63

279 40 5
                                    

Jaehan tak tahu apa yang sudah Yechan lalui selama ini.

Apa ia selalu kesakitan sendiri?

Apa ia memang selalu melakukan segalanya seorang diri?

Apa memang orang-orang di sekitarnya sebegitunya tak peduli?

Tapi, dari apa yang ia dengar, kedua orang tuanya begitu memanjakannya. Memberi segalanya.

Jaehan akui bahwa ia ikut andil dalam sifat ataupun sikap yang mungkin tumbuh dari pria ini. Entah sengaja atau tidak, entah Yechan sendiri menyadarinya atau tidak.

Akan tetapi, bukankah Yechan  sudah memilikinya sekarang ini?

Bukankah Yechan juga pernah berkata bahwa sudah seharusnya mereka untuk saling percaya?

Harus membagi beban bersama?

"Aku tidak tahu mengapa kau melakukan itu padanya, Yechanie ... apa itu kecemburuanmu atau hanya kau yang memang sebenarnya seperti itu?"

Beruntung tak ada yang terjadi pada Hangyeom tadi. Jika iya, Jaehan bahkan tak tahu lagi bagaimana menghadapi Yechan sekarang ini.

Hangyeom mungkin bisa menjaga diri, tapi dengan ketidak-pahamannya, juga Yechan yang memang bisa melakukan apapun di sana, hal buruk bisa saja terjadi.

"Kau yang memanfaatkan kedatangannya, kau pura-pura baik padanya, lalu kau akan menyakitinya entah dengan cara apa ... Yechanie, sekarang kau bukan Yechan yang aku tahu selama ini."

Panjang lebar Jaehan mengeluarkan isi hatinya, namun di tempatnya Yechan hanya diam menatapnya.

Itu tajam, namun tak cukup untuk melukai Jaehan.

Pria itu masih memeluknya, bertanya tanpa ekspresi yang berarti di wajahnya, "Memangnya, Yechan yang selama ini hyung tahu ... itu yang seperti apa?"

*

*

*

"Aku bingung, sebenarnya ada apa dengannya?"

"Siapa?"

"Siapa lagi? Yechan tentu saja." Sebin menatap Hyuk sambil terus menggerutu.

Lain hal dengan Yechan dan Jaehan yang pulang lebih awal, mereka berdua masih di sana. Duduk di bar dan tanpa ragu mencoba berbagai macam minuman yang ada.

Untuk apa pusing memikirkan bagaimana cara pulang? Lantai bawah mereka adalah hotel bintang lima dengan banyak kamar yang bisa mereka pakai sesukanya karena memang sudah dibooking sebelumnya.

Yechan bahkan juga memiliki satu kamar yang dipesankan oleh orang tuanya. Tidak tahu mengapa memilih pulang alih-alih menginap di situ. Tapi, Hyuk memahami itu.

Yechan sedang kalut, pikiran kacaunya itu bahkan tak ada yang bisa melihat selain dirinya. Kasihan sebenarnya. Ia tidak tahu jika kecemburuan bisa membuat pria yang selama ini ia tahu selalu mampu mengontrol emosi, jadi seperti ini.

"Mm, Yechan? Biarkan saja. Dia tahu apa yang dilakukannya."

"Benarkah? Aku tidak melihat itu. Di mataku dia tampak berbeda."

Hyuk bertanya apa yang berbeda, tapi Sebin malah mengkhawatirkan Jaehan. Takut sahabatnya itu kenapa-kenapa.

"Haruskah kita kembali? Yechan pasti membawanya ke apartemen kan malam ini?"

Sebin sudah mengirimi pesan pada Jaehan, bahkan mencoba menelpon, sayangnya tak ada balasan sama sekali.

"Kita memang bersahabat pada keduanya, tapi sebaiknya tidak terlalu ikut campur. Lagi pula, bukankah kita juga masalah sendiri?"

"Masalah apa?" Sebin bertanya-tanya, perasaannya tak mengatakan ada yang salah dalam hubungan mereka.

Walau masih tak tahu mau dibawa ke mana hubungan ini, tapi sejauh ini Sebin merasa baik-baik saja.

Sayang sekali, Hyuk tak berpikir hal yang sama. Pria itu menahan tangan Sebin yang hendak meraih gelas, itu cukup erat.

"Hyuk-ah, kau menyakitiku ..."

Tapi, Hyuk tak bergeming, bahkan senyum yang tadi terhias di wajahnya pun perlahan sirna, menguap tak ada lagi jejaknya.

"Hyuk-"

"Kenapa kau selalu menolakku?"

Sebin mengerjapkan mata, "Apa maksudmu?"

"Kau tahu benar apa maksudku. Katakan kenapa, aku hanya ingin mendengar jawabannya. Jika itu tak masuk akal, jangan salahkan aku jika memaksamu."

Sebin terdiam, pergelangan tangannya pun masih digenggam. Tak bohong, itu mulai menyakitinya, tapi ia harus menjawab apa. Tidak mungkin ia mengatakan jika menyanggupi permintaan Hyuk akan melukai harga dirinya, 'kan?

Mereka memang banyak melakukan skinship, berciuman adalah hal biasa, bahkan setiap hari tidur di ranjang yang sama, namun untuk hal yang lebih intim itu, Sebin akui ia memang belum bisa memberikannya.

"Apa kau tak menginginkanku? Aku tak cukup layak untukmu?" tanya Hyuk. Kali ini ada nada kecewa dalam suaranya.

Sebin mulai tak tega.

"Bukan begitu ..."

"Lalu, apa?"

Ada rasa bersalah yang mulai menggerogoti hatinya. Bagaimana pun, Hyuk sangat baik. Memperlakukannya seolah tak ada lagi orang lain di matanya.

Sebin menggigit bibir, lama berpikir.

Sentakan kecil di tangannya terasa lagi, ia tahu Hyuk menunggu.

Mendesah pelan, ia menjawab sedikit ragu, "Kalau begitu, ayo kita coba. Aku akan berusaha untuk tidak mengacau lagi malam ini."






tbc

a.n : Chapter berikutnya nyusul malam ini, kalau gw kaga mager yak wkwkwwk

Namanya cerita naik turun, kadang seru kadang kaga, kadang sesuai Ekspektasi kadang kaga, kadang enak dibaca kadang kaga. Tolong dimaklumi aja ya 👉👈





Triangle✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang