71

247 39 2
                                    

Malam itu dingin. Jaehan mungkin berhasil keluar rumah, lalu apa?

Sebelumnya, ia bahkan tak pernah berada jauh dari orang tuanya. Sedikit banyak ia mulai menyesali keputusan gegabah yang diambilnya.

Ia khawatir. Bagaimana jika terjadi sesuatu pada ayah dan ibunya?

Meski wajah dan tubuhnya terasa ngilu, hatinya pun merasa pilu, tapi Jaehan juga berpikir bahwa mungkin hati orang taunya juga sama sakitnya.

Ia selalu dimanja, diberikan segalanya melebih kedua kakaknya. Meski bukan orang kaya, tapi dia disekolahkan di tempat terbaik di sana. Tak pernah rasanya Jaehan tak makan dengan enak. Seragamnya tak pernah sampai berubah warna karena selalu baru setiap tahun ajaran baru. Ia pun bisa membeli sepatu baru setiap kali musim berganti.

Jaehan duduk di tepi jalan, meringkuk dengan lutut tertekuk.  Cukup lama dalam posisi itu sampai ia mendengar ada yang mendekat dan memanggil namanya lembut.

"Jaehanie hyung?"

*

*

*

Hangyeom sangat lembut. Kesan pertama Jaehan adalah pria ini sok tampan dan menyebalkan. Namun, malam ini ia ditemani di punggir jalan dengan secangkir kopi panas di tangan.

Pria itu tak banyak bertanya tentang luka yang ia dapatkan kecuali saat pertama melihat. Itupun hanya, "Kau ingin ke rumah sakit? Aku akan mengantarmu."

Jaehan menatap Hangyeom, "Apa kau biasa lewat jalan ini?"

"Tidak. Aku hanya berjalan-jalan sejak siang dan karena belum ingin pulang, jadi aku berkeliling saja."

Jaehan mengangguk. Mengangkat cangkir kertas di tangannya, Jaehan mengucapkan terima kasih untuk yang kesekian kali.

"Hyung mau pulang? Mau aku antar?"

Jaehan sebenarnya ingin menolak, tapi rasanya tubuhnya sakit semua.

"Kau tak keberatan jika mengantarku?"

Hangyeom tersenyum, "Tentu."

*

*

*

Jelas, Jaehan akan pulang ke rumah Yechan. Karena jujur ia merasa takut jika pulang, ia tak akan bisa keluar lagi melihat betapa serius ancaman appa-nya tadi.

Mungkin tadi siang ia sempat menolak untuk tinggal bersama, tapi sekarang rasanya tak ada tempat teraman selain rumah kekasihnya. Hanya bersama Yechan ia bisa merasa tenang dan nyaman. Bagaimana pun Jaehan belum siap juga menjadi gelandangan.

Seolah lupa, Jaehan benar-benar tak ingat jika laki-laki yang mengantarnya sekarang ini pernah menjadi sumber pertikaian antara Yechan dengan dirinya.

Tiba di depan pintu lobby, Jaehan membungkukkan badan setelah turun dari mobil yang ia tumpangi, "Terima kasih sudah mengantarku, Hangyeom-ah."

Tapi, Hangyeom malah ikut turun dan menggeleng. Dengan sedikit  memaksa, bersikeras untuk mengantarnya, "Aku bisa dimarahi appa nanti jika terjadi sesuatu pada hyung."

Baik sekali. Jaehan jadi menyesali sikapnya pada Hangyeom beberapa waktu lalu.

Jaehan yang tak enak hati, akhirnya menuruti. Mereka bersama-sama berjalan menuju lift. Hangyeom bahkan ikut masuk, benar-benar berniat ingin mengantar Jaehan sampai depan pintu.

"Ini tempat tinggal teman hyung?"

"Mm."

Hangyeom tersenyum saat melihat betapa megah dan mewahnya gedung apartemen itu, "Dia pasti anak orang kaya."

Kasus Yechan mungkin iya. Tapi, Jaehan jadi ingat dengan Sebin.

Menepuk dahinya, Jaehan segera merogoh ponsel di dalam tas.

"Sial! aku kan janji akan ke rumahnya malam ini."

Bagaimana dia bisa lupa?

Hangyeom yang melihat gelagat paniknya pun bertanya, "Hyung, ada apa?"

Jaehan menggeleng, dan begitu pintu lift terbuka, segera ia keluar dengan tergesa. Tak lupa ia melambaikan tangan ke arah Hangyeom yang masih tersenyum ramah.

Sayangnya, entah takdir atau memang kebetulan, bersamaan dengan Jaehan yang berlari, pintu apartemen Yechan juga terbuka. Pria itu keluar dengan gaya kasualnya.

"Yechanie!"

"Hyung? Kenapa kemari?" Tentu saja Yechan bertanya.

Jaehan baru saja dia antar pulang. Yechan bahkan belum lama tiba. Namun, ia harus pergi lagi karena ada yang harus ia urusi.

"Yechanie ..." Jaehan mendekat dan berkata jika ia ingin menginap. Yechan tentu mengiyakan.

Namun, ada yang terlupakan.

"Shin Yechan?"

Hangyeom yang ikut keluar lift berjalan cepat  menghampiri, "Shin Yechan?" kembali Hangyeom menyebut nama pria yang saat ini sudah menatapnya.

Anehnya, tatapan pria itu tak ramah, tampak marah. "Jaehanie hyung, kau datang bersamanya?"

Tak hanya Jaehan, bahkan orang luar seperti Hangyeom pun bisa merasakan dingin suara yang Yechan lontarkan.

Triangle✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang