75

233 43 2
                                    

Begitu Sebin dan Hyuk pamit pergi, Yechan menghubungi sekretaris ibunya minta dibuatkan surat pengajuan cuti untuk dirinya dan Jaehan beberapa hari. Bukan karena ia tak bisa mengurus sendiri, Yechan hanya malas dan merasa lelah untuk melakukan apapun.

Yechan menyadari jika mungkin Jaehan akan marah karena lagi-lagi ia mengambil keputusan tanpa bertanya.

Akan tetapi, ia tak mau Jaehan bekerja dalam kondisi seperti ini. Belum lagi ia masih belum bisa memprediksi apa kiranya yang akan dilakukan orang tuanya nanti.

Terkesan pengecut, tapi menghindar adalah yang terbaik untuk saat ini. Setidaknya sampai Jaehan benar-benar sehat lagi.

Setelah meletakkan ponsel dan menyelesaikan urusannya yang lain, Yechan pun mandi. Begitu selesai, ia sudah mendapati kakak perempuan Jaehan yang berdiri di depan kamarnya, tersenyum hangat sebelum mengajaknya bicara.

*

*

*

"Jadi, kau Shin Yechan? Jaehanie sering membicarakanmu walau tak memberi tahu siapa namamu padaku."

Yechan diajak bicara empat mata dengan kakak perempuannya Jaehan. Kini keduanya duduk di balkon. Hanya di lantai, tanpa alas, dan hanya ditemani kaleng soda di tangan keduanya.

Bukan bermaksud tak sopan, tapi itu adalah permintaan. Bahkan nuna-nya Jaehan menolak saat Yechan menawarinya sarapan.

Alasannya apa dan kenapa juga Yechan tak mengerti, ia hanya memilih untuk menuruti.

"Apa yang dia katakan tentangku?" tanyanya. Cukup penasaran juga. Apa Jaehan memujinya, atau mengeluh karena sikapnya yang sering tak terkendali.

Wanita itu tersenyum. Terlihat cantik, sama seperti Jaehan. Tapi, itu hanya sebuah kekaguman. Yechan jelas menghormatinya sebagai kakak dari kekasihnya, tanpa ada rasa apapun di sana.

"Semua hal yang mengagumkan. Aku lihat dia begitu  menyukaimu. Aku pikir juga dia sangat bahagia bersamamu, jadi selama kau bisa menjaganya, aku pasti akan mendukung kalian berdua."

"Aku belum sepenuhnya membuatnya bahagia, nuna ... tapi, aku akan berusaha."

"Selama kau mencintainya, aku rasa semua akan baik-baik saja."

Menunduk, Yechan mendesah pelan, mencoba mengatakan apa yang selama ini ingin ia katakan pada keluarga Jaehan, "Nuna, aku sungguh mencintainya, aku ingin bertemu keluarganya, aku ingin hubungan yang baik-baik saja dan direstui oleh semuanya. Tapi, bahkan orang tuaku sendiri tak menginginkan ini ..."

"Bukankah sudah kukatakan ... selama kau mencintainya, itu akan baik-baik saja."

Begitukah?

Yechan menatap kosong ke arah gedung bertingkat di hadapannya. Juga terlihat sungai Han meski cukup jauh untuk ditempuh. Ia tak mengatakan apa-apa lagi, karena meski mencintai Jaehan sepenuh hati, nyatanya ia belum bisa menjanjikan apa-apa, terlebih untuk kebahagiaannya.

"Yechanie, Jaehan sebenarnya tak ingin mengatakan ini, tapi aku merasa kau harus tahu ..."

Yechan menoleh dengan cepat.

"Yang memukulinya ... appa yang melakukannya. Aku mendengar dari dalam rumah, mereka ingin kalian berpisah. Tapi, dia tidak mau, dia tetap memilihmu ..."

Hyung ...

Tanpa sadar, tangan Yechan terkepal. Sakit hatinya, namun Yechan harus menahan diri karena bagaimana pun yang harus ia pikirkan pada akhirnya tetaplah Jaehan.

"Tidak ada yang aku inginkan, Yechanie ... aku hanya ingin kau tetap bertahan. Untuk Jaehan ..."

Triangle✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang