51

341 44 8
                                    

Tempat tinggal Hyuk tak jauh berbeda dengan milik Sebin ataupun Yechan. Berada di daerah elite yang penuh dengan pepohonan rindang dan taman bersih yang jelas menyenangkan untuk berkencan.

Dari sini saja bisa ia lihat bahwa Hyuk adalah orang yang jelas berada. Tak seperti dirinya dan Sebin yang ada di tengah-tengah, Hyuk dan Yechan tidak seperti yang ia bayangkan.

Ia ingat saat Sebin berkata jika ada harga mahal yang harus dibayar untuk bisa tinggal di gedung yang saat ini Sebin tinggali.

Jaehan jadi khawatir, Sebin bisa tidak membayar biaya sewa di saat sahabatnya itu sendiri yang menggagalkan perjodohan.

"Mungkin aku harus bertanya padanya nanti." pikir Jaehan sembari melihat-melihat  isi apartemen Hyuk.

Itu terlihat lebih luas, sepertinya karena tak banyak perabotan di dalamnya. Sama seperti Yechan, interiornya didominasi oleh warna hitam dan abu-abu. Benar-benar kesuraman yang terasa kental disitu.

Jaehan yang menenteng kue langsung meletakkannya di meja yang sudah berisi banyak makanan. Bisa ia lihat Sebin mondar-mandir mempersiapkan.

"Duduklah dulu, Hyuk sedang keluar mencari minuman," kata Sebin dengan senyum di wajahnya.

Jaehan mendesah, "Alkohol lagi?"

Ia tak gampang mabuk, tapi akan sedikit merepotkan saat perjalanan pulang.

"Aku tidak akan minum banyak," ucap Yechan seolah membaca pikiran Jaehan saat ini.

"Ya, sebaiknya kita tidak minum banyak atau kita akan berakhir menginap."

Jaehan meragukan, hanya mencoba mempercayai dirinya sendiri, semoga ia bisa mengendalikan diri.

"Aku mau membantu Sebin."

Yechan memberi anggukan, Jaehan pun langsung melesat menuju tempat di mana sahabatnya itu sibuk sendiri.

Banyak yang ia bicarakan, banyak juga yang ia tanyakan. Membuat Yechan keheranan, mengapa begitu banyak yang Jaehan pikirkan. Lebih parah lagi, Sebin selalu menanggapi dan memiliki jawaban dari setiap pertanyaan yang Jaehan lontarkan.

Lama menunggu yang sebagian besar hanya diisi oleh obrolan antara Sebin dan Jaehan saat itu, akhirnya datang juga yang ditunggu-tunggu.

"Maaf lama."

Hyuk berjalan ke ruang tamu dengan sekantong penuh bir dan tak lupa soju. Padahal hanya berempat, mungkin sisanya untuk stok Hyuk sendiri. Hanya saja, bukankah pria itu tak lagi menempati apartemen ini?

Jeahan ingin bertanya, tapi lagi-lagi ia mengurungkannya. Teringat lagi dengan kecemburuan Yechan yang sebenarnya ia tahu itu belum mereda sepenuhnya.

"Kalian sudah menunggu dari tadi?"

Yechan mengangguk. Saat melihat Hyuk hendak mengambil tempat duduk di depan Jaehan, Yechan langsung menyuruhnya bergeser di depannya.

"Hm?"

Hyuk kebingungan, Sebin pun keheranan, sementara Jaehan jadi sedikit sungkan.

Di bawah meja, Jaehan meraih tangan Yechan dan menggenggamnya. Namun, tak ada balasannya.

Cemberut Jaehan tunjukkan. Dalam hati menggerutu. Katanya tadi tak marah lagi, tapi masih seperti itu. Yechan sangat menyebalkan, tapi Jaehan tak berani mengatakan dengan terang-terangan.

Beruntung Yechan mendapati raut kesalnya karena saat Jaehan hendak menarik tangannya, Yechan menahan, dan membalas genggamannya.

Jaehan tersenyum senang, tanpa tahu jika dua orang di depan mereka tengah kebingungan.

Mungkin menyadari, Yechan segera mengalihkan perhatian. "Hyuk, bukankah sekarang kau tinggal tepat di sebelahku? Kenapa tiba-tiba mengundang kami kemari? Ada sesuatu yang ingin kau bicarakan pasti."

Hyuk mengangguk, tawa kecil keluar dari bibirnya, "Benar. Bagaimana kau bisa tahu?"

"Katakan."

"Hanya perayaan kecil-kecilan. Aku dan Sebin sudah resmi pacaran. Jadi, aku ingin menraktir kalian makan-makan."

Jaehan memandang Sebin, tapi tak ada sirat selain bahagia. Senyumnya mengembang begitu lebar. "Selamat, Sebin-ah!"

Merasa senang juga karena tampaknya Sebin mempertimbangkan nasehatnya.

"Terima kasih, Jaehanie. Tadinya Hyuk ingin mengadakan acara ini di apartemenku. Tapi, aku ingin di sini."

Bahkan Sebin sendiri baru sekali ini diajak kemari.

"Akan kau apakan tempat ini nanti? Sayang sekali jika tak ditempati."

Hyuk mengangkat bahu, ia juga berkata jika belum tahu. Mungkin akan dibiarkan atau ia bisa mengajak Sebin sesekali untuk tidur di sini. Ada banyak opsi. Hyuk akan memikirkan itu nanti.

Obrolan mereka pun bervariasi, tapi tentu saja Jaehan dan Sebin lah yang mendominasi. Ada saja yang mereka bicarakan.

Hyuk sibuk dengan makanannya, dan Yechan cukup banyak minum meski Jaehan berulang kali memperingatkan.

"Yechan-ah, kau sudah diberitahu?" Hyuk memulai topik yang cukup berat untuk Yechan dengarkan.

Yechan yang paham langsung mengangguk. "Eomma memintaku mengajakmu, tapi kurasa tak perlu. Kau pasti juga sudah disuruh oleh ibumu."

Hyuk mengangguk. 

Kekehan Yechan terdengar, "Kapan para orang tua itu berhenti mengurusi percintaan anak-anak mereka?"

Itu tidak akan berhenti. Tak hanya Hyuk, Yechan sendiri jelas mengetahui.

"Kau akan datang? Bagaimana dengan Jaehan hyung?"

"Kau sendiri? Bagaimana dengan Sebin hyung?"

Kedua pria itu terus berbicara dan saling melempar tanya meski tahu Jaehan dan Sebin mendengarkan mereka.

"Apa yang kalian bicarakan?" tanya Jaehan tak tahan.

Yechan tersenyum, tapi tak mengatakan apa-apa. Sementara Hyuk mengalah dan memberikan jawaban. Sesederhana mungkin ia mencoba menjelaskan.

"Akan ada pertemuan. Kebanyakan anak-anak pengusaha dan pejabat. Itu seperti  ajang mencari pasangan. Mungkin bisa dibilang itu adalah perjodohan skala besar." Hyuk tertawa, lalu menatap pacarnya, "Sebin hyung, kau harus jadi pasanganku di pesta itu nanti."

Jaehan sendiri terdiam, sepertinya ini adalah apa yang tadi Yechan bicarakan. Jadi, bahkan di kehidupan menyenangkan para orang kaya, hal seperti itu tetap ada ya?

Mungkin bedanya, orang-orang seperti Yechan ini bebas memilih siapa yang paling
mereka sukai.

Jaehan jadi berpikir, bukankah akan ada banyak yang terbaik di sana nanti?

Dibanding dirinya ...

Sudah jelas ia bukan siapa-siapa.

Lantas, masihkah ia percaya diri bahwa Yechan akan tetap memilih untuk terus bersamanya nanti?

Triangle✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang