94 (End)

608 40 9
                                    

Satu hal yang Jaehan benci saat ini adalah kesibukan.

Tidak bekerja, dia bosan. Sibuk pun dia enggan. Sudah pasti alasan utamanya adalah Yechan.

"Yechanie, untuk pertama kali aku benci pekerjaanku saat ini."

Yechan yang masih sibuk dengan laptopnya terkekeh mendengar kekasihnya merengek. Mata masih menatap layar, namun tangan menepuk tempat di sebelahnya.

Tak perlu bertanya, Jaehan yang mulai muak dengan semua kertas yang menumpuk itu pun menghampiri sebelum meletakkan kepala di atas paha Yechan yang tertawa.

"Hyung merindukanku?"

"Uhm." Jaehan mengangguk. Sudah lama sejak terakhir kali mereka berkencan di luar, sekarang waktu mengobrol santai pun begitu sulit untuk diluangkan.

Jaehan selalu pulang larut, sementara Yechan terkadang sampai tidak pulang dan bermalam di kantor. Ini semua karena tanggung jawab yang dibebankan pada mereka.

Salahnya juga yang meminta untuk dipindahkan di perusahaan cabang bersama Yechan.

Calon mertuanya menyetujui, siapa yang menyangka jika ternyata mereka diminta kerja rodi.

Rumah besar yang mereka tinggali terasa sia-sia. Jaehan bahkan tak pernah memiliki waktu untuk sekedar melihat-lihat sejak ia datang.

Saat bertemu di rumah pun, sulit sekali berdua.
Jangankan bermesraan atau bahkan berciuman,  berbicara saling tatap mata pun Jaehan harus memaksa.

Ia tak marah, tak menyalahkan siapa-siapa juga. Ia sendiri sering sibuk dengan pekerjaan yang tak ada habisnya, Yechan pun tak jauh berbeda. Kacamata tak pernah lepas, karena terus menatap layar laptop yang selalu menyala.

Jaehan tidak tahu jika pindah  kerja malah akan sesibuk itu.

Belum lagi jika mereka diminta membantu di tempat ayah Jaehan. Makin banyak lagi pekerjaan yang menunggu.

Walaupun terjamin dengan gaji yang cukup tinggi, tapi Jaehan lama-lama merasa lelah sendiri.

Tidak tahu apakah pacarnya ini memiliki keluhan yang sama atau malah menikmatinya.

"Yechanie, bagaimana jika kita menjadi petani? Hidup di desa dan menanam padi. Bisa juga kebun buah! Aku suka apel, aku juga suka anggur, apapun yang penting kita bisa menghabiskan banyak waktu berdua."

Yechan menggeleng pelan, bukan tak setuju, hanya saja merasa lucu.

"Hyung tidak tahu jika menjadi petani itu melelahkan? Belum lagi jika gagal panen."

Jaehan mendongak, menarik kerah kemeja yang Yechan kenakan agar diperhatikan.

"Bukannya sama? Bisnis yang kita jalankan sekarang juga sangat melelahkan, jika gagal ya sama saja, 'kan?"

"Jika sama, lalu kenapa hyung tidak bertahan di sini saja? Sebentar lagi, hyung. Eomma sangat mengandalkan kita untuk yang satu ini."

"Sejak kapan kau menurut pada eomma?"

Pertanyaan itu tak langsung dijawab, Yechan justru menatapnya lama, lalu menyunggingkan senyumnya, "Sejak eomma berjanji jika satu proyek ini selesai, kita bisa mendapatkan liburan gratis."

Mendengar itu, mata Jaehan langsung berbinar. Yechan yang sedari tadi menatapnya pun sedikit berdebar.

"Benarkah?"

"Mm."

Mengabaikan apapun yang tadi ia lakukan, melihat Jaehan yang begitu menggemaskan, Yechan langsung melepas kacamatanya sebelum menundukkan kepala.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 06, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Triangle✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang