37

390 53 8
                                    

Pagi itu Yechan terbangun lebih awal dari biasanya.

Dia memang bukan morning person, tapi dia termasuk seseorang yang tepat waktu. Jadi, meski bangun lewat dari alarm yang sudah diatur, itu tidak akan melewati jam berangkatnya bekerja.

Pagi itu, satu hal yang ia lakukan lebih dulu adalah melihat Jaehan. Pria itu masih tertidur pulas di sisinya, mungkin sebentar lagi akan coba ia bangunkan.

Mengambil ponsel, Yechan berusaha menghubungi Hyuk. Tentu untuk menanyakan bagaimana keadaan Sebin pagi ini.

Ia mungkin tidak terlalu peduli, tapi Jaehan sudah pasti. Jadi, untuk kekasihnya ini, Yechan akan berbaik hati.

"Hyuk-ah, bagaimana keadaan Sebin hyung?"

Dari seberang terdengar suara Sebin yang memanggil Hyuk. Dari sana, Yechan tahu tampaknya semua sudah baik-baik saja.

"Dia terlihat oke saat bangun tadi, tapi aku merasa sebaliknya."

Sebenarnya Yechan bisa menebak alasannya, tapi sebaiknya ia diam saja. "Mungkin hanya perasaanmu. Yang penting dia sudah baik-baik saja."

Hyuk terdengar menghela, namun mengiyakan juga.

"Bagaimana dengan Jaehan hyung?" tanya Hyuk ingin tahu.

"Dia masih tidur."

Dari apa yang didengar Yechan, Hyuk sepertinya memberitahu Sebin tentang Jaehan. Yechan tak habis pikir, kenapa tidak nanti saja memberitahunya atau paling tidak mendekat lebih bagus daripada menarik urat.

"Hari ini kalian bekerja, 'kan?" tanya Yechan memastikan.

"Mm, tentu saja. Kenapa?"

Yechan menggeleng meski Hyuk tidak mungkin melihatnya. "Tidak, tidak apa-apa. Aku hanya bertanya. Ya sudah kalau begitu, nanti aku kabari lagi."

**

Yechan tak pandai memasak, tapi jika hanya membuat sarapan sederhana ia tentu bisa. Masalahnya adalah isi lemari pendingin dan juga rak stok makanannya kosong semua. Menyesali saat ia menolak ibunya yang ingin berbelanja untuk keperluannya.

Terpaksa, Yechan membangunkan Jaehan setelah ia selesai dengan urusan kamar mandinya.

Duduk di tepi ranjang, Yechan menarik napas panjang sebelum memanggil seseorang yang begitu ia sayang.

"Hyung ... ireona ..."

Beruntung, Jaehan langsung menanggapi dengan lenguhan pelan saat ia melontarkan dua kali panggilan.

"Kita harus bekerja ..."

Jaehan mengerjap sebelum berusaha untuk duduk  sekaligus membuka matanya. Dengan parau, Jaehan berkata bahwa saat datang ia tak membawa baju ganti. Bahkan id card-nya pun tak dibawa kemari.

Akan tetapi, Yechan menenangkan dengan mengatakan akan mampir dulu ke rumah Jaehan.

"Yang penting kita bersiap dulu, untuk barang hyung yang tertinggal, kita bisa mengambilnya sambil berangkat nanti. Bagaimana?"

Jaehan mengangguk. Lagi pula, ia tidak memiliki alasan juga untuk tidak masuk kerja.

"Aku mandi dulu."

Yechan memberi anggukan. Sedikit heran karena Jaehan tak menanyakan bagaimana keadaan Sebin. Tapi, ia tak ingin ambil pusing dan memilih untuk menunggu sampai Jaehan sendiri yang menanyakan tentang itu.

Setelah Jaehan siap, mereka memutuskan untuk mencari sarapan di bawah apartemen Yechan.

Tak ada rencana , tapi di sana mereka bertemu dengan Hyuk dan Sebin yang sedang membeli dua cup kopi. Tentu saja, Jaehan langsung berlari menghampiri sahabatnya tanpa basa-basi.

"Sebin-ah!"

Sebin menoleh, tersenyum, "Jaehanie, kau masih di sini? Kupikir sudah berangkat."

"Aku bangun terlambat. Bagaimana, kau sudah tidak apa-apa? Kau baik-baik saja, 'kan?"

Jujur saja, semalam Jaehan benar-benar ketakutan.

Pria itu tersenyum dan menepuk bahu Jaehan, "Aku baik-baik saja."

"Benarkah?"

"Mm. Ya sudah, kalau begitu kami pergi dulu, ya ... nanti kita bertemu lagi di kantor."

Meski hatinya berat, Jaehan melepaskan juga.

Di belakangnya, Yechan hanya terdiam menatap interaksi keduanya. Sebin terkesan  buru-buru, mungkin karena ada dirinya jadi pria itu tak ingin membahas apapun soal itu di sini.

Hyuk sendiri hanya memberinya isyarat untuk mengecek ponsel. Di sana Hyuk berkata agar mereka bicara nanti saja.

Yechan tak keberatan, lagipula ia ingin pembahasan ini benar-benar berhenti sampai di sini.  Agar kakaknya bisa tenang, dirinya tenang, dan semua yang terlibat bisa merasakan bahwa ia pun sudah memaafkan.

Termasuk Jaehan.

Yechan ingin hubungan mereka berjalan baik, selayaknya pasangan pada umumnya, tanpa masalah yang menggelayuti hubungan mereka ke depannya.

Bisa dibilang, itu adalah harapan terbesarnya sejak ia memutuskan untuk mencintai pria  yang tengah berlari kecil menghampirinya saat ini.

"Yechanie, kau ingin sarapan apa? Biar aku yang pesankan."

"Apa saja, hyung. Asal itu dari tanganmu, aku pasti akan memakannya tanpa ragu."

Jaehan tampak malu, tersipu. Yechan sendiri hanya tersenyum saat melihat itu.

Lagi dan lagi, mereka kembali bersikap seolah tak pernah ada yang terjadi malam tadi.


Lagi dan lagi, mereka kembali bersikap seolah tak pernah ada yang terjadi malam tadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Triangle✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang