55

278 38 9
                                    

Kesan yang selalu Jaehan tangkap setiap kali memiliki waktu dengan Yechan adalah pria ini diam karena sedang menahan diri.

Terlihat tenang padahal banyak yang sedang dipikirkan. Hanya tak pernah dikeluarkan.

Jaehan pun merasa dirinya banyak yang dipikirkan juga, karena memang begitulah dunia orang dewasa. Bedanya, ia selalu meluapkan setiap kali ada kesempatan. Entah itu dengan Sebin, atau dengan nuna-nya.

Jaehan tahu penyebabnya mungkin karena Yechan kehilangan sosok yang menjadi kepercayaan, jadi ketika pertama kali mengeluarkan kegelisahan, Yechan menjadi seseorang yang jauh dari apa yang selama ini pria itu tunjukkan.

Seperti yang pernah ia katakan, Yechan tak terlalu hangat, tapi tak pernah sedingin ini juga.

Setelah kemarahan karena kecemburuan yang membabi buta, Jaehan yang sudah berusaha menjelaskan pun berakhir didiamkan.  Anehnya adalah ia bahkan tak bisa marah meski bisa dibilang ini tak adil untuknya.

Jaehan tahu bahwa memang seharusnya ia bercerita, ia hanya lupa. Ada rasa bersalah juga yang bersarang di hati kecilnya.

*

"Yechanie, aku pernah mengatakan padamu tentang perjodohan kakakku, 'kan?"

Setenang dan sepelan mungkin Jaehan bicara. Jika ia ikut meledak, bukan tidak mungkin hancurnya hubungan akan menjadi jawaban.

"Namanya adalah Song Hangyeom, dia anak dari pria yang akan menjadi suami kakakku."

Berharap penjelasannya masuk akal, berharap Yechan tak menganggap itu hanya bualan karena jika tidak mengalami sendiri, Jaehan pasti juga akan berpikiran bahwa hal ini tidak mungkin terjadi.

Akan tetapi, setelah ia mengatakan itu, Yechan tak berbicara satu patah kata pun. Pria itu hanya kembali ke jalanan dan mengemudi dengan kecepatan yang Jaehan harap tak akan terjadi kecelakaan.

"Yechanie, aku jujur ... kau bisa tanya pada nuna, atau ... ayo, ayo kita bertemu eomma dan appa. Aku tak akan melarang, jika kau ingin bertemu, aku akan membawamu."

Sayangnya, Jaehan sendiri menyadari, sudah terlambat untuk mengatakan ini.

"Yechanie ..."

*

*

*

Lama Jaehan tak menyambangi kediaman sahabatnya. Malam itu sepulang kerja, Yechan pergi entah kemana, dihubungi pun tak bisa. Padahal siang tadi ia masih bisa mencuri-curi  pandang meski tak ada balasannya. Jadi, karena tak tahu juga harus kemana membagi bebannya, Jaehan pun memutuskan untuk pergi ke rumah Sebin. Kebetulan Hyuk juga sedang memiliki urusan sendiri.

Jaehan merasa lega entah kenapa. Mungkin karena sejak ada Hyuk, dia benar-benar sulit memiliki waktu berdua saja bersama Sebin.

Ia juga butuh teman cerita, bukan pada kakaknya, juga bukan pada pacarnya, melainkan sahabatnya. Satu-satunya sebelum Hyuk mencurinya.

"Mungkin Yechan sedang bersama teman-temannya." Sebin berusaha menenangkan.

Jaehan tak yakin, tapi mengangguk saja. Kepalanya terasa mau pecah, pusing memikirkan bagaimana cara agar Yechan berhenti mendiamkannya.

"Aku juga sudah bertanya pada Hyuk, siapa tahu dia bersama Yechan. Tapi, bocah tengik itu belum membalas pesanku."

"Mian ... aku jadi merepotkan kalian."

Sebin yang memang sedang berdiri menepuk kepala Jaehan pelan sebelum mengambil tempat di sisinya. Pria itu duduk dan menyalakan televisi.

"Kalian bertengkar?" tanyanya.

Jaehan menjawab iya tanpa sedikitpun keraguan. Memang ini tujuannya datang, ia ingin bercerita.

Kelelahan, ia pun bersandar pada lengan sofa. Bibirnya cemberut, wajahnya yang biasa manis kini terlihat sedikit kusut.

"Kenapa? Melihatmu begini, sepertinya pertengkaran kalian cukup serius kali ini."

Jaehan menghela, lalu menatap Sebin dan bertanya dengan raut cemberutnya, "Sebin-ah, apa Hyuk pernah cemburu padamu?"

Tanpa disangka, Sebin langsung mengepalkan tangan, tampak kesal saat Jaehan melihat dari ekspresi di wajahnya.

"Setiap waktu. Kau tahu, aku sungguh ingin menghajarnya jika tidak ingat dia adalah pacarku."

Bukan Sebin, tapi saat mendengar itu malah Jaehan yang tersipu.

"Kau kenapa?" tentu saja Sebin heran melihat tingkahnya.

"Uhm, tidak. Aku hanya tidak pernah menyangka jika kata-kata dia adalah pacarku akan keluar dari mulutmu. Sebin-ah ... kalian sangat lucu."

"Sialan."

Jaehan tertawa kecil.

"Jadi, Yechan cemburu? Pada siapa?" Sebin mengabaikan kata lucu yang menggelikan itu. Ia jauh lebih penasaran dengan Jaehan dan ceritanya.

Jaehan pun mulai menceritakan. Dari awal, semuanya, tak ada satupun yang ketinggalan.

"Kau tahu, kadang aku berpikir dua anak itu masih berada di masa puber mereka. Benar-benar menjengkelkan."

Jaehan setuju untuk yang satu itu.

"Lalu aku harus bagaimana sekarang, Sebin-ah?"

"Apa lagi? Kau harus terus berada di dekatnya. Ajak dia bertemu. Kau bisa pura-pura mau membahas soal besok. Bagaimana pun dia bilang akan datang ke pesta itu jika kau juga datang, 'kan?"

Jaehan ragu, "Kalau dia tidak mau?"

"Bilang jika kau mau menginap."





btw, buat yang suka HyukBin boleh baca ya, cuma ada 2 chapter di sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

btw, buat yang suka HyukBin boleh baca ya, cuma ada 2 chapter di sana.

btw, buat yang suka HyukBin boleh baca ya, cuma ada 2 chapter di sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Triangle✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang