90

289 35 7
                                    


*sejujurnya aku ga tau ending apa yang kalian mau. Jadi please jangan bilang "hah gini doang" ekekekkeke

 Jadi please jangan bilang "hah gini doang" ekekekkeke

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


*

*

*



Yechan berdiri di taman belakang bersama Jaehan dan tentu Hangyeom yang tanpa diminta langsung mengikuti mereka.

Kekasihnya itu tak kunjung bersuara, membuat Jaehan kebingungan. Haruskah ia yang membuka percakapan?

Walau sepertinya, ia tak perlu repot-repot melakukannya, karena sebelum Jaehan sempat membuka mulut, ia sudah didahului oleh suara yang begitu lembut.

"Jaehanie hyung, sungguh kebetulan sekali. Kami sedang membicarakan tentang kalian tadi."

Jaehan tidak mengerti mengapa Hangyeom selalu tersenyum dalam keadaan apapun.

"Membicarakan kami? Kenapa?"

Hangyeom pun duduk, menepuk tempat di sisinya. Tapi, itu bukan untuk Jaehan, melainkan Yechan.

Jaehan terkesiap. Mengalihkan tatap ke arah Yechan yang masih bersidekap.

Tak ada pergerakan, diam-diam Jaehan mengeluarkan desahan. Perasaan lega tak tertahankan.

"Uhm ... aku meminta mereka untuk memaafkanmu dan kembali menerimamu."

Lagi-lagi Jaehan tertegun, jika saja ia tak diberitahu Yechan jika Hangyeom akan mengatakan hal-hal yang menjebak, mungkin benar ia akan terjebak.

Mengapa Hangyeom begitu baik hati membantunya lepas dari masalah ini?

Jaehan yakin itu yang akan ia katakan. Namun, karena Yechan sudah memperingatkan, Jaehan jadi sedikit menyiapkan pertahanan.

"Tapi, Hangyeom-ah ... itu urusanku, kenapa kau memohon pada mereka, padahal aku tidak memintamu untuk melakukannya?"

Sampai detik ini pun Yechan hanya menjadi pihak yang mendengarkan.

"Hm? Apa lagi? Bukankah kita teman?"

Teman?

"Aku peduli padamu, hyung. Kau juga akan menjadi pamanku nanti, dan melihatmu menderita di luar sana bersama pria yang akan memilih orang lain pada akhirnya ... aku merasa tak tega."

Memilih orang lain pada akhirnya?

"Jadi, kupikir ... bukankah lebih baik kau kembali ke sini? Ayah dan ibumu bahkan rela mengirimmu pergi jika kau bersikukuh dengan jalan yang kau ambil saat ini. Aku benar-benar merasa prihatin sekali."

Jaehan mengernyitkan dahi. Ia memang naif, dan Jaehan mengakui. Hanya saja, mendengar penuturan Hangyeom, Jaehan rasa orang paling bodoh dan tak peka sekali pun pasti paham apa yang sebenarnya pria itu maksudkan. Jaehan berubah kesal.

Ditatapnya sang kekasih, tentu ia hanya dihadiahi sebuah gelengan yang pelan sekali.

Ini kah yang dimaksud Yechan?

"Hangyeom-ah, apa maksudmu dengan aku bersama pria yang akan memilih orang lain pada akhirnya? Kurasa kau harus tahu, Yechan tak akan memilih siapapun kecuali aku."

Jaehan selalu merasa dirinya pengecut yang rendah diri, namun ini kedua kalinya ia merasa percaya diri.

Itu adalah saat pertemuan pertamanya dengan calon mertua, dan ini yang kedua.

Ia bahkan tak tahu mendapatkan semua keberanian itu dari mana.

Apakah dari dirinya sendiri atau dari pria yang berdiri tak jauh dari tempatnya saat ini?

Pria yang bahkan tak mengatakan apapun sejak tadi. Pria yang hanya menatap ke arahnya dan bukan yang lainnya. Pria yang sorot matanya mengatakan bahwa selama ada dirinya, semua akan baik-baik saja.

Jaehan jadi teringat dengan kata-kata Sebin, ia hanya harus percaya. Yechan tak akan melakukan apapun yang akan menyakitinya.

"Hm? Hyung yakin?" Hangyeom terkekeh, membuat Jaehan menoleh. Suara itu merdu, namun lama kelamaan jadi terdengar menyeramkan di telinga Jaehan. Wajah tampan yang ia lihat begitu lembut dan menawan, kini berubah. Seolah ia tak pernah mengenal Hangyeom sebelumnya.

"Hangyeom-ah, kenapa kau melakukan ini?"

Menoleh, Hangyeom tersenyum menatap Yechan yang rautnya beriak pun tidak.

"Yechan akan bersamaku jika aku membantumu kembali ke keluargamu. Itu yang kami bicarakan saat bertemu malam itu dan sekarang aku sudah menepati janjiku."

*

*

*

Sementara di dalam rumah, tak banyak percakapan yang terjadi.

Basa-basi hanya dilakukan oleh Tuan Song yang mencoba mengambil hati. Namun, semua keramahan ini langsung sirna begitu ayah Yechan berkata, "Kedatanganku ke sini adalah ingin melamar anakmu."

Bukan Jaehan, bukan juga nunanya, melainkan perusahaan yang akhirnya mereka tahu dari Jaehan bahwa itu diambang kebangkrutan.

Ayahnya mungkin tak mengatakan apa-apa dan hanya berkata jika itu untuk mengembangkan bisnis mereka dengan bekerja sama, tapi Jaehan bukan orang bodoh.

Dia memang menolak untuk bekerja di perusahaannya sendiri dengan dalih tak cukup mampu. Bisnis itu kecil, dan ia harus banyak belajar dari perusahaan yang lebih besar.

Sayangnya, ayahnya tak cukup memiliki rasa sabar.

Sepertinya Yechan juga mengetahui hal itu. Karenanya dengan sengaja meminta Jaehan sendiri yang memohon bantuan. Tahu jika Jaehan tak akan menerima dengan percuma.

"Kau bisa mencari istri yang seumuran denganmu. Aku punya adik perempuan yang masih lajang jika kau mau."

Tuan Song tampak tersinggung. Tak ingin mendengar omong kosong ini lagi, ia pun memilih pergi.

Akan tetapi, langkahnya terhenti begitu ayah Yechan kembali bersuara. "Katakan pada anakmu, jangan bermimpi menjadi menantuku jika ia bahkan tidak tahu cara bermain dengan anakku."

Triangle✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang