40

387 49 21
                                    


Hyuk duduk sendiri di smoking area. Jemarinya menjepit batangan rokok yang menyala, namun hingga habis setengahnya, yang ia lakukan hanya melamun di sana.

Bohong jika ia tak memikirkan apa yang Yechan katakan. Meski ia sudah menduga sebelumnya, tapi bagaimana pun juga ini menyangkut dengan kematian seseorang  yang dekat dengan sahabatnya.

Kevin juga merupakan sosok kakak untuknya. Ia yang hanya memiliki kakak perempuan merasa senang karena Kevin bisa mengisi keinginannya akan saudara laki-laki yang bisa ia ajak bermain bola dan semacamnya.

Setiap kali ia bermain dengan Yechan, Kevin selalu memberikan entah itu mainan atau makanan yang sama seperti adiknya.

Bahkan hingga sekarang pun Hyuk masih mengingat dengan jelas bagaimana keramahan Kevin dan betapa baiknya hati yang pria itu miliki.

Kematiannya mungkin tak membuat Hyuk sehisteris Yechan, tapi itu cukup mengguncangnya untuk beberapa waktu kala itu.

Kini, ia tahu bahwa pria yang ia suka adalah salah satu alasan mengapa orang sebaik Kevin harus mengalami itu semua.

Apa yang Sebin lakukan?

Hyuk tak hanya ingin tahu, tapi jika bisa ia ingin membantu. Karena ia juga memahami jika Sebin sendiri merasa terbebani dengan kesalahan masa lalu ini.

Mengisap rokoknya dalam-dalam sebelum mematikan, Hyuk berdiri, dan berniat untuk kembali.

Saat berbalik, ia sudah mendapati Sebin berdiri dengan kepala tertunduk menatap kaki, bersandar tak jauh dari ruangan yang sejak tadi ia tempati.

"Hyung, kau di sini?"

Sebin mengangkat kepala, mengangguk, dan bertanya, "Pulang nanti kau ada waktu? Ada yang ingin kukatakan padamu."




**



"Yechanie?"

Pulang kerja malam itu, Yechan mengantar Jaehan lebih dulu. Mereka sudah tiba mungkin sejak sepuluh menit yang lalu, namun Jaehan berkata masih ingin bersamanya.

Yechan tak keberatan.

"Ya, hyung ..."

"Kau tak ingin masuk ke rumahku?"

Yechan terkekeh pelan, "Apa ini undangan?"

"Nuna terus menelponku, dia menanyakanmu, katanya ingin bertemu."

Tentu saja Yechan mau. Ada keluarga dari kekasihnya yang mengharapkan kedatangannya, bukankah itu adalah hal yang harus disyukurinya?

Namun, "Bagaimana dengan orang tuamu?"

Jaehan langsung cemberut.

"Aku mendengar dari Hyuk bahwa Sebin dijodohkan," walaupun sudah digagalkan, "-bagaimana denganmu, hyung? Kalian selalu berdua, apakah takdir kalian juga akan sama?"

Tak hanya cemberut, tapi Jaehan sudah menundukkan kepala dan meremat jari-jemarinya.

Melihat itu, tangan Yechan terulur, menggenggamnya, dan mengusap dengan ibu jarinya.

"Hyung khawatir itu akan terjadi?"

Jaehan mengangguk.

"Hyung percaya padaku? Hyung tahu aku tidak akan membiarkan hal itu."

"Sungguh?" Wajah yang tadi sendu, langsung penuh binar saat itu.

Lucu. Yechan takjub melihat bagaimana raut Jaehan bisa berubah secepat itu.

"Aku akan berkunjung, hyung ... tapi, tidak sekarang. Sudah terlalu malam untuk bertamu. Aku khawatir karena ketidak-sopananku akan membuat orang tuamu tidak menerimaku menjadi menantu."

Triangle✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang