalkan.

"Secara fisik?"

Sebin tertawa, "Tentu saja yang cantik. Entah itu pria atau wanita, aku menyukai sesuatu yang cantik. Kau sendiri?"

Yechan tak butuh lama untuk menjawabnya, "Seseorang yang manis, dengan gigi kelinci yang saat tersenyum mampu memikat hati. Kurasa aku menyukai yang seperti ini."

Saat mendengar itu, senyum Sebin sepenuhnya menghilang. Belum juga melangkah, ia merasa sudah kalah. Ia merasa tahu benar siapa yang Yechan bicarakan.

Haruskah ia menyerah?

"Bagaimana dengan sifat atau sikapnya?" Sebin menolak untuk menyerah. Jika secara fisik ia tak mungkin menang, siapa tahu ia bisa memiliki peluang dalam hal kepribadian.

"Asal dia tahan denganku, dengan sikapku, juga hidupku ... aku akan menyukainya dan memperjuangkannya."

Sikap Yechan yang bagaimana? Hidup Yechan yang bagaimana?

Sebin yang hanya tahu permukaan saja tak bisa menerka.

"Yechan-ah, apa kau menyukai Jaehan?"




Triangle✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang