46

326 44 7
                                    

"Kurasa lebih baik Jaehan pindah saja ke tempat Yechan."

Pagi-pagi Sebin melihat ponselnya dan memutar mata saat tahu bahwa sahabatnya sudah berada di unit sebelah.

"Kenapa memangnya?"

"Daripada ke sana kemari setiap hari, dia bisa kelelahan nanti."

Hyuk mengangguk. Sebenarnya tak mengerti mengapa Sebin mempermasalahkan hal ini. Lagipula, apa salahnya bolak-balik ke tempat kekasih sendiri? Selama Jaehan mau, Hyuk rasa tak ada masalah dengan itu. Yechan juga pasti akan menjaganya.

"Kau tahu apa yang aku khawatirkan? Aku takut mereka ketahuan."

Soal itu rupanya ...

"Mereka pasti bisa mengatasinya." Hyuk berucap santai. Mungkin karena ia yang terlalu mengenal Yechan, atau karena ia yang tak tahu menahu soal Jaehan. Mungkin juga keduanya.

Bukannya ia apatis atau apa, Hyuk yanya merasa itu bukan ranahnya.

Sebin sediri sudah menatap Hyuk tak percaya. Kesal juga sepertinya karena Hyuk yang begitu tenang dan santai menanggapinnya.

"Aku tahu kau meremehkan masalah seperti ini. Tapi, mereka bukan kita, Hyuk-ah. Jika kau tahu, orang tua Jaehan itu jauh lebih buruk dari ayah dan ibuku."

Hyuk mengangkat kedua alisnya, heran tampaknya. "Bukankah Jaehan hyung bisa tersinggung jika kau mengatakan itu tentang orang tuanya?"

Sebin tahu, tapi Hyuk tak mengerti, hal ini biasa dibicarakan oleh dirinya dan juga Jaehan. Sahabatnya itu sebenarnya tak tahan, semua hanya karena rasa sayang dan juga penghormatan. Karena itulah Jaehan memilih bertahan.

Di dalam diri Jaehan yang begitu penurut itu sebenarnya tersimpan banyak perasaan terpendam yang tak terungkapkan. Bayangkan jika itu meledak suatu hari nanti.

Jaehan menyayangi orang tuanya, tentu saja. Namun, selalu ada hal yang membuat seorang anak merasa kecewa.

Pengekangan hanya akan menghasilkan rasa penasaran, semua itu akan berakhir dengan pembangkangan.

Sama halnya dengan dirinya.

Jaehan tak akan berbeda, apalagi jika menyangkut seseorang yang ia cinta. Cinta pertama yang baru ditemuinya. Cinta pertama yang tak pernah Jaehan miliki sebelumnya.

"Aku biasa mengatakannya. Jaehan pasti tahu mengapa aku berkata begitu."

"Lalu, bagaimana dengan orang tuamu? Mereka tak lagi membicarakan pengakuan kita malam itu?"

Sebin terdiam. Haruskah ia mengatakan jika sejak saat itu baik ayah maupun ibunya tak ada satupun yang menanyakan keadaannya?

Ia ingin bicara, tapi takut Hyuk akan khawatir karenanya.

"Tidak. Ngomong-ngomong, aku belum bisa membalas bantuanmu malam itu." Sebin mengalihkan topik pembicaraan. Berharap Hyuk tak menangkap itu dari ekspresinya yang tak jarang mengkhianatinya.

Hyuk mengangguk, "Ya, jelas kau berhutang banyak padaku."

"Kau ingin apa? aku pasti akan memberikannya."

Tidak tahu apa Sebin memang polos atau sengaja memancingnya dengan pertanyaan itu.

"Pasti akan memberikannya? Kau tahu, kau tak bisa lagi menarik kata-katamu."

Seolah menyadari, Sebin terdiam kali ini. Membuat Hyuk senang dengan raut bingung sekaligus terkejut yang Sebin tunjukkan setelahnya.

"Memangnya kau mau apa?"

"Kau."

Tanpa ragu Hyuk menjawab begitu. Ia memang tak menginginkan apapun selain Sebin saat itu.

"Aku?"

"Hmm, apa yang aku inginkan ada di depanku. Aku tak menginginkan apapun selain yang satu itu."










Triangle✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang