88

240 30 2
                                    

*mau up tadi malem tapi keburu ngantuk, dan mau up nanti malem takutnya hari ini banyak yang bikin badmood. jadi sekarang aja. maaf ya up pagi2.

*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


*

*

*





Kediaman Kim jelas ramai malam ini.

Nuna tertua Jaehan datang, tapi bukan ayah dan ibunya yang mengundang. Kebingungan jelas terjadi, tapi Hangyeom dan ayahnya tak terlalu peduli.

Mereka duduk bersama di meja makan sebelum membicarakan perihal pertunangan, atau mungkin pernikahan.

Pembicaraan tampak tidak imbang karena para wanita hanya diperkenankan untuk diam.

"Jadi, bagaimana jika kita langsung menyelenggarakan pernikahan alih-alih pertunangan?" Ayah Hangyeom langsung mengatakan keinginannya begitu kudapan-kudapan manis mulai dikeluarkan. Makanan utama kini terganti dengan pembicaraan yang jauh lebih berat.

Tanpa bertanya, Ayah Jaehan menyanggupinya. "Tentu, aku akan sangat senang jika rencana ini disegerakan."

Mereka pun mulai merencanakan detailnya, ini dan itu, tidak ada yang berani menginterupsi kecuali Hangyeom yang memberi usulan sesekali.

Sampai tiba waktu di mana Hangyeom merasa sudah waktunya untuk mengatakan hal yang paling ia inginkan saat itu.

"Ah, Paman ... kudengar Jaehanie hyung pergi. Apakah dia belum berniat untuk kembali?"

Tak hanya keluarga Jaehan yang terkejut atas pertanyaan ini, bahkan ayah Hangyeom sendiri pun menatap sang anak yang ia bertanya-tanya mengapa tak pernah menceritakan soal ini sebelumnya.

"Dari mana kau tahu soal itu?" ayah Jaehan masih bertanya dengan tenang. Pasalnya, ia tak pernah mengatakan masalah internal keluarganya pada siapapun.

"Aku bertemu dengan Jaehan hyung malam itu. Aku juga yang mengantarnya ke rumah laki-laki yang menjadi kekasihnya saat ini."

"Song Hangyeom-"

Akan tetapi, Hangyeom tak mengindahkan panggilan ayahnya.

"Shin Yechan. Pria yang disukai Jaehanie hyung, adalah seseorang yang aku sukai juga." Hangyeom tersenyum, tampak tak peduli jika banyak mata yang kini memandangnya. Berbeda-beda sirat di mata mereka. Namun, satu yang menarik perhatiannya, itu adalah tatapan mata tak suka yang ibu Jaehan layangkan padanya.

"Uhm, Paman ... Bibi ... bagaimana jika kalian mengambil kembali Jaehanie hyung, memaafkannya, dan mengirimnya pergi sejauh mungkin dari Shin Yechan ini ..."

Intinya, Hangyeom ingin menegaskan bahwa ia tak ingin ada persaingan. Ia ingin Jaehan yang diasingkan.

"Kalian bisa mendapatkan kembali anak kesayangan dan aku pun akan menerima keuntungan." Tak peduli jika penolakan Yechan akan ia dapatkan, itu bisa dikondisikan selama Jaehan dan Yechan terpisahkan.

"Hmmm ... sejujurnya, aku hanya menerima jawaban iya," lanjut Hangyeom masih dengan senyuman yang begitu menghanyutkan.

*

*

*


Bahkan pembicaraan mengenai pernikahan tak lagi menarik bagi mereka.

Tuan Song yang paling terkejut. Tak menyangka, tak ada masa di mana dia berpikir bahwa anaknya yang ia kenal lembut dan penuh empati terhadap sesama ini mampu memberi ancaman yang meski terkesan lembut, namun tetap terasa menuntut.

Bagaimana juga ia sampai tidak menyadari adanya keanehan yang Hangyeon beri akhir-akhir ini.

Dalam benaknya berkecamuk. Ia sudah berjanji dengan keluarga ini untuk mengembangkan bisnis mereka, karena itu ada pernikahan di dalamnya. Sekarang ditambah kemungkinan bahwa ia akan berseteru dengan keluarga Shin, apakah ia bisa mengatasinya sendirian?

Bagaimana jika pemaksaan yang Hangyeom lakukan akan berdampak negatif pada perusahaannya?

Ia tahu jika keluarga Shin hanya memiliki satu anak, dan jika Hangyeom melakukan hal yang tak menyenangkannya, bukankah itu sama saja dengan menggali sendiri kuburan mereka?

Namun, ini anaknya yang meminta. Hangyeom tak pernah menyukai siapapun sebelumnya, kini ia memiliki satu, haruskah ia mengubur impian anaknya demi hati dan perasaan orang lain yang tak ada hubungannya dengan mereka?

Hanya saja, dari semua pria yang Hangyeom kenal, kenapa harus Shin Yechan orangnya?

Jika Jaehan adalah kekasihnya, bukankah itu berarti anaknya sudah tak mendapat kesempatan?

Tuan Song merasa kepalanya sakit tiba-tiba. Ia memijitnya sedikit. Menarik napas panjang, ia mengulurkan tangan untuk menahan sang putera dari banyaknya berbicara. Akan tetapi, ia sudah terlambat sepertinya.

"Permisi, Tuan, Nyonya ... ada tamu yang meminta untuk bertemu."

Ahjumma yang biasa membantu keluarga Jaehan mengetuk pintu dan mengatakan itu setelah dipersilakan oleh majikannya.

Tak lama, karena sepertinya tamu tak diundang ini memang sudah menunggu tepat di belakang pintu.

Entah hanya perasaan, atau memang kenyataan, atmosfer langsung berubah begitu mereka melihat siapa yang datang.

Yang paling terkejut adalah keluarga Jaehan sendiri tentunya.

Hangyeom setenang air, sementara Yechan tersenyum, menunjukkan keramahan yang Jaehan sendiri merasa sangat asing.

"Jaehanie?"

Nunanya adalah yang lebih dulu bersuara, membuat Jaehan tersenyum saat mendengarnya.

Nunanya tampak cantik, walau lingkaran hitam di mata tak bisa disembunyikan begitu saja. Sementara kakak tertuanya hanya mengangguk saja.

Ya, Jaehan lah yang memintanya untuk datang. Tidak tahu juga apa alasan mengapa Jaehan tiba-tiba ingin bertemu dengan kakak perempuan tertua yang pernah menjadi sosok paling ia takuti sebelum wanita itu pergi mengikuti sang suami.

"Selamat malam. Ah, maafkan aku, sepertinya kedatangan kami sudah mengganggu." Suara itu berat, bukan dari Yechan maupun Jaehan, melainkan Tuan Shin yang berbicara setelah membungkuk sopan dan tersenyum begitu cerah.

Ayah Jaehan masih memproses apa yang sebenarnya terjadi, sementara Tuan Song adalah yang pertama berdiri dan menyambut dengan senyum yang lebar sekali.

"Tuan Shin, apa kabar? Jangan sungkan begitu, tentu saja kedatangan anda tidak mengganggu."  Pria paruh baya itu menoleh ke arah tuan rumah yang akhirnya berdiri dan membungkuk dalam sekali. "Benar kan, Tuan Kim?"

Ayah Jaehan mengangguk, dengan ramah ia mempersilakan semua tamunya untuk duduk. Kali ini tak di meja makan, melainkan ruang tamu yang langsung tampak penuh.

Yechan sendiri memilih untuk tetap berdiri, mengamati semua yang ada di sana setelah memberi salam tadi.

Jaehan menundukkan kepala begitu matanya bersitatap dengan sang appa, tanpa sadar ia sedikit menyembunyikan diri di belakang bahu Yechan yang seolah paham langsung mengeratkan genggaman.

"Maaf atas kelancangan ini, tapi kami berharap bisa diterima dengan tangan yang terbuka."

Para orang tua sudah mulai berbicara, Tuan Shin yang memang sudah menerima permintaan Jaehan langsung meminta semua keluar kecuali para kepala keluarga.

Jika saja ia tak mempertimbangkan istri dan anaknya, permintaan Jaehan mungkin akan sulit untuk ia lakukan. Bagaimana pun, tak hanya perasaan Yechan, tapi bisnisnya sendiri harus ia pertaruhkan.

"Jadi, kedatanganku kemari malam-malam  begini adalah ingin membahas soal anak-anak ..."




Triangle✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang