86

278 26 1
                                    


*hyukbin time 🔞. yg ga suka boleh skip aja. chap depan yechanjaehan lagi xixixixixi

 chap depan yechanjaehan lagi xixixixixi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





"Hyuk, maafkan aku ..."

Sebin melingkarkan tangan di perut Hyuk. Ia tidak tahu apakah pacarnya itu tengah introspeksi atau hanya merajuk.

Akan tetapi, ia juga berpikir bahwa reaksinya tadi pagi sedikit berlebihan.

"Apa aku menyebalkan?"

Sebin yang meletakkan dagunya di bahu Hyuk menggeleng, "Tidak. Aku lah yang menyebalkan. Aku tahu kau hanya khawatir padaku."

Hela napas Hyuk bisa Sebin rasa. Pria itu berbalik, menatap Sebin dengan mata rusanya yang tampak sedih dan terluka.

Bagaimana bisa Sebin marah-marah jika pacarnya begini sensitif hanya karena dia yang berkata jika hubungan mereka tak akan berjalan jika saling mengekang.

Hyuk adalah pria paling seksi yang ia temui, tapi terkadang tingkah kekanakan dan kebiasaan merajuknya membuat Sebin tak berdaya, seperti saat ini.

"Hyuk-ah ..." Menangkup kedua pipi Hyuk, Sebin memiringkan kepala dan memberi satu ciuman untuk menenangkan.

Lumatan-lumatan yang awalnya sepihak saja itu kini berbalas. Saat itu lah Sebin tahu jika Hyuk sudah memaafkannya.

Kantor sudah sepi, begitupun toilet tempat mereka saling berciuman dan bermesraan saat ini.

Sedikit berharap tak ada yang melihat mereka yang semakin sulit mengendalikan diri. Hyuk tidak bisa diberi celah. Tapi, Sebin serba salah.

Mungkin ini juga bagian dari usahanya agar permintaan maaf diterima.

Sebin sendiri tahu bahwa sedikit sentuhan bisa sangat berbahaya. Tak hanya untuk Hyuk, melainkan dirinya juga.

Tautan terlepas, beralih ke leher dan juga bahu.

Dengan terbata dan menahan suara desahannya, Sebin meminta Hyuk untuk berhenti. "Mmmh, Hyuk-ah ...jangan di sini. Ayo pulang saja."

Seakan memahami, Hyuk menjauh dari leher Sebin dan mengangguk. Namun, sebelum itu ia merapikan kemeja Sebin dan miliknya sendiri.

Berlarian sambil tertawa, keduanya mengambil tas dan juga kunci mobil yang masih tertinggal di ruangan mereka.

"Mobilmu tinggal saja di sini."

Hyuk menerima lemparan kunci mobil Sebin dan tak keberatan meninggalkan mobilnya. Lagipula di sini aman. Ia juga bisa meminta seseorang untuk membawanya nanti.

Parkiran sudah sepi -memang selalu sepi. Karena itu sebelum masuk ke dalam mobil, mereka masih sempat berciuman dan sedikit bercanda.

Tak buru-buru, Hyuk mengemudi seperti biasa walaupun tak jarang tangannya nakal menyentuh paha Sebin yang langsung memukulnya pelan.

"Bisakah kau diam?"

Hyuk terkekeh. Namun, tetap tak berhenti.

Sebin sendiri berharap agar mereka segera tiba di rumah. Namun, bukannya ke arah di mana gedung apartemennya berada, Hyuk justru membawa Sebin ke arah lain.

"Hyuk-ah, kita mau ke mana?"

Tanpa ragu Hyuk menjawab jika ia akan membawa Sebin ke rumah orang tuanya.

"Eh, apa tidak apa-apa?"

"Mereka sedang pergi dan tidak tahu kapan kembali. Lagi pula, aku belum pernah membawamu ke sana, 'kan?"

Tidak tahu mengapa, tapi Sebin merasa senang karenanya. Walau ada rasa gugup juga, karena ia masih tak yakin apakah akan diterima atau ditolak mentah-mentah seperti kisah-kisah yang ia tonton dalam drama.



*

*

*


Rumah Hyuk tak jauh berbeda dengan apa yang ia imajinasikan selama ini. Sering Sebin melihat foto-foto Hyuk di ponsel yang berlatar belakang rumah, walaupun tak semua dapat terlihat. Setidaknya, Sebin melihat gambarannya.

Mewah tentunya. Walau kesan gelap dan tertutup tetap ada.

Anehnya, mengapa semua tempat tinggal konglomerat selalu sepi seolah tak ada yang menempati?

Hyuk memang sudah berkata jika orang tuanya pergi, kakak perempuannya juga sepertinya tidak lagi tinggal di sini. Akan tetapi, apa iya sesepi ini?

"Apa hanya kita berdua di sini?"

Hyuk menarik dan membawa Sebin ke kamarnya. Sebin mendapati itu membuatnya iri karena Hyuk memiliki kamar di luar rumah utama.

"Wah, kau benar-benar antisosial yang didukung keluarga."

Hyuk tertawa.

"Sudahlah jangan membicarakanku. Bukankah kita memiliki hal yang lebih darurat untuk dilakukan di sini?"

Sebin memutar mata, meski begitu merah telinga tak bisa ditutupinya.

Masuk ke dalam kamar yang terlihat seperti rumah, mungkin -bagi beberapa orang, Hyuk mendorong pelan Sebin ke balik pintu sembari mengunci.

Tangan sibuk dengan kunci, namun tubuhnya sudah sibuk sendiri.

Kembali berciuman, membiarkan Sebin melucuti pakaiannya sendiri.

Melepaskan diri, sedikit menjauh hanya untuk menatap walau sebenarnya ia sudah sering melihat.

Dengan tak sabar, Hyuk membuka dasi, namun Sebin menahannya,  mengisyaratkan bahwa ia yang akan melakukannya.

"Kemarilah ..." Sebin menariknya agar lebih dekat. Desahan mulai terdengar begitu kulit mereka saling bersentuhan.

"Tapi, aku belum membersihkan diri," bisik Sebin yang menciumi telinga Hyuk saat merasa dua jari pria itu mulai masuk ke dalam area pribadinya.

"Tidak masalah, biar aku yang melakukannya."

Sebin membuka mulutnya, tak berusaha meredam suara setiap kali jemari panjang kekasihnya mencoba meraih titik terdalamnya.

"Ah, Hyuk-ah ..."

"Mm, benar begitu. Hyung harus lebih keras lagi saat menyebut namaku ..."

Sebin mengangguk patuh, ia bahkan lebih lemah lagi saat mendengar Hyuk menyebutnya hyung.

"Tapi, aku membutuhkanmu, bukan jari-jari sialanmu itu."

Itu menyakitkan, tapi Sebin tak menyuarakan.

Hyuk memahami, ia pun melepaskan Sebin, dan membawanya ke kamar mandi. Seperti yang ia sebutkan tadi, biarkan dirinya yang melakukan semuanya. Sebin hanya perlu diam dan menikmati saja.

Hyuk menyalakan air, dan itu sedikit meredam suara Sebin yang menggema setiap kali hentakan itu datang ke tubuhnya.

Rasa sakit masih ada, namun Sebin tak lagi mempedulikannya. Merasakan Hyuk dalam dirinya, memenuhi dirinya dengan cinta, bagi Sebin itu adalah segalanya.

"Hyuk-ah ..."

"Mm?"

Sebin berbalik, bersandar karena lelah, dan mencium pipi Hyuk sebelum berkata, "Aku mencintaimu, sudahkah aku mengatakannya padamu, Yang Hyuk-ah ..."

Triangle✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang