29

408 62 16
                                    

Jaehan melihat ponselnya, membaca beberapa chat di sana.

Ia masih pusing dan Yechan juga sempat melarangnya agar tidak bermain dengan ponsel untuk sementara.

Ia menurut, sejak siang hanya meletakkan ponselnya di atas meja. Terakhir adalah saat ia ditelepon oleh nuna-nya.

Barusan Yechan sudah mengijinkan, tapi ia diminta menghabiskan semangkuk penuh bubur lebih dulu. Tak lupa menelan obat penurun panas sekaligus pereda nyeri yang jujur saja efeknya bisa membuat ia ngantuk sekali.

Hampir muntah sebenarnya ia karena kekenyangan, tapi Jaehan mencoba menahan. Yechan memang tak terlalu memaksa, tapi melihat pria itu yang diam saja sembari menatapnya, tidak tahu mengapa membuat nyali Jaehan ciut juga.

Padahal dia lebih tua.

Ya sudahlah, yang penting adalah sekarang ia bisa bermain lagi dengan ponselnya.

Ia buka satu per satu chat yang datang.

Keluarganya tak banyak bertanya, karena ia sudah mengatakan jika menginap di apartemen Sebin.

Bukan kebohongan, karena jika tembok belakangnya ini di jebol paksa, ia sudah bisa menemukan kamar Sebin ada di sana. Jadi, sama saja, 'kan?

Setelahnya, ia membuka chat dari sahabatnya.  Jaehan pun membalas seperti biasa.

Mian, Sebin-ah ...

Kau tahu aku tidak mungkin mengatakan jika menginap di rumah Yechan, 'kan? Dengan keadaan seperti ini, mereka bisa membunuhku nanti.

Belum selesai masalah Kevin, Jaehan yang kembali teringat bagaimana keluarganya, sedikit khawatir tentang hubungannya dengan Yechan.

Kira-kira bagaimana tanggapan mereka ... Jaehan merasa gugup, lebih dari itu ia takut.

Ia pun menoleh, melihat Yechan yang sudah berbaring dengan mata terpejam.

"Yechanie, kau sudah tidur?"

Mata cantik itu terbuka, Jaehan sejenak terpana. Namun, ia segera mengerjap karena sadar ingin bertanya.

"Hubungan kita ini ... sebenarnya apa?"

Yechan memiringkan tubuhnya, "Menurut hyung?"

Jaehan menerawang, setelah semua yang mereka lakukan ...

"Tapi, kau tak pernah bertanya. Maksudku, secara resmi, kita ini apa?"

Jaehan bukan ingin memaksa, ia hanya ingin memastikan saja.

"Kau tahu, bagaimana jika keluarga ku bertanya siapa dirimu?"

"Pacarku ..."

"Huh?"

Mata Jaehan membulat lucu. Ia dapati Yechan tertawa setelah itu.

"Hyung mau jadi pacarku?"

"P-pacarmu?"

Padahal mereka sudah melakukan banyak hal, tapi kenapa juga Jaehan masih tersipu malu.

Saat bersama semalam, Jaehan hanya penuh oleh Yechan. Ia bahkan tak memikirkan apa status mereka. Yang ia tahu mereka melakukannya atas dasar sama-sama suka, sama-sama mau, dan sama-sama membutuhkannya.

Ada cinta di dalamnya, tapi Jaehan masih belum berani mengatakan itu dengan gamblangnya.

Sekarang, ditanya begitu, rasanya perutnya dipenuhi oleh puluhan kupu-kupu.

"Bukan karena mencari jawaban saat kau ditanya, tapi aku sungguh meminta hyung menjadi pacarku karena cinta. Mungkin kita baru bertemu, saling mengenal pun belum lama, tapi hyung ... aku tulus saat mengatakannya."

"Yechanie ..."

"Hyung mau tidak? Mm, sebenarnya aku memaksa. Bagaimana pun juga aku sudah menyerahkan segalanya, aku tidak mau hyung pergi begitu saja."

Salah.

Ini jelas salah.

"Yechanie, itu seharusnya menjadi dialog ku, kenapa kau mencurinya dariku?"

Mendengar rengekannya, Yechan tertawa. Ditariknya Jaehan ke dalam dekapannya.

"Aku menolak menerima jawaban tidak. Jadi, ayo tidur karena hyung harus sudah sehat besok. Jika tidak, aku sungguh akan menyeret hyung ke rumah sakit untuk diperiksa."

Jaehan tersenyum, "Jangan diseret, jahat sekali. Kau harus menggendongku, Yechanie."

"Bagaimana jika aku tidak kuat?"

"Memangnya aku berat?"

Tawa Yechan sangat indah, begitu merdu dan memanjakan. Jaehan menyukainya.

"Tidak, tidak ... Jaehanie hyung sungguh seringan bulu menurutku."

"Benar, 'kan?"

Yechan mengangguk. Mungkin setelah lima detik, barulah pria itu kembali bersuara. "Hyung belum menjawab pertanyaanku."

"Mmm, apa aku sungguh harus menjawabnya? Bukankah kau sudah tahu apa jawabannya? Lagipula, bukankah kau tadi memaksa?"

"Hm-mm ...."

"Jadi, sekarang aku adalah pacarmu? Kim Jaehan adalah pacar Shin Yechan?"

Yechan tersenyum, menganggukkan kepala, lalu menciumi pipi dan bibirnya berulang kali.

Keduanya tertawa bersama seolah sore tadi tak pernah terjadi apa-apa.






Triangle✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang