49

286 40 8
                                    

Yechan masih terus mempertahankan kecemburuan.

Sebenarnya tak masalah Jaehan dekat dengan siapa selama pria itu hanya menganggapnya teman. Namun, sisi kekanakan Yechan muncul begitu menangkap ekspresi penuh bahagia hanya karena Hyuk mengundang mereka ke rumahnya.

Bukannya ia tak percaya pada Jaehan ataupun pada Hyuk yang notabene adalah sahabatnya, Yechan hanya tak mampu mengendalikan perasaan yang tiba-tiba datang merusak suasana.

Ia bahkan tak memiliki trauma akan sebuah hubungan, memang ini hanya bentuk kegilaan yang mungkin baru sempat ia tunjukkan. Tanpa tahu jika itu membuat kekasihnya ketakutan.

"Aku mengerti, Yechanie. Aku minta maaf." Jaehan terus merapalkan kata maaf tanpa henti.

Yechan  juga lama-lama mulai tak tega. Ia menghela, lalu bangun dari duduknya. Langit mulai gelap, angin juga semakin kencang terasa. Tangannya terulur, membantu Jaehan untuk berdiri meski wajahnya masih terlihat tanpa senyum sama sekali.

"Ayo pergi. Mulai dingin di sini."

Uluran itu bersambut, namun tak seperti biasa, Yechan langsung melepaskan, dan berbalik untuk berjalan menuju mobilnya.

Jaehan tergopoh-gopoh mengikuti langkah panjang kekasihnya. Ia meraih lengan pria yang lebih muda itu dan kembali bertanya, "Kau sudah memaafkanku? Kenapa aku merasa kau masih marah padaku? Yechanie, maafkan aku. Jangan marah lagi, ya ..."

"Mm."

"Katakan dengan benar, Yechanie ..." rengeknya.

Yechan pun berhenti dan menunduk untuk memberinya satu ciuman di pipi. "Masih butuh bukti?"

Wajah merah merona selalu menjadi ciri khas yang tak akan terganti.

"Kau tidak takut orang-orang akan memandangmu aneh?"

"Aneh bagaimana?"

"Ya mencium seorang pria di tempat umum begini?"

Yechan mengangkat bahunya, "Setidaknya aku jujur. Aku menyukai laki-laki dan aku tidak berniat untuk menyembunyikan fakta ini. Memangnya hyung malu dicium olehku?"

"Ti-tidak, kok." Jaehan menggaruk pipinya, lagi-lagi menunjukkan cengiran yang membuat Yechan kewalahan.

"Hyung, kau ingin membawa apa ke tempat Hyuk?"

Karena sudah bertanya begitu, bisa Yechan yakinkan bahwa ia sudah tak lagi mempermasalahkan hal yang ia ributkan tadi.

Jaehan juga sepertinya paham, berjanji tidak akan mengulangi lagi. Walaupun dalam hati, sebenarnya ia senang sekali. Jika Yechan cemburu bukankah itu berarti pria ini sangat menyukainya?

Memikirkannya saja membuat Jaehan malu sendiri.

"Hyung?"

"Mm, Sebin pasti sudah menyiapkan makanan, kalau begitu kita bawa yang lain saja."

"Bagaimana kau bisa yakin akan ada Sebin hyung di sana?"

Jaehan mengerjapkan mata, memandang bingung ke arah pacarnya, "Hm? Bukankah aneh jika Sebin tak ada? Mereka tinggal bersama, tidak mungkin Hyuk mengundang kita tapi tidak dengan orang yang disukainya."

Yechan mengangguk, mungkin karena cemburu, ia jadi tak berpikir sampai di situ.

"Hyung, katakan ... sedekat apa kau dengan Sebin hyung?"

"Uhm, dekat sekali. Kami bersahabat, tapi rasanya seperti dia adalah saudara laki-laki yang selalu melindungiku selama ini. Kami saling mengandalkan satu sama lain sejak kecil ..."

Dan Yechan mendengar cerita panjang lebar Jaehan yang sejujurnya ia juga tak keberatan. Menyenangkan melihat Jaehan bercerita. Suaranya merdu, tawanya lucu, dan ekspresi menggemaskan yang tak pernah ketinggalan.

Ia tak terlalu peduli dengan kehidupan Sebin, tapi akan lain cerita jika ada Jaehan di dalamnya.

"Karena itu orang-orang di kantor sering menyebut kalian kembar?"

Jaehan mengangguk, "Banyak yang bilang wajah kami mirip. Bagaimana menurutmu?"

Tanpa banyak berpikir jawaban Yechan sudah pasti, "Kau lebih cantik."

"Yechanie, aku laki-laki."

"Ya tidak apa-apa, memangnya kenapa?"

Yechan sendiri sering dibilang sebagai pria cantik, tapi ia tak keberatan. Ia menganggap itu kata lain dari tampan, hanya banyak orang yang enggan memujinya dengan blak-blakan.

Walau lain halnya ketika ia memandang Jaehan. Saat ia berkata cantik, maka itulah yang sebenarnya.

"Baiklah, baiklah ..." Jaehan mengalah. "Kau sendiri, sedekat apa hubunganmu dengan Hyuk?"

"Teman bermain. Dia mungkin satu-satunya teman yang akan datang setiap kali aku membutuhkan bantuan, bahkan sesepele saat aku butuh teman minum atau makan."

Walau tak sedekat hubungan Sebin dan Jaehan. Karena ia dan Hyuk jarang berbicara banyak, jika tidak penting bahkan saat bertemu pun mereka hanya akan bertukar asap rokok ataupun saling menuang minuman tanpa percakapan.

Jika tak saling memahami, atau sudah terbiasa dengan interaksi yang tak biasa ini, pasti akan aneh sekali.

"Bagaimana dengan teman-temanmu yang lain, Yechanie?"

Teman-teman yang lain?

"Aku tak bisa menyebutnya teman, mereka hanya kenalan." Juga koneksi yang akan memperbesar perusahaan.

Jaehan mengangguk. Satu hal yang ia sadari, Yechan sepertinya menutup diri. Tak seperti dirinya yang bergantung pada Sebin, Yechan seolah memiliki jalannya sendiri. Seakan tak ada teman yang benar-benar Yechan anggap selain Hyuk yang ia sebut setia kawan.

"Hyung?"

"Ya?"

"Jika aku mengajakmu bertemu kenalan-kenalanku, kuharap kau tak menolak saat itu."

"Hm? eh, apa maksudnya?"

Tepat saat itu, mereka tiba di depan mobil Yechan. Pria itu membukakan pintu, namun tak mau memberitahu maksud dari kalimatnya saat itu.

Bukan masalah Yechan yang mengajaknya bertemu kenalannya, tapi mengapa juga Yechan tak ingin ia menolaknya?

Triangle✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang