73

246 39 2
                                    

"Apa menurutmu kita tidak terlalu keras padanya? Bagaimana pun hanya dia sekarang satu-satunya anak kita."

Ibu Yechan menghela, tampak kecewa, namun juga ada rasa penyesalan di wajahnya yang sebenarnya lembut.

Mungkin Yechan memang dingin dan cenderung keras kepala, tapi jika mereka mau menilik lagi ke belakang, bukankah ini terjadi sejak Kevin tak lagi di sisinya?

Belum lagi mereka yang begitu sulit meluangkan waktu. Mau membenahi pun rasanya sudah terlambat, Yechan tak lagi menaruh rasa kecuali hormat.

Dalam ingatan mereka, dulu Yechan adalah anak-anak biasa yang ceria. Yechan juga sering bercerita tentang kehidupannya di sekolah, dengan gurunya, begitu pula teman sebayanya. Anak itu juga sangat hangat.

Sang ayah juga bukannya tak tahu soal itu, untuk sesaat tadi, ia hanya memikirkan bagaimana respon orang lain terhadap keluarganya, terhadap dirinya.

Tak hanya status yang tak setara, tapi juga mengapa harus seorang pria yang menjadi pilihan anaknya?

"Lalu, haruskah kita minta maaf dan memintanya kembali? Sejujurnya, aku rindu padanya. Seandainya aku bisa memeluknya."

Seperti dulu, saat Yechan kecil dulu ...

*

*

*

Tak peduli apa, begitu mendengar Jaehan berada di rumah sakit, Sebin langsung menyeret Hyuk untuk ke sana.

Tadi Jaehan memang menelpon, tapi dia sedang di kamar mandi dan sialan Hyuk yang selalu acuh tak acuh walau hanya sekedar untuk melihat siapa yang menghubungi.

Alhasil sepanjang perjalanan Sebin terus mengomel dan tak henti-hentinya menyalahkan Hyuk.

Hyuk sendiri tak banyak menanggapi. Mereka memang sering berdebat, tapi ada kalanya Hyuk cukup senang mendengar Sebin berbicara. Jadi, untuk saat ini pun ia hanya akan mendengarkan saja.

"Hyuk-ah, kau mendengarkanku atau tidak?!"

Hyuk yang berjalan di sisinya tersenyum sambil mengangguk, "Iya, sayang ... suaramu seperti burung yang berkicau di tengah hutan. Jadi, aku menikmatinya."

"Apa katamu?!"

Tampaknya itu tak terdengar seperti pujian bagi Sebin.

"Suaramu sangat merdu." Hyuk merangkul bahu Sebin sambil menunjukkan seringai menyebalkannya, "Nah, sekarang di mana Jaehan hyung?"

Sebin cemberut, karena kesal dia pun mendorong Hyuk pergi dan berjalan cepat berharap bisa meninggalkan pacarnya itu di sana. Yang tentu saja itu sia-sia karena selebar apapun langkahnya, itu tak akan pernah mengalahkan Hyuk-nya.

Sampai di bilik tempat Jaehan diperiksa, Sebin langsung memanggil nama sahabatnya, "Kim Jaehan!"

Yang tentu saja, karena suara kerasnya, Sebin langsung mendapatkan teguran dari beberapa tenaga medis di sana.

*

*

*

Meninggalkan dua sahabat yang sedang berbincang, Yechan tak ingin menguping, dan  memilih menghampiri Hyuk sebagai ganti.

"Kita bicara di luar saja."

Hyuk mengangguk, mengikuti Yechan menuju pintu keluar. Di rumah sakit ada cafetaria dan di sanalah mereka memutuskan untuk bicara. Masing-masing memilih kopi panas untuk dipesan.

"Ada apa sebenarnya?" tanya Hyuk langsung. Ia penasaran.

"Aku sudah mempertemukan Jaehan dengan orang tuaku."

Hyuk menatap Yechan, namun hanya sesaat sebelum kembali melihat ponselnya. Tak ada apapun di sana.

"Lalu, bagaimana tanggapan mereka?"

"Entahlah. Aku harus mengatakan apa pada Jaehan hyung karena jika tetap bekerja di sana, aku takut dia kenapa-kenapa."

Hyuk mengerutkan kening, "Memangnya kau mau berhenti?"

Gelengan yang Hyuk dapatkan. Sedikit sulit baginya melihat Yechan yang biasanya tahu apa yang harus dilakukan, tapi malah bertingkah seakan hilang arah.

"Lebam di wajahnya itu, bukan karena orang tuamu, 'kan?"

"Bukan. Kurasa appa dan eomma masih cukup waras untuk tidak terlibat dengan hukum sekarang."

Siapapun yang melakukan itu pada Jaehan, Yechan bersumpah akan membuatnya membusuk di penjara.

"Ya, kau benar." Bukan masalah uang, karena nyatanya hukum pun bisa mereka beli, melainkan image baik yang sulit dicari. Sekali terperosok dalam lubang, akan sulit untuk membersihkan nama. Apalagi nama perusahaan yang dipertaruhkan di sana.

"Aku akan bertanya jika dia sudah baik-baik saja. Lantas, bagaimana denganmu?"

Hyuk mengangkat bahu, "Sepertinya aku tak sepenting itu untuk mereka."

"Bukankah itu bagus? Semua hanya akan berantakan jika orang-orang tua itu campur tangan."

Raut Yechan kembali mengeras. Hyuk menyesap kopinya, tak lagi mengatakan apa-apa.




Triangle✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang