78

278 41 13
                                    

Yechan tidak terlambat, tapi begitu tiba, Hangyeom ternyata sudah ada di sana.

Melirik ke meja yang ia pesan untuk Jaehan, Yechan belum mendapati kekasihnya itu datang. Tadi, memang mereka berangkat terpisah, atas permintaan Jaehan tentunya.

Menghela pelan, Yechan duduk dan menyapa tanpa senyuman. Berniat untuk tak berbasa-basi, namun ia juga harus menunggu Jaehan di sini.

Jadi, Yechan mencoba bertahan dengan menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang Hangyeom lontarkan.

Tak ada percakapan serius, sebagian besar mereka membahas pekerjaan. Bagi anak yang katanya tak lahir dari keluarga kaya, Hangyeom cukup berwawasan di mata Yechan.

Cara bicaranya santun dan tertata. Nadanya juga lembut penuh pesona. Senyumnya juga cantik, meski saat diam itu tertutup oleh parasnya yang tegas.

Akan tetapi, itu hanya pujian yang sepintas lalu saja. Yechan jelas hanya menggambarkan, tak ada unsur ketertarikan meski jujur bahwa Hangyeom cukup mengagumkan.

"Jadi, apa sebenarnya yang ingin kau bicarakan denganku, hyung?"

Yechan tak lagi bicara formal, karena Hangyeom sendiri yang meminta. Dengan senang hati, Yechan menuruti.

"Mm, Yechanie ..."

Panggilan yang sama, namun entah mengapa Yechan merasakan getaran yang berbeda. Lagi-lagi, ia melirik ke arah Jaehan yang tampak tertawa bersama Sebin. Yechan ikut tersenyum tanpa sadar, tak ada rasa cemburu, ia justru senang karena Jaehan tampak melupakan kesedihannya sementara waktu.

Sayangnya, senyum tipisnya itu disalah artikan oleh pria yang tengah menjadi lawan bicaranya kini.

"Boleh aku bertanya hal yang privasi?"

"Silakan saja."

Yechan menunggu, ia sudah bersiap-siap jika pada akhirnya Hangyeom akan menanyakan perihal Jaehan.

Namun, hal yang ia dengar bukanlah sesuatu yang ia sangka akan keluar dari bibir pria yang pernah ia cemburui.

"Yechanie, apa kau sudah memiliki kekasih?"

*

*

*

"Bukankah kau terlalu percaya diri? Bisa saja dia bertanya karena pernah melihatmu bersama seseorang yang dia suka."

Yechan yang tengah meletakkan kepalanya di pangkuan Jaehan mendongak, "Maksudnya dirimu?"

Jaehan tertawa. Walau dalam hati, ada rasa sakit yang tak ia mengerti.

"Lalu, bagaimana kau menjawab pertanyaannya?"

"Apa lagi? Tentu saja aku menjawab sudah."

Kembali Jaehan menunjukkan senyuman. Hanya saja, yang sebenarnya adalah ia tak ingin lagi mendengarkan.

Katakan ia tak peka, katakan juga ia belum pernah pacaran sebelumnya, namun dari pertanyaan itu saja sudah cukup untuk membuatnya menerka, apa yang sebenarnya Hangyeom maksudkan di sana.

Meski begitu, ia tetap mendengarkan. Seperti Yechan yang selalu menyimak saat ia bercerita, meski tak mau, Jaehan tetap akan menunggu.

Sementara itu Yechan tetap melanjutkan, bercerita tentang apa yang Hangyeom tanyakan padanya.

"Apakah itu Jaehan hyung? Pacarmu ... itu dia, 'kan? Aku mencoba tak memikirkan, tapi melihat reaksi kalian saat bertemu kemarin, tidak mungkin jika kau dan dia hanya kenalan biasa."

Yechan ingat ia membalas dengan nada biasa.

"Dengan semua koneksi yang hyung miliki, seharusnya hyung tak perlu bertanya lagi."

Yechan memiliki hidup yang sama, sejak dulu mereka selalu bertindak seperti itu. Sama halnya saat ia mencari tahu tentang Jaehan dulu. Jadi, sedikit banyak ia memahami. Jika memiliki uang, tak akan ada informasi pribadi yang menjadi rahasia lagi.

Yechan menghentikan ceritanya, ia ragu apakah harus mengatakan pada Jaehan atau memilih untuk menyimpannya sendirian.

"Apa lagi yang dia katakan, Yechanie?"

Lama menimbang, akhirnya Yechan menjawab. Begitu pelan, mungkin ada harapan agar Jaehan tak mendengarkan dan berakhir mengabaikan.

"Aku pikir dia menyukaimu, tapi ..."

Jaehan mendekatkan wajahnya, "Tapi?"

Mata keduanya saling bertatapan, sementara Jaehan menunggu jawaban, Yechan justru mengesampingkan penjelasan dan memberinya sebuah kecupan.

"Yechanie ..."

"Hyung, meski akan ada banyak rintangan. Entah itu restu atau seseorang yang mungkin menyukaiku ... aku bisa pastikan tak ada yang bisa menggantikanmu."



*

*

*

"Dengan semua koneksi yang hyung miliki, seharusnya hyung tak perlu bertanya lagi."

Hangyeom menggeleng, "Tapi, ada hal yang belum aku ketahui."

"Apa?"

"Kenapa malam itu kau membantuku? Memberi kesan seolah kau peduli padaku."

Yechan tertawa pelan, "Hyung, kau percaya pada seseorang yang baru kau temui?"

Hangyeom terdiam. Yechan pun menunggu lawan bicaranya mengatakan sesuatu padanya. Namun, hingga beberapa menit berlalu, ia hanya mendapati Hangyeom yang tertunduk dan terpaku.

Sampai Yechan mendengar suara kaki kursi dan lantai yang beradu, ia tahu Hangyeom ingin pamit pergi dari situ.

"Ya, aku percaya padamu karena kau tampak baik di mataku. Tapi, meski jika itu hanya prasangkaku, aku akan tetap berpegang pada hal itu. Jadi, maafkan aku ..."

Yechan hampir membuka mulutnya, namun pria tampan yang kini sudah berdiri itu tak memberi kesempatan padanya sama sekali.

"Aku menyukaimu, dan aku tak akan menyerah dengan hal itu. Untuk Jaehanie hyung ... hm, kurasa aku bisa membantunya kembali kepada keluarganya."

Tersenyum, Hangyeom mengatakan satu kalimat penutup yang membuat bibir Yechan benar-benar terkatup.

"Tentu saja ... itu hanya jika kau mau melepaskannya, Yechanie ..."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Triangle✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang