10

420 66 18
                                    

Sebin keluar mobil, menutupnya, lalu berjalan ke arah tangga menuju lantai di atasnya.

Sekilas tadi ia melihat Jaehan, jadi ia memutuskan untuk tidak lewat lift basement.

Anehnya, Yechan mengekor di belakangnya. Berjalan pelan dengan ponsel di tangan.

Tak ada lagi pembicaraan. Setelah pertanyaan yang Sebin lontarkan dan juga jawaban yang menyakitkan, ia memutuskan untuk menutup mulutnya, meski belum dengan hatinya.

Sesak rasanya, sayang karena ia tak bisa walau untuk marah. Lagipula, ia harus marah pada siapa?

Pada Yechan?

Ia tahu benar bahwa perasaan tak bisa dipaksakan.

Pada Jaehan?

Anak itu bahkan tak tahu apa-apa. Malah sepertinya Jaehan akan salah paham karena melihatnya berangkat bersama Yechan.

Ia sendiri masih tak memahami, siapa sangka jika baik Jaehan maupun Yechan ternyata satu hati.

Yang masih mengganjal selain semua hal yang ia dengar pagi ini, tentu adalah saat Yechan yang mengatakan, 'Asal dia tahan denganku, dengan hidupku ...' apapun, Sebin cukup lama memikirkan hal itu.

Pria yang jauh lebih muda darinya itu tampak memiliki rahasia yang begitu banyak.

Entahlah, masih pagi untuk membuat otaknya bekerja terlalu keras. Ditambah ia masih sakit hati. Mungkin untuk beberapa jam ke depan ia tak akan berurusan dulu dengan Yechan.

Ia kesal dan Yechan harus mengetahuinya.

**



Benar saja, di depan lift lantai satu, ia mendapati Jaehan yang sudah menunggu, berdiri dengan wajah cemberut yang ia akui sangat lucu.

Sebin tersenyum, melangkah lebih cepat, dan memberi rangkulan pada bahu. Beruntung karena Jaehan tak menolak sapaannya itu.

"Kau sih berangkat duluan. Pasti menyesal deh karena tidak bisa berangkat bersama Yechan. Lain kali tunggu aku makanya."

Jaehan menolak bicara, bahkan saat Yechan tiba dan berdiri di sebelah mereka pun Jaehan tak menatapnya.

Sebin yang melihat keduanya rasanya mulai paham kenapa. Kenapa Yechan jauh lebih menyukai sahabatnya, ia tahu mengapa.

Namun, dari pada memberi tahu kebenarannya, Sebin memutuskan untuk diam saja.

Itu bukan ranahnya untuk mengungkapkan perasaan yang Yechan miliki pada Jaehan.

Lebih dari itu, ia juga masih kecewa. Kenapa bukan dia? Sebin masih belum bisa sepenuhnya menerima.

Pintu lift terbuka, tak hanya mereka bertiga, akan tetapi ada beberapa orang yang ikut masuk ke dalamnya.

Yechan berdiri di depan, sementara dua sahabat itu berdiri di paling belakang, keduanya hanya bisa memandang.

"Bagaimana kau bisa berangkat bersamanya?" tanya Jaehan pada akhirnya.

Sebin tahu sahabatnya ini pasti penasaran, jadi Jaehan tidak mungkin akan betah mendiamkannya lama-lama.

"Unit kami bersebelahan." Senyuman diiringi kedipan Sebin layangkan. Selalu seru melihat reaksi terkejut dari Jaehan.

"Benarkah?! Bagaimana bisa??? Irinya ..."

"Maaf ya, Jaehanie ... kali ini biarkan aku selangkah di depanmu." Sebin memilih menyembunyikan kekalahannya saat itu.

Mendengarnya, Jaehan lagi-lagi cemberut. Tak mengatakan apa-apa selain hanya terus menatap pria yang disukainya itu. Namun, ia terkesiap begitu tanpa aba-aba Yechan menolehkan kepala, menatapnya, dan tersenyum padanya. Membuatnya tersipu dan salah tingkah seperti biasanya.

Tanpa disadari keduanya, Sebin melihat semuanya.





Tanpa disadari keduanya, Sebin melihat semuanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Triangle✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang