31

397 46 11
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***


Jaehan sudah tiba di rumah abu sekitar lima belas menit yang lalu.

Ia berdiri di depan kotak yang berisi guci abu dan foto-foto dari teman sekelasnya itu. Banyak bunga di sana. Ia pun membawa salah satunya. Ia berdoa dan seperti janjinya, Jaehan meminta maaf juga.

Jaehan belum mengatakan apapun pada Sebin. Semalam ingin sekali ia menelpon sahabatnya itu, namun Yechan memintanya untuk beristirahat. Jadi, Jaehan belum sempat.

Pagi-pagi pun tak ada balasan sama sekali dari pesan yang ia kirim terakhir kali. Sepertinya Sebin sibuk sekali, mengingat kemarin Hyuk mengantarnya. Tidak tahu kemana, mungkin ke rumah orang tuanya.

Jaehan juga ingin sekali bertanya  ada apa karena raut Sebin agak tak biasa. Pasti ada yang terjadi padanya.

Mungkin ia bisa menanyakan nanti, saat mereka bertemu lagi.

Ia juga penasaran bagaimana reaksi Sebin jika tahu Kevin adalah kakaknya Yechan. Ditambah fakta bahwa temannya itu sudah tiada.

Sementara itu, di belakangnya ada Yechan yang hanya berdiri dan tak mengatakan apapun sejak tadi.

Selesai dengan doa-doanya, Jaehan berbalik. Tidak tahu mengapa, ia membawa Yechan ke dalam pelukannya.

Masih tak mengatakan apa-apa, Yechan hanya membalasnya.

**

"Yechanie, kurasa aku harus pulang."

Sejujurnya, Jaehan masih merasa tak enak badan. Tapi, ia tak ingin berlama-lama merepotkan Yechan. Sesuka apapun ia berada di dekat pria ini, Jaehan tetap harus mengerti bahwa ia masih tinggal bersama orang tuanya saat ini.

Ia belum bisa pergi sesuka hati.

"Tidak bisakah Hyung tinggal semalam lagi?"

Jaehan tentu ingin sekali. Tapi, "Maafkan aku, Yechanie ..."

"Baiklah. Tapi, aku akan menjemputmu besok pagi."

"Mm. Tentu. Ah, Yechanie ... aku akan mengembalikan baju-bajumu nanti saat sudah aku cuci."

Ya, sejak kemarin ia memakai pakaian milik Yechan. Sebenarnya ia tak ingin mengembalikan, ingin menyimpannya, dan akan memakainya jika tiba-tiba ia merindukan Yechan.

Dan seperti biasa, seolah bisa membaca isi pikirannya, Yechan berkata, "Tidak perlu dikembalikan. Hyung saja yang menyimpan."

"Eh, benarkah?"

Yechan memberi sebuah anggukan. Mata pria itu fokus pada jalan di depan, namun Jaehan masih bisa melihat Yechan menyunggingkan senyuman.

"Yechanie?"

"Ya, hyung ..."

"Apa kau cenayang?"

"Huh?"

Jaehan tertawa, "Habisnya, aku selalu merasa bahwa kau bisa membaca pikiranku."

Penuturannya itu tak ayal membuat Yechan tertawa, lebih keras dari sebelumnya. "Hyung, aku tak perlu menjadi cenayang untuk tahu."

"Lalu?"

Pertanyaan itu terlontar bersamaan dengan Yechan yang sudah menghentikan mobilnya. Rupanya mereka sudah tiba. Namun, Jaehan tak bertanya bagaimana Yechan bisa mengetahui dengan tepat di mana tempat tinggalnya berada.

"Hyung, kau sangat mudah dibaca. Ekspresi mu itu mengatakan segalanya."

Yechan menoleh, menatapnya dengan tatapan yang membuat Jaehan berdebar-debar.

"A-apa maksudnya?"

'Apa benar begitu?'  batin Jaehan sedikit ragu.

Melepas sabuk pengaman, Yechan mendekat. Tangannya memang membantu Jaehan melepas seatbelt miliknya, namun senyuman juga tatapannya itu benar-benar membuat Jaehan kelabakan.

"Yechanie?"

"Kau sangat imut, hyung ..."

Jaehan tidak tahu apa itu pujian atau olokan, yang jelas ia bisa menerka apa yang Yechan inginkan.

"Kau masih panas, apa tidak sebaiknya kita ke dokter saja?" tanya Yechan sembari mengusap bibir pucat pria di depannya.

"Aku tidak suka ke dokter."

"Benarkah? Kalau begitu aku tidak bisa memaksa mu."

"Yechanie ..."

"Ya."

"Kau tahu ... aku menyukaimu, sangat menyukaimu. Ah, tidak ... sepertinya aku benar-benar jatuh cinta padamu."

Hal seperti itu sangat tak biasa keluar dari mulutnya. Tapi, Jaehan hanya tak bisa menahannya.

Ia ingin Yechan tahu perasaannya.

Mungkin awalnya Yechan tak memiliki rasa, namun Jaehan yakin bisa meluluhkannya.

Mungkin awalnya ia hanya sebuah permainan saja, bentuk rasa penasaran dari yang lebih muda.

Mungkin juga akan selalu ada bayang-bayang Kevin dalam hubungan mereka nantinya, tapi apapun itu ... Jaehan berjanji akan bertahan dan melewati semuanya.

Lama mereka saling memandang, saling menyelam ke dalam manik hitam.

Mungkin tak seperti dirinya yang mudah dibaca, tapi meski secuil, Jaehan tahu ada cinta di dalam sana.

Hingga ia mendapati bibir itu melengkung, dan mengeluarkan jawaban yang meski tak terlalu menyenangkan, namun baginya itu cukup melegakan.


"Aku tahu."

Triangle✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang