44

322 44 15
                                    

Jaehan selalu impulsif. Ia menyadari hal itu, tapi begitu sulit untuk mengontrol keinginannya sendiri.

Seperti malam ini.

Ia dengan mudahnya meminta Yechan datang menjemputnya, tapi satu hal yang ia lupa ... bagaimana caranya keluar dari rumah tanpa dimarahi oleh orang tuanya?

Jika bicara usia, ia memang sudah legal dan bebas kemanapun yang disuka. Masalahnya adalah Jaehan berbeda. Ia tak pernah pergi larut malam begini tanpa alasan yang tak pasti.

Ia bingung dengan alasan apa ia pamit nanti. Tidak mungkin ia berkata jika akan pergi ke rumah pacarnya. Bisa-bisa ia diinterogasi dan malah berakhir dengan tak bisa menemui Yechan malam ini.

Jaehan mengusak rambutnya yang memang sudah berantakan. Bingung memikirkan bagaimana caranya keluar tanpa berpamitan.

Jika ia nekat meminta izin kedua orang tuanya, pasti mereka akan bertanya banyak hal padanya. Tapi, jika ia pergi begitu saja, itu akan membuat khawatir juga.

Jaehan kembali duduk dan menatap ponselnya. Sudah sepuluh menit sejak Yechan berkata akan datang.  Sekarang, ia harus bagaimana?

Memejamkan mata, Jaehan mencoba mencari solusi terbaik yang ia punya, dan pada akhirnya ia hanya bisa meminta bantuan dari kakaknya.

Siapa lagi di rumah ini yang paling ia percaya?

Tak ingin membuang waktu, Jaehan segera mengepak barang-barang yang ia butuhkah untuk bekerja besok. Selesai dengan urusannya, Jaehan membuka pintu. Berjalan pelan, mengendap-endap seperti pencuri di rumahnya sendiri.

Ia mengetuk pintu kamar kakaknya dengan hati-hati. Bisa dibilang keberuntungan juga karena ternyata nuna-nya masih terjaga. Cukup terkejut saat Jaehan datang dengan ransel di punggungnya.

"Jaehanie, kau mau melarikan diri?"

Jaehan memberi tanda agar nuna-nya tidak berbicara terlalu keras. Berbisik, ia berkata jika butuh bantuan kakaknya.

"Apa?"

"Aku akan pergi ke rumah pacarku. Nuna, bantu aku bilang ke eomma dan appa ya jika besok mereka bertanya."

"Bilang kalau kau ke rumah pacarmu?"

Jaehan mendesah, hampir tertawa sebenarnya. "Bukan, nuna ... katakan pada mereka jika Sebin menjemputku. Katakan pada mereka jika aku ke apartemen Sebin malam ini."

Kakak perempuannya menganggukkan kepalanya, tapi jelas terlihat  jika ada ketidak-pahaman dari rautnya.  "Tapi, Jaehanie ... kenapa harus malam-malam begini? Memangnya tidak bisa besok pagi saja kalian bertemu?"

Jaehan cemberut, ia ingin bilang tidak bisa, tapi takut jika kakaknya kembali bertanya mengapa. Tidak mungkin ia menjawab bahwa alasannya adalah ia yang sudah rindu berat dengan kekasihnya.

"Ada urusan yang tidak bisa aku ceritakan sekarang."

Nuna-nya memberi cibiran, "Bilang saja mau berduaan di rumahnya."

"Nuna ..."

"Aku tahu, aku tahu ... Jaehanie sudah dewasa, aku bisa apa. Sudah sana pergi! Tapi, hati-hati ya ...."

Jaehan tersenyum lebar, ia beri dua acungan jempol pada nuna-nya yang sudah menggelengkan kepala, mungkin heran dengan tingkahnya.

"Nuna, aku pergi, ya ..."

Nuna-nya mengiyakan, namun sebelum Jaehan benar-benar pergi, kembali wanita yang sebenarnya sudah kepala tiga itu memberikan nasihat padanya, "Jangan lupa memakai pengaman, Jaehanie ..."

Tak ayal, tak hanya langkah Jaehan yang berhenti, tapi juga jantungnya yang berdebar kencang sekali.

"Nuna ..."

Triangle✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang